Lumut
Lumut merupakan kumpulan tumbuhan yang tidak punya jaringan
konduksi dan jaringan vaskuler seperti xilem dan floem (Schooley, 1997). Lumut
masih termasuk dalam tumbuhan rendah dan belum memiliki banyak perhatian
(Windadri, 2007). Lumut juga dapat mengabsorbsi air dari udara (Schooley,
1997). Tumbuhan lumut memiliki rhizoid yang berfungsi untuk menetrasi tanah dan
mengambil air. Lumut dapat tumbuh pada berbagai tipe substar (Putrika, 2012). Tumbuhan lumut merupakan suatu
tumbuhan darat yang tubuhnya tidak dapat dibedakan antara akar, batang, daun (Triyantio, 2006). Ada beberapa jenis lumut yang tubuhnya
masih berupa lembaran (Talus) dan ada yang sudah memiliki bagian
tubuh yang mirip dengan akar, batang, daun (Triyantio, 2006). Lumut termasuk golongan tumbuhan tingkat
rendah yang filogenetiknya lebih tinggi dibandingkan dengan algae karena dalam
susunan tubuhnya sudah ada penyesuaian terhadap lingkungan hidup di darat,
gametagium dan sporangiumnya multiseluler, dan perkembangan sporofitnya sudah
membentuk embrio (Anonim2008). Bryophyta merupakan tumbuhan darat, dan yang
tumbuh di air tawar hanya merupakan adaptasi sekunder terhadap kehidupan air.
Sifat ini tercermin dari kenyataan bahwa bryophyta air tetap mempertahankan
sifat yang khas bagi tumbuhan darat, antara lain sporanya mengandung kutin dan
dipencarkan oleh angin (Loveless, 1983: 57). Menurut Tjitrosoepomo (2005)
tumbuhan lumut masih tergolongkan dalam tumbuhan talus dan belum digolongkan ke
dalam tumbuhan kormus.Tumbuhan ini sudah menunjukan diferensiasi yang tegas
antara organ penyerap hara dan organ fotosintetik namun belum memiliki akar dan
daun sejati. Lumut juga belum memiliki pembuluh sejati, penyerap haranya adalah
rizoid dan daun tumbuhan lumut dapat berfotosintesis (Anonim 2008). Lumut
merupakan kelompok tumbuhan yang telah beradaptasi dengan lingkungan darat.
Kelompok tumbuhan ini penyebarannya menggunakan spora dan telah mendiami bumi
semenjak kurang lebih 350 juta tahun yang lalu. Lumut merupakan organisme
autotrof dengan memiliki pigmen klorofil dan karotenoid (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Lumut mempunyai sel-sel dengan plastida
yang menghasilkan klorofil a dan b, bersifat
autotrof, sudah memiliki dinding
sel yang terdiri dari selulosa (Master,J. 2015). Batang lumut (apabila dilihat secara melintang)
:
a.
Selapis sel kulit, beberapa sel
diantaranya membentuk rizoid-rizoid epidermis
b.
Lapisan kulit dalam (korteks), silinder
pusat yang terdiri sel-sel parenkimatik yang memanjang untuk mengangkut air dan
garam-garam mineral; belum terdapat floem dan xilem.
c. Silender
pusat yang terdiri dari sel-sel parenkim yang memanjang dan berfungsi sebagai
jaringan pengangkut (Master,J.
2015).
Daun lumut
memiliki ciri seperti berikut:
a.
tersusun atas satu lapis sel,
b.
sel-sel daunnya kecil, sempit, panjang,
dan mengandung kloroplas yang tersusun seperti jala.
c. hanya
dapat tumbuh memanjang tetapi tidak membesar, karena tidak ada sel berdinding
sekunder yang berfungsi sebagai jaringan penyokong (Master,J. 2015).
Rizoid
terdiri dari selapis sel (Master,J.
2015).
Tumbuhan
lumut memiliki ciri:
a.
Berwarna hijau, karena sel-selnya
memiliki kloroplas (plastida).
b.
Proses pengangkutan air dan zat mineral
di dalam tubuh berlangsung secara difusi dan dibantu oleh aliran sitoplasma.
c.
Hidup di rawa-rawa atau tempat yang
lembab.
d.
Ukuran tinggi tubuh ± 20 cm.
e.
Dinding sel tersusun atas sellulose.
f.
Gametangium terdiri
atas anteredium dan archegoniom.
g.
Daun lumut tersusun atas selapis sel
berukuran kecil mengandung kloroplas seperti jala, kecuali pada ibu
tulang daunnya.
h. Hanya
mengalami pertumbuhan primer dengan sebuah sel pemula berbentuk tetrader
i.
Belum memiliki akar sejati, sehingga
menyerap air dan mineral dalam tanah menggunakan rhizoid.
j.
Rhizoid terdiri
atas beberapa lapis deretan sel parenkim.
k. Sporofit
terdiri
atas kapsul dan seta.
l.
Sporofit yang
ada pada ujung gametofit berwarna hijau dan memiliki klorofil, sehingga
bisa melakukan fotosintesis. (Anonim, Tanpa Tahun).
Gambar 1. Tumbuhan Lumut (Sumber: Hasan dan
Ariyanti, 2004)
Lumut
merupakan organisme yang hidup pada daerah lembab dan umumnya hidup
bersimbiosis dengan organisme lain seperti fungi dan alga (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Lumut
merupakan organisme yang memerlukan
daerah berair karena lumut memerlukan air dalam siklus reproduksinya untuk
membantu proses fertilisasi (Purawijaya dan Priyantika, 2013).
Lumut mengalami siklus hidup diplobiontik dengan
pergantian generasi heteromorfik. Reproduksi lumut memiliki 2 siklus :
Gametofit (menghasilkan sperma atau ovum), sporofit (menghasilkan spora). Pada
tumbuhan lumut terdapat
anteridium
(♂) yang menghasilkan
sperma; arkhegonium (♀) yang menghasilkan ovum.
Berdasarkan letak gametangianya, lumut dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Jika
anteridium dan arkegonium dalam satu individu disebut berumah satu (monoesis)
contoh : lumut daun (Musci ).
b. Jika
dalam satu individu hanya terdapat anteridium atau arkegonium saja disebut
berumah dua (diesis) contoh : lumut hati (Hepaticeae ).
Metagenesis
tumbuhan lumut terjadi dengan proses: Antheridium yang masak akan mengeluarkan
sel-sel sperma, kemudian sel sperma berenang menuju arkhegonium untuk membuahi
ovum (pembuahan terjadi apabila kondisi basah). Ovum yang terbuahai akan tumbuh
sporofit yang tidak mandiri, karena hidupnya masih disokong oleh gametofit.
Sporofit ini bersifat diploid (x = 2n) serta berusia pendek (± 3-6 bulan untuk
mencapai tahap
kemasakan). Sporofit akan
membentuk kapsula yang disebut sporongonium pada bagian ujung. Sporongonium
berisi spora haploid yang dibentuk melalui meiosis. Sporongonium yang masak
akan mengeluarkan atau melepaskan spora. Spora tumbuh menjadi suatu berkas yang
disebut dengan protonema, berkas ini akan tumbuh meluas dan pada tahap tertentu
akan menumbuhkan gametofit baru. Kapsul merupakan tempat dihasilkannya spora
melalui meiosis. Setelah spora masak dan dibebaskan dari dalam
kapsul berarti satu siklus hidup telah lengkap (Hasan dan Ariyanti, 2004).
Selain pembiakan dengan spora, pada lumut tersdapat
pula pembiakan vegetatif dengan kuncup eram, yang terjadi dengan bermacam-macam
cara pada protonema, talus atau bagian-bagian lain pada tubuh lumut. Kuncup
eram dapat melepaskan diri dari induknya dan tumbuh menjadi individu baru.
Selain dari itu, semua bagian tubuh lumut jika dipotong menunjukkan daya
regenerasi yang sangat besar. Daun-daun mempunyai rusuk tengah, terdiri atas
satu atau beberapa lapis sel (terutama dekat rusuk tengah, selalu terdiri atas satu atau beberapa lapis
sel), tetapi belummemperlihatkan adanya daging daun (mesofil). Sebagian
tumbuhan lumut telah mempunyai semacam liang udara yang berguna untuk
pertukaran gas, jadi mempunyai fungsi seperti stoma pada tumbuhan tinggi.
Gametangium biasanya dilindungi oleh daun-daun
khusus yang disebut bract (daun pelindung) atau oleh tipe struktur
pelindung lainnya (Mishler et al., 2003). Gametangium jantan (antheredium)
berbentuk bulat atau seperti gada, sedangkan gametogonium betinanya
(arkegonium) berbentuk seperti botol dengan bagian lebar disebut perut dan
bagian yang sempit disebut leher. Gametangia jantan dan betina dapat
dihasilkan pada tanaman yang sama (monoceous) atau pada tanaman berbeda
(dioceous) (Gradstein, 2003). Arkegonium adalah gametangium betina yang
bentuknya seperti botol. bagian yang lebar disebut perut, dan bagian yang
sempit leher.
Dalam skala evolusi lumut berada diantara ganggang
hijau dan tumbuhan berpembuluh (tumbuhan paku dan tumbuhan berbiji)
(Bawaihaty,dkk. 2014). Persamaan antara ketiga tumbuhan tersebut adalah
ketiganya mempunyai pigmen fotosintesis berupa klorofil A dan B, dan pati
sebagai cadangan makanan utama (Hasan dan Ariyanti 2004). Perbedaan mendasar
antara ganggang dengan lumut dan tumbuhan berpembuluh telah beradaptasi dengan
lingkungan darat yang kering dengan mempunyai organ reproduksi (gametangium dan
sporangium), selalu terdiri dari banyak sel (multiselluler) dan
dilindungi oleh lapisan sel-sel mandul, zigotnya berkembang menjadi embrio dan
tetap tinggal di dalam
gametangium
betina. Oleh karena itu lumut dan tumbuhan berpembuluh pada umumnya merupakan
tumbuhan darat tidak seperti ganggang yang kebanyakan aquatik (Tjitrosoepomo,
1989). Lumut dapat dibedakan dari tumbuhan berpembuluh terutama karena lumut
(kecuali Polytrichales) tidak mempunyai sistem pengangkut air dan makanan.
Selain itu lumut tidak mempunyai akar sejati, lumut melekat pada substrat
dengan menggunakan rhizoid. Siklus hidup lumut dan tumbuhan berpembuluh juga
berbeda (Hasandan Ariyanti, 2004).Tumbuhan lumut merupakan kelompok terbesar
kedua setelah tumbuhan berbunga (350.000 jenis) dan diperkirakan jumlahnya di
dunia ada 15.000–25.000 jenis (Adhitya,
dkk. 2014). Perbedaan mendasar antara ganggang dengan lumut dan tumbuhan
berpembuluh telah beradaptasi dengan lingkungan darat yang kering dengan
mempunyai organ reproduksi (gametangium dan sporangium), selalu
terdiri dari banyak sel (multiselluler) dan dilindungi oleh lapisan
sel-sel mandul, zigotnya berkembang menjadi embrio dan tetap tinggal di dalam gametangium
betina. Oleh karena itu lumut dan tumbuhan berpembuluh pada umumnya
merupakan tumbuhan darat tidak seperti ganggang yang kebanyakan aquatik
(Tjitrosoepomo, 1989).
Lumut dapat dibedakan dari tumbuhan berpembuluh
terutama karena lumut (kecuali Polytrichales) tidak mempunyai sistem
pengangkut air dan makanan. Selain itu lumut tidak mempunyai akar sejati, lumut
melekat pada substrat dengan menggunakan rhizoid. Siklus hidup lumut dan
tumbuhan berpembuluh juga berbeda (Hasan dan Ariyanti 2004). Tumbuhan
berpembuluh, di alam merupakan generasi aseksual (sporofit), sedangkan generasi
gametofitnya sangat tereduksi. Sebaliknya pada lumut, sporofit lumut sangat
tereduksi dan selama perkembangannya melekat dan tergantung pada gametofit
(Polunin 1990).
Tumbuhan lumut lazim terdapat pada pohon, batu, kayu
gelondongan dan di tanah. Pada setiap bagian di dunia lumut hampir terdapat di
setiap habitat kecuali di laut (Bawaihaty,dkk. 2014). Loveless (1990) mengatakan lumut tumbuh subur
pada lingkungan yang lembab, khususnya di hutan-hutan tropis dan di tanah hutan
daerah iklim sedang yang lembab (Bawaihaty,dkk. 2014).
Faktor iklim seperti suhu udara, kelembaban udara dan
intensitas cahaya akan mempengaruhi persebaran, komposisi dan kemelimpahan
lumut (Putrika, 2012). Lumut ditemukan pada area yang terkena cahaya sedikit
dan lembab (Bawaihaty,dkk. 2014). Menurut Damayanti (2006) intensitas cahaya berpengaruh terhadap suhu
dan kelembaban, yaitu semakin rendah intensitas cahaya yang sampai ke permukaan
bumi, maka suhu akan semakin rendah dan kelembaban semakin tinggi
(Sulistyowati, dkk. 2014). Peningkatan
elevasi akan mempengaruhi persebaran lumut (Bawaihaty,dkk. 2014). Suhu lingkungan mempengaruhi persebaran lumut
dan peningkatan elevasi akan menyebabkan penurunan dari suhu lingkungan
tersebut tipis (Bawaihaty,dkk. 2014). Tumbuhan lumut pada umumnya hidup pada
tempat yang lembab dengan suhu yang rendah (Sulistyowati, dkk. 2014). Asakawa
(2007) melaporkan bahwa lumut hidup pada lingkungan yang lembab dan akan tumbuh
optimal pada suhu berkisar 15–25 oC, serta dengan kelembaban udara di atas 50% (Adhitya, dkk. 2014). Kelembaban
udara lingkungan lumut mempengaruhi persebarannya dikarenakan lapisan kutikula
lumut sangat tipis (Bawaihaty,dkk. 2014). Menurut Mujiono (2002), lumut dapat hidup pada
kisaran kelembaban antara 70% - 98%
(Sulistyowati, dkk. 2014). Tumbuhan lumut merupakan taksa dengan
kebutuhan air cukup tinggi (Setyawan dan Sugiyarto, 2001).Tingkat kelembaban
batu dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan kelembaban udara sehingga secara
tidak langsung, intensitas cahaya dan kelembaban udara berpengaruh terhadap
biomassa lumut (Ryan et al., 2012).
Bignal
et al. (2008) melaporkan bahwa pada daerah kota atau daerah yang dekat
dengan sumber polusi dengan konsentrasi asap yang tinggi sudah tidak ditemukan
keragaman lumut yang sempurna lagi, itu di karenakan lumut dapat menyerap
polutan melalui permukaan daun dan mengakumulasinya di dalam sel (Bawaihaty,dkk.
2014). Kondisi lumut di pinggir jalan dengan kondisi lumut di dalam hutan
berbeda, kalau lumut di dalam hutan lebih sehat dibandingkan dengan kondisi
lumut yang tumbuh di kawasan pinggir jalan, itu sebabnya lumut bisa dijadikan
sebagai indikator pencemaran lingkungan (Bawaihaty,dkk. 2014).
Lumut merupakan satu kelompok tumbuhan yang umumnya menyukai
lingkungan lembab, teduh dan realtif bersih, sehingga pada tempat-tempat yang
sangat terbuka dan panas serta lingkungan kurang bersih jarang ditemukan kelompok
tumbuhan ini daun (Uji dan Windadri, 2007). Lumut hanya ditemukan pada
lokasi-lokasi dengankerapatan pohon dan kelembaban cukup tinggi, teduh serta
lokasi bertopografi datar.
Adapun
beberapa substrat yang menjadi habitat bagi lumut adalah batuan, tanah mineral,
tanah asam, sisi sungai, tanah berhumus, batang kayu, ranting kayu, dan
lain-lain (Purawijaya dan Priyantika, 2013)
Lumut
epifit merupakan tumbuhan yang sensitif pada perubahan lingkungan (Putrika,
2012). Lumut epifit merupakan lumut yang memiliki habitat pohon atau belukar.
Pertumbuhan lumut sangat tergantung spesies tumbuhan inang (Setyawan dan
Sugiyarto, 2001). Lumut merupakan kelompok tumbuhan epifit yang banyak ditemukan
tumbuh di batang pohon, kayu mati, kayu lapuk, tanah, atau batuan, dengan
kondisi lingkungan lembab dan penyinaran yang cukup (Windadri, 2009). Tekstur
kulit pohon kemungkinan besar merupakan faktor penting yang ikut mempengaruhi
distribusi lumut epifit (Adhitya,
dkk. 2014). Gradstein & Culmsee (2010) melaporkan bahwa batang pohon
yang berkulit kasar memiliki jumlah jenis lumut epifit yang lebih banyak
dibandingkan dengan batang pohon yang berkulit halus (Adhitya, dkk. 2014).Apriana (2010), yang
meneliti tentang lumut hati pada Angiospermae, menemukan bahwa jenis
lumut epifit lebih sering dijumpai pada bagian timur, sedangkan pada penelitian
Junita (2010) juga di Angiospermae, jenis lumut sejati epifit lebih
sering dijumpai pada pohon bagian barat dengan persentase penutupan dan jumlah
jenis lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain. Dalam penelitian Mežaka &
Znotina (2006) dilaporkan bahwa jumlah jenis lumut epifit lebih sering pada
arah selatan dibandingkan arah lainnya. Banyaknya lumut pada arah mata angin
tersebut dikarenakan pada arah selatan jarang terkena cahaya matahari dan lebih
lembab, selain itu posisinya bertolak belakang dengan arah utara yang lebih
banyak terkena cahaya matahari yang membuatnya menjadi lebih kering. Friedel et
al. (2006) dan Ariyanti et al. (2008) menyebutkan bahwa banyak jenis
lumut menyukai tempat yang ternaungi dan kelembaban yang tinggi (Adhitya, dkk. 2014). Lumut
lebih banyak dijumpai pada bagian pangkal pohon 0–100 cm (10 jenis) daripada
bagian pohon yang lebih tinggi 100–200 cm (8 jenis) (Gambar 4). Pada penelitian
Apriana (2010) dan Junita (2010) didapatkan hasil yang sama, bahwa lumut lebih
banyak dijumpai pada bagian tersebut. Hal ini dikarenakan pada pangkal pohon
terdapat banyak humus atau dekat dengan tanah, sehingga jenis-jenis lumut yang
tumbuh di tanah dapat juga tumbuh di pangkal pohon (Adhitya, dkk. 2014)
Tumbuhan lumut terbagi menjadi Lumut Hati, Lumut
Tanduk dan Briopita (Schooley, 1997). Pada kebanyakan lumut thalloid selain rhizoid
juga dijumpai sisik-sisik. Sporofit pada kelompok lumut ini hidupnya hanya
sebentar, lunak dan tidak berklorofil. Spora yang telah masak dikeluarkan dari
kapsul dengan cara kapsul pecah menjadi 4 bagian memanjang atau lebih
(Gradstein 2003).
Talus gametofit lumut hati memiliki percabangan dikotom dengan
lebar 2 cm dan panjang 4-6 cm (Schooley, 1997). Seluruh lumut hati hidup dengan
merebah ke tanah, dengan demikian tumbuhan ini langsung mengabsorbsi air di
tanah (Postlethwait and Hopson,2006). Gametofit lumut hati mempunyai struktur
morfologi bervariasi. Ada 2 tipe lumut hati yaitu lumut hati bertalus (thallose
liverwort) dan lumut hati berdaun (leafy liverwort). Lumut hati
melekat pada substrat denganrhizoid uniselluler (Hasan & Ariyanti
2004). Crandall-Stotler et al. (2009), membedakan Divsi Marchantiophyta menjadi
3 kelas yaitu Haplomitriopsida, Marchantiopsida, dan Jungermaniopsida. Kelas Jungermaniopsida terdiri
dari subkelas Pelliidae, Metzgeriidae, Jungermanniidae. Sub kelas
Jungermanniidae merupakan kelas yang memiliki jenis lumut hati terbanyak
(Sulistyowati, dkk. 2014). Menurut Hasan dan Ariyanti, (2004) ada 2 tipe
lumuthati yaitu lumut hati bertalus (thallose liverwort) dan lumut hati
berdaun (leafy liverwort). Lumut hati melekat pada substrat dengan rhizoid
uniselluler (Sulistyowati, dkk. 2014). Lumut Hati berthalus memiliki suatu
talus yang dikotomus bercabang dan umumnya terdiri dari beberapa sel tebal
(Sulistyowati, dkk. 2014). Jaringan
(dorsal) atas bersifat longgar, yang dihasilkan dari ruang udara internal, dan
umumnya memiliki pori-pori (Sulistyowati, dkk. 2014). Permukaan bawah (perut) biasanya memiliki dua
jenis rhizoid, yaitu halus dan dengan tonjolan serta biasanya memiliki sisik
(Glime, 2006). Lumut hati berdaun memiliki rhizoid yang terdiri atas 1 sel
(uniseluler), berfungsi sebagai alat untuk melekatkan diri pada substrat.
Beberapa spesies memiliki 2 – 3 baris daun yang melekat pada batang, terbagi
atas dua baris daun dorsal (lobe), satu baris daun ventral (under
leaf) yang biasanya memiliki ukuran lebih kecil daripada daun dorsal, atau
bahkan tidak ada (Sulistyowati, dkk. 2014). Pada beberapa spesies, daunnya memiliki
modifikasi membentuk cuping yang disebut lobule. Lobule adalah perluasan daun yang bisa menangkap atau menampung air yang berada di bagian ventral
(Damayanti, 2006). Lumut hati dapat dibedakan dari semua bryoflora lainnya
karena secara umum memproduksi oil
body yang berfungsi untuk melindungi sel dari kekeringan (Sulistyowati,
dkk. 2014). Jika keadaan kering, oil body ini akan pecah (Suire, 2000).
Lumut hati berdaun/ Leafy liverworts (kelas Jungermaniopsida) merupakan
mayoritas jenis dari lumut hati dan secara morfologi merupakan kelompok yang memiliki keanekaragaman tinggi.
Jenis morfologi yang beranekaragam pada kelompok ini kemungkinkan dapat bertoleransi pada berbagai
macam habitat, sehingga jenis dari kelompok ini mempunyai distribusi yang luas
(He-Nygre, et al. 2006). Lumut hati (Hepatophyta) dengan 9000 spesies
(Rizal, 2016). Hepaticae banyak ditemukan tumbuh pada habitat berupa batang dan
ranting-ranting pepohonan serta daun (Uji dan Windadri, 2007). Kebanyakan lumut
hati hidup di tempat-tempat yang basah, oleh sebab itu tubuhnya mempunyai
struktur yang higromorf. Bentuk lain jarang ditemukan meskipun ada pula
yang terdapat pada tempat-tempat yang amat kering, misalnya pada kulit-kulit
pohon, di atas tanah atau cadas, sehingga tubuhnya perlu mempunyai struktur yang
xeromorf. Dan karena hidupnya di atas daun lumut tadi merupakan satu
bentuk ekologi yang khusus yang dinamakan epifil.
Bangsa Marchantiales. Sebagian
lumut hati yang tergolong dalam bangsa ini mempunyai susunan talus yang agak
rumit. Sebagai contoh Marchantia polymorpha. Talus seperti pita ± 2 cm,
lebarnya, agak tebal berdaging, bercabang-cabang menggarpu, dan mempunyai satu
rusuk tengah yang tidak begitu jelas menonjol. Pada sisi bawah talus terdapat
selapis sel-sel yang menyerupai daun yang dinamakan sisiksisik perut atau
sisik-sisik vertal. Dinding liang itu terdiri atas 4 cincin, masing-masing
cincin terdiri atas empat sel.
Bangsa jungermaniales. Lumut
hati yang kebanyakan kecil hidup di atas tanah atau batang-batang pohon, di
daerah tropika juga sebagai efifit pada daun pohon-pohonan dalam hutan. Bangsa
ini meliputi 90 % dari semua Hepaticae. Bentuk-bentuk tubuh yang masih
sederhana sangat menyerupai Marchantia, talus berbentuk pita, sempit dan
bercabang-cabang mennggarpu. Kebanyakan Jungermaniales telah mempunyai
semacam batang yang bercabang-cabang banyak dan tumbuh dorsivental. Selain dua
baris bagian-bagian serupa daun-daun yang kesamping tadi, seingkali terdapat sederetan
bagian-bagina semacam daun lagi yang terletak pada sisi bawah, dan dinamakan
daundaun perut atau amfigastrium. Perkembangan anteridium dan
perkembangan permulaan embrionya sedikit menyimpang dari cara-cara yang telah
kita kenal pada hepaticae. Pada jurgermaniales yang tubuhnya bersifat talus,
arkegoniumnya diliputi oleh periketium yang dikelilingi oleh bagin-bagian yang
mempunyai bentuk yang khusus, seperti pada bunga tumbuhan tinggi (Angiospermae)
bagian itu disini juga dinamakan periantium. Menurut duduknya sporangium, Jungermniales
dibedakan dalam tiga suku: Suku anacrogynaceae ujung talus tidak ikut
mengambil bagian dalam pembetukan arkegonium; sporogonium terdapat pada sisi
punggung, dan pada beberapa jenis diliputi oleh periketium yangtergolong di
sini antara lain:
-
Pelia epiphilla, talus menyerupai marchantia, hidup di atas tanah yang
basah.
-
Metzgeria furcata, talus berbentuk pita sempit , bercabang-cabang
menggarpu , hidup pada batang pohon atau juga batu padas.
-
Metzgeria conjugate
-
Blasia pusilla, talus lebar, mempunyai rusuk tengah, pada tepi talusnya
mulai tampak terbentuknya alat-alat sepeti daun.
ilum
Anthocerophyta tumbuh pada lingkungan yang lembab dan tertutup kanopi atau
tidak terkena cahaya secara langsung (Postlethwait and Hopson,2006). Lumut
tanduk memiliki bentuk tipis dan panjang sporofit seperti tanduk yang tumbuh di
atas tumbuhan (Postlethwait and Hopson,2006). Talus tanpa sporofit, tanduk akan
terlihat seperti talus (Postlethwait and Hopson,2006). Sporofit akan tertutup
kutikula dan memiliki stomata (Postlethwait and Hopson,2006). Anthoceropsida
atau lumut tanduk mempunyai gametofit bertalus dengan sporofit indeterminate
dan berklorofil. Berbeda dengan bryophyta lainnya, selsel talus Anthocerpsida
mempunyai satu kloroplas besar pada masing-masing selnya. Kapsul berbentuk
silindris memanjang dimulai dari bagian ujung kapsul (Hasan dan Ariyanti 2004).
Anthoceropsida atau lumut tanduk mempunyai gametofit bertalus dengan
sporofit indeterminate dan berklorofil. Berbeda dengan bryophyta lainnya,
sel-sel talus Anthocerpsida mempunyai satu kloroplas besar pada
masing-masing selnya. Kapsul berbentuk silindris memanjang dimulai dari bagian
ujung kapsul (Hasan dan Ariyanti, 2004). lumut tanduk (Anthocerotopyhta)
hanya 500 spesies (Rizal, 2016). Bangsa ini hanya memuat beberapa marga yang
biasanya dimauki dalam satu suku kerja, yaitu suku Anthocerotaceae. Berlainan
dengan golongan mulut hati lainnya, sporogonium Anthocerotales mempunyai
susunan dalam yang lebih rumit. Gametofit mempunya talus bentuk cakram denga
tepi bertoreh, biasanya melekat pada tanah denga perantara rizoid-rizoid.
Susunan talusnya masih sederhana. Sel-sel hanya mempunyai satu kloroplas
sel-sel ganggang. Sporogonium tidak bertangkai, mempunya bentuk seperti buah
polongan. Sepanjang poros bujurnya terdapat jaringan yang terdiri atas deretan
sel-sel mandul yang dinamakan kolumela. Kolumela itu diselubungi oleh
jaringan yang kemudian akan menghaislkan spora yang disebut arkespora.
Selain spora arkespora juga menghasilkan sel-sel mandul yang dinamakan elatera.
Anthocerotales hanya terdiri atas satu suku, yaitu Anthocerataceae, yang
mencakup antara lain Anthoceros leavis, A.fusiformis, Notothylus valvata.
Bryopsida
dikenal
sebagai lumut daun atau lumut sejati, merupakan kelas yang terbesar dalam bryophyta.
Filum Bryophyta merupakan tumbuhan pioner karena tumbuhan yang menempati suatu
tempat untuk pertama kali (Postlethwait and Hopson,2006). Filum Bryophyta
selanjutnya mengumpulkan materi inorganik dan organik pada permukaan batu
(Postlethwait and Hopson,2006). Adanya kumpulan materi inorganik dan organik
akan menyediakan lapisan tanah untuk pertumbuhan tumbuhan lainnya (Postlethwait
and Hopson,2006). Filum Bryophyta pada
gametofit, ‘daun’ tidak memiliki jaringan mesofil, stomata, vein seperti tumbuhan tingkat tinggi
(Bidlack and Jansky, 2008). Talus briofita tidak berlobus ataupun bercabang
(Bidlack and Jansky, 2008). Hampir semua anggotanya mempunyai gametofit yang
telah terdifferensiasi sehingga dapat dibedakan bentuk-bentuk seperti
batang, cabang dan daun. Sporofit bryopsida berumur panjang, berwarna
kecokelatan terdiri atas kaki yang berfungsi untuk menyerap nutrien dari gametofit,
dan kapsul yang disangga oleh suatu tangkai disebut seta. Spora masak
dibebaskan dari kapsul setelah operculum (struktur semacam tutup pada
kapsul) membuka secara perlahan-lahan melalui satu atau dua baris gigi-gigi
yang disebut peristom. Takakiopsida hanya mempunyai satu marga
yaitu Takakia, dikenal sebagai suatu kelompok baru Bryopsida. Takakiopsida
mempunyai ciri-ciri gabungan antara lumut sejati dan lumut hati (Mishler et
al., 2003). Lumut daun disebut juga lumut sejati karena tubuhnya berbentuk
tumbuhan kecil dengan bagian akar, batang, dan daun yang dapat dibedakan dengan
jelas (Triyantio, 2006). Lumut daun hidup
berkelompok membentuk hamparan tebal seperti beludru (Triyantio, 2006). Yang termasuk lumut daun adalah Polytrichum
dan Sphagnum (Triyantio, 2006). Lumut daun (Bryopsida)
memiliki 12.000-14.500 spesies dan 670 genus (Semple, 1999). Lumut daun
meliputi kurang lebih 12.000 jenis yang mempunyai daerah agihan yang sangat
luas. Lumut daun dapat tumbuh di atas tanah gundul yang periodik mengalami masa
kekeringan, bahkan di atas pasir yang bergerakpun dapat tumbuh. Selanjutnya
lumut ini dapat kita jumpai di antar rerumputan, di atas batu cadas, pada
batang batang dan cabang cabang pohon, di rawa-rawa, jarang di dalam air.
Mengingat tempat tumbuhnya yang bermacam-macam itu, maka tubuhnya pun
memeperlihatkan struktur yang bermacam-macam pula. Kebanyakan lumut daun suka
tempat yang basah, tetapi ada pula yang tumbuh di tempat yang kering. Beberapa
jenis diantaranya dapat sampai berbulan-bulan menahan kekeringan dengan tidak
mengalami kerusakan, bahkan ada yang tahan kekeringan sampai bertahun-tahun. Di
tempat-tempat yang kering lumut itu membentuk badan berupa bantalan, sedangkan
yang hidup di tanah hutan,membentuk lapisan seperti permadani. Dalam hutan
dipegunungan daerah tropika batang dan cabang-cabang pohon penuh dengan lumut
yang menempel, berupa lapisan yang kadang-kadang sangat tebal dan karena
basahnya selalu mengucurkan air. Hutan demikian itulah yang disebut hutan
lumut, yang sering juga disebut hutan kabut, karena hutan itu hampir selalu
diselimuti kabut ( elfin forest ). Di daerah gambut lumut dapat menutupi
areal yang luasnya sampai ribuan km kuadrat, demikian pula di daerah tundra di
sekitar Kutub Utara. Lumut daun yang tenggelam jarang kita temukan. Lumut yang
membentuk bantalan karena tidak berakar hampir-hampir tidak mengisap air dari
tanah, bahkan melindungi tanah itu terhadap penguapan air yang terlalu besar.
Spora lumut daun di tempat yang cocok berkecambah merupakan protonema, yang
terdiri atas benang-benang berwarna hijau, bersifat fototrop positif, banyak
bercabang-cabang, dan dengan mata biasa kelihatan seperti hifa cendawan yang
berwarna hijau. Protonema itu mengeluarkan rizoidrizoid yang tidak berwarna,
terdiri atas banyak sel dengan sekat-sekat miring, bersifat fototrop negatif,
masuk ke dalam tanah dan bercabang-cabang. Rizoid telah mulai terbentuk pada
pembelahan spora yang pertama pada sisi yang tidak terkena cahaya. Jika cukup
mendapat cahaya, pada protonema lalu terbentuk kuncup yang akan berkembang
menjadi tumbuhan lumut. Kuncup mula-mula berupa penonjolan- penonjolan ke
samping dari sel-sel bawah pada suatu cabang protonema. Setelah kuncup itu
merupakan 1 – 2 sel tangkai, maka dalam sel ujungnya lalu terjadi sel serupa
pyramid, karena terbentuknya sekat - sekat yang miring. Sel-sel bentuk pyramid
itulah yang seterusnya merupakan sel pemula yang meristematik. Sel itu tiap
kali memisahkan suatu segmen sebagai sel-sel anakan baru, dan akhirnya
berkembanglah tumbuhan lumutnya. Jika banyak terbentuk kuncup-kuncup demikian
tadi , maka tumbuhan lumut seringkali tersusun seperti dalam suatu rumpun.
Tumbuhan lumut daun selalu dapat dibedakan dalam bagianbagian berupa batang
dengan daun-daun. Di samping itu terdapat rizoid-rizoid untuk melekat pada
substrat. Pada Musci alat-alat kelamin terkumpul pada ujung batang atau
pada ujung cabang-cabangnya, dan dikelilingi oleh daun-daun yang letaknya
paling atas. Daun-daun itu kadang-kadang mempunyai bentuk dan susunan yang
khusus dan seperti pada Jungermaniales juga dinamakan periantium.
Kemudian alat-alat kelamin itu dikatakan bersifat banci atau berumah satu, jika
dalam kelompok itu terdapat baik arkegonium mauoun anteridium, dan dinamakan
berumah dua jika kumpulan arkegonium dan anteridium terpisah tempaynya. Di
antara alat-alat kelamin dalam kelompok itu biasanya terdapat sejumlah
rambut-rambut yang terdiri atas banyak sel dan dapat mengeluarkan suatu cairan.
Seperti pada tubuh buah Fungi rambut-rambut steril itu dinamakan parafisis.
Pada Musci tertentu yang berumah dua, tumbuhan jantan hanya kecil saja,
dan setelah pembentukan beberapa daun, segera menghasilkan anteridium. Pada Buxbaumia
aphylla tumbuhan jantan hanya berbentuk satu daun yang tidak berklorofil
dan ergulung seperti bola,sedang tumbuhan betina mempunyai banyak daun. Juga
spora yang dihasilkan tumbuhan jantan, serinykali lebih lebih kecil daripada
spora yang dihasilkan oleh tumbuhan tumbuhan. Muncullah dengan ini peristiwa heterospori
yang kita jumpai pada beberapa golongan Pteridophyta.
Musci
dibedakan dalam 3 bangsa :
Bangsa
Andreaeales Bangsa ini hanya memuat satu suku, yaitu
suku Andreaeaceae, dengan satu marga Andreaea. Protonema berbentuk pita
yang bercabang-cabang. Kapsul spora mula mula diselubungi oleh kaliptra yang
bentuknya seperti kopiyah bayi. Jika sudah masak pecah dengan 4 katup-katup.
Kolumela diselubungi oleh jaringan sporogen. Contoh- contoh : Andreaea
petrophila, A. rupestris.
Bangsa
Sphagnales ( lumut gambut ) Bangsa ini hanya
terdapat satu suku Sphagnaceae dan satu marga Sphagnum. Marga ini
meliputi sejumlah besar jenis lumut yang kebanyakan hidup di tempat-tempat yang
berawa-rawa dan membentuk rumpun atau bantalan, yang dari atas tiap-tiap tahun
tampak bertambah luas, sedang bagian-bagian bawah yang ada dalam air mati dan
berubah menjadi gambut. Protonema tidak berbentuk benang, melainkan merupakan
suatu badan berbentuk daun kecil, tepinya bertoreh-toreh dan hanya terdiri atas
selapis sel saja. Batangnya banyak bercabang-cabang: cabang-cabang muda tumbuh
tegak dan memebentuk roset pada ujungnya. Daun daun yang sudah tua terkulai dan
menjadi pembalut bagian bawa batang. Suatu cabang di bawah puncuk tumbuh sama
cepat dengan induk batang, sehingga kelihatan seperti batang lumut itu
bercabang menggarpu. Karena batang dari bawah mati sedikit demi sedikit, maka
cabang-cabang akhirnya merupakan tumbuhan yang terpisah-pisah. Kulit batang Sphagnum
terdiri atas selapis sel-sel yang telah mati dan kosong. Jaringan kulit
bersifat seperti sepon, dapat menghisap banyak air. Dinding yang membujur
maupun yang melintang mempunyai liang-liang yang bulat. Juga dalam daunnya
terdapat sel-sel yang menebal bentuk cincin atau spiral dan merupakan idioblas
diantara sel-sel lainnya yang membentuk susunan seperti jala, terdiri atas
sel-sel hidup, berbentuk panjang dan mengandung banyak klorofil. Susunan yang
merupakan aparat kapilar itu berguna untuk memenuhi keperluan akan air dan
garam makanan. Cabang-cabang batang ada yang mempunyai bentuk dan warna khusus,
yaitu cabang yang menjadi pendukung alat-alat kelamin.
Cabang-cabang tumbuhan jantan mempunyai anteridium yang bulat
dan bertangkai
di ketiak ketiak daunnya. Cabang tumbuhan betina mempunyai arkegonium pada ujungnya. Cabang
pendukung arkegonium itu tidak mempunyai sel pemula yang berbentuk limas pada
ujungnya, jadi seperti lumut hati, dan berbeda dengan lumut daun umumnya.
Sporangium hanya berbentuk tangkai pendek dengan kaki yang membesar, dan sampai
lama diselubingi oleh dinding arkegonium. Akhirnya dinding arkegonium itu pecah
pada kaki sporangium. Kapsul spora berbentuk bulat, di dalamnya terdapat
kolumela berbentuk setengah bola yang diselubungi oleh jaringan sporogen.
Arkespora pada Sphagnum tidak berasal dari endotesium, tetapi berasal
dari lapisan terdalam amfitesium. Kapsul spora mempunyai tutup yang akan membuka,
jika spora sudah masak. Sporangium dengan kakinya yang melebar dan merupakan
haustorium terdapat dalam suatu perpanjangan ujung batang. Sehabis pembuahan,
kaki lalu memanjang seperti tangkai dan dinamakn pseudopodium.Contohcontoh
lumut gambut ialah Sphagnum fimbriatum, S. squarrosum, S. acutifolium.
Bangsa Bryales Sebagian besar
lumut daun tergolong dalam bangsa ini. Pada bangsa ini kapsul sporanyatelah
mencapai diferensiasi yang palimg mendalam. Sporangiumnya mempunyai suatu
tangkai yang elastis, yang dinamakn seta. Tangkai dengan kaki
sporangiumnya tertanam dalam jaringan tumbuhan gametofitnya. Pada ujung tangkai
terdapat kapsul sporanya yang bersifat radial atau dorsiventral dan mula-mula
diselubungi oleh kaliptra. Kaliptra ini berasal dari bagian atas dinding
arkegonium. Dengan bentangnya sporangium, dinding arkegonium akhirnya terpisah
pada bagian perut arkegonium tadi, dan sebagai tudung ikut terangkat oleh
sporangium yang memanjang itu. Leher dindimg arkegonium segera menjadi kering
dan merupakan puncak kaliptra. Jadi sel-sel yang emnyusun kaliptra tidak
merupakan sel-sel diploid akan tetapi terdiri atas sel-sel gametofit yang
haploid. Sel-sel kaliptra yang masih memperoleh zat-zat makanan dari
sporangium, dapat berkembang terus dan menghasilkan rambut-rambut yang
menyerupai benang-benang protonema dengan pertumbuhan yang terbatas. Pada jenis
lumut-lumut tertentu ( antara lain pada warga Funaria ) kaliptra melebar
seperti perut dan berguna sperti penimbun air bagi sporangium yang amsih muda.
Bagian atas seta dinamakan apofisis. Pada jenis-jenis lumut tertentu
apofisis mempunyai bentuk dan warna yang khusus. Menurut poros bujurnya kapsul
spora itu mempunyai jaringan kolumela. Ruang spora berbentuk tabung
mengelilingi jaringan kolumela itu. Kolumela dan ruang spora dikelilingi oleh
ruang antar sel yang terdapat di dalam jaringan dinding kapsul spora.
Pada famili Plagiochila memiliki oil body yang
berfungsi untuk melindungi sel dari
kekeringan. Pada famili Frullaniaceae dan famili Lejeuneaceae memiliki lobule
yang berfungsi sebagai kantung air untuk absorpsi, penyimpanan air, dan
untuk mengurangi resiko kekeringan sehingga dapat bertahan hidup dengan baik
(Gradstein & Pocs 1989).
Lumut memiliki fungsi sebagai peresap air,
mempertahankan kelembaban, penghasil oksigen dan penyerap polutan
(Bawaihaty,dkk. 2014). Di ekosistem
Hutan Hujan Tropis, lumut berperan penting dalam meningkatkan kemampuan hutan
untuk menahan air (water holding capacity) (Bawaihaty,dkk. 2014). Adanya lumut di suatu tempat memberikan
habitat untuk hewan invertebrata (Bawaihaty,dkk. 2014). Tanpanya adanya lumut,
anggrek tidak dapat tumbuh dengan baik (Bawaihaty,dkk. 2014). Selain itu,
tumbuhan tinggi memanfaatkan adanya lumut sebagai media perkecambahan
(Bawaihaty,dkk. 2014). pemanfaatan lumut unutk menyisir kelembaban atmosfir
yaitu untuk menyimpan air agar dapat menjaga keseimbangan air dalam hutan, hal
itu dapat dibuktikan dengan cara yang sederhana yaitu dengan cara memeras lumut
dengan tangan untuk melihat kandungan air yang masih terkandung di dalamnya,
dan ternyata dapat dibuktikan hasil air yang didapatkan dari perasan lumut
tersebut seimbang dengan kondisi ukuran lumut tersebut (Bawaihaty,dkk. 2014).
Selain lumut bisa menjadi penyeimbangan air dapat juga dilihat yaitu lumut
sebagai tumbuhan pioneer atau sebagai tumbuhan perintis, itu dapat dilihat dan
dibuktikan dengan adanya lumut yang tumbuh pada pada lahan yang sudah tidak
sehat karena adanya penebangan liar dengan menggunakan mesin disitu lumut bisa
tumbuh (Bawaihaty,dkk. 2014). Lumut
dapat digunakan sebagai bahan untuk hiasan rumah tangga, obat-obatan, bahan
untuk ilmu pengetahuan dan sebagai indikator biologi untuk mengetahui degradasi
lingkungan (Bawaihaty, 2014). Beberapa contoh lumut yang dapat digunakan
tersebut adalah Calymperes, Campylopus dan Sphagnum (Gradstein
2003). Sphagnum kadang-kadang digunakan sebagai media alternatif untuk
mengerami telur buaya oleh para petani buaya di Philipina. Bahkan dilaporkan
pula penggunaan lumut yang dikeringkan sebagai bahan bakar dan bahan untuk
konstruksi rumah-rumah di daerah-daerah panas tetapi hal ini tidak dapat
diterapkan di wilayah Asia Tenggara (Bawaihaty, 2014). Berdasarkan hasil
penelitian di Cina, lebih dari 40 jenis lumut telah digunakan oleh masyarakat
Cina sebagai bahan obat-obatan terutama untuk mengobati gatal-gatal dan
penyakit lain yang disebabkan oleh bakteri dan jamur (Gradstein 2003). Lumut
bisa menjadi penyeimbangan air dapat juga dilihat yaitu
lumut
sebagai tumbuhan pionir atau sebagai tumbuhan perintis, itu dapat dilihat dan
dibuktikan dengan adanya lumut yang tumbuh pada lahan yang sudah tidak sehat,
karena adanya penebangan liar dengan menggunakan mesin, di situ lumut bisa
tumbuh, lumut biasanya tumbuh pada pohon yang ditebang, lumut juga tumbuh pada
pohon lapuk dan pohon yang sudah mati, akan tetapi kondisi lumut yang tumbuh
disana tidak sesubur dengan kondisi lumut yang tumbuh pada pohon yang masih baik
dan kelembaban suhunya masih terjaga baik seperti pada hutan primer dengan
ketinggian tertentu (Bawaihaty, 2014). Jenis lumut yang biasa tumbuh pada pohon
yang sudah lapuk dan mati adalah jenis lumut Floribundaria dan Vesicularia,
kedua jenis lumut tersebut termasuk dalam kelas Musci (Bawaihaty, 2014).
Lumut sering juga digunakan untuk pertamanan dan rumah kaca. Spagnum merupakan
komponen pembentuk tanah gambut, pengganti kapas dan sebagai bahan bakar (Master,J. 2015). Lumut hati
(Marchantia) sebagai indikator daerah yang lembab dan dipakai obat penyakit
hatIi (hepatitis) (Master,J.
2015). Lumut bersama dengan
algae membentuk liken (lumut kerak) yang merupakan tumbuhan pionir bagi tempat
yang gersang (Master,J.
2015). Di hutan bantalan lumut berfungsi menyerap air hujan dan salju
yang mencair, sehingga mengurangi kemungkinan adanya banjir dan kekeringan di
musim panas. Lumut gambut di rawa
dapat dijadikan sebagai pupuk penyubur tanah (Master,J. 2015). Lumut sendiri memiliki fungsi
sebagai pembangun tanah untuk menyiapkan lahan bagi pertumbuhan organisme lain (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Pada jenis Marchantia
ada beberapa jenis yang bermanfaat sebagai obat radang hati yaitu Marchantia
polymorpha (Rizal, 2016).
Distribusi dan kemelimpahan setiap spesies tumbuhan
lumut terestrial sangat bervariasi,tergantung asosiasi dengan tumbuhan di
sekitarnya (Setyawan dan Sugiyarto, 2001).
Beberpa lumut bersifat kosmopolit, dapat ditemukan
dimana-mana. Lain-lain jenis mempunyai daerah distribusi yang terbatas. Pada
bermacam-macam tempat, misalnya tanah dalam rimba, batu-batu, cadas-cadas,
gambut, kulit pohon, dan lain-lain. Lumut-lumut itu merupakan asosiasi tumbuhan
yang karakteristik.
Penyebaran lumut meliputi banyak tempat antara lain
pada hutan hujan tropis yang terdapat pada tiga benua yaitu Amerika, Asia, dan
Afrika (Bawaihaty, 2014). Pada hutan hujan topis di Asia ditemukan
jenis-jenis lumut sbb:Mitthridium (Calymperaceae), Dicranolomadan
Braunfelsia (Dicranaceae), Macrothamnium (Hylocomiaceae), Cyathophorela
(Hyppoterygiaceae), Aerobryum (Meteoryceae), Homaliondenrom (Neckeraceae),
Pterobyella, Mphysodontella, Rchyloma (Pterobryoideae), Acroporium,
Trismegistia, Trachypodaceae (Graidstein dan Pocs 1990). Secara ekologis
lumut (Bryophyta) berperan penting di dalam fungsi ekosistem. Seperti
lahan gambut sangat tergantung pada lapisan atau tutupan lumut (Mundir, dkk.
Tanpa tahun). Sehingga keberadaan lumut sebagai penutup permukaan tanah juga
memepengaruhi produktivitas, decomposisi serta pertumbuhan komunitas di hutan
(Saw dan Goffinet, 2000).
Peningkatan kekayaan jenis lumut seiring dengan
peningkatan elevasi juga berpengaruh, pernah dilaporkan oleh Graidstein dan
Culmse (2010), Akmal (2012), serta Ariyanti dan Sulistijorini (2011), namun
demikian ada juga penelitian lain yaitu pada ketinggian lebih dari 2300 mdpl
terjadi penurunan kekayaan jenis lumut (Enroth 1990). Pernyataan tersebut dapat
dibuktikan dengan berbedanya jumlah jenis lumut yang lebih banyak di hutan
primer dengan elevasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan di hutan tanaman dan
di hutan kebun buah yang elevasinya lebih rendah. (Bawaihaty, 2014).
Keanekaragaman jenis lumut di Indonesia masih belum banyak
terungkap sehingga hasil penelitian tentang keanekaragaman lumut juga masih
terbatas. Keanekaragaman jenis lumut cenderung dipengaruhi oleh tipe habitat (Adhitya, dkk. 2014).
Habitat yang heterogen memiliki keanekaragaman yang lebih banyak dibandingkan
dengan habitat yang homogen (Adhitya, dkk. 2014). Ada
24.000 spesies Bryophyta yang dikenal, dan semua tumbuhan lumut membutuhkan
kondisi lingkungan yang lembab yang masuk kedalam siklus kehidupan tumbuhan
tersebut (Rizal, 2016). Diketahui bahwa telah teridentifikasi lebih dari 200
jenis lumut yang berada di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, baik yang
termasuk dalam kelompok lumut sejati (mosses), lumut hati maupun lumut
tanduk. Berdasarkan data yang diambil dari Universitas di Singapura total marga
lumut sejati (mosses) yang telah teridentifikasi di Indonesi yaitu
sebanyak 247 marga (Bawaihaty, 2014). Sementara itu keberadaan lumut sejati
tersebut di TNGP terutama di jalur Cibodas Cibeureum telah diteliti mempunyai
jumlah 79 marga atau sepertiga dari seluruh jumlah marga lumut sejati (mosses)
yang berada di Indonesia (Hasan dan Ariyanti 2004).Beberaapa suku lumut yang
terdapat di Indonesia adalah:
Calymperaceae tumbuh tegak
(acrocarpus), mengelompok, jarang menjalar (pleurocarpus) kecuali marga Mitthyridium.
Ujung daun kadang-kadang terdapat reseptakel berbentuk seperti kuncup
(gemma). Sporofit terminal (Windadri, 2007). Beberapa contoh spesies dalam Calymperaceae adalah:
a. Calymperes
afzeli Daun
linear hingga subulate, atau pendek dan berligula; sel-sel lamina rata. Seta
kurang dari 2 mm panjangnya, halus; kapsul tegak, silindris; kaliptra besar dan
persisten. Habitus berukuran agak kecil. Daun panjang, bagian pangkal tegak,
mengkerut dan menggulung jika kering, tepi daun menebal, kosta berakhir sebelum
ujung daun. Sel-sel lamina kecil membundar atau persegi, terdapat sel-sel
kosong yang sangat berbeda bentuknya dengan sel-sel lamina. Ekologi dan
persebaran: Umumnya tumbuh diranting pohon,perakaran yang terbuka, kayu lapuk,
kayu mati dan kadang-kadang di bebatuan lembab di hutan dataran rendah pada
ketinggian 100-800 m di atas permukaan laut. Jenis ini tersebar luas di kawasan
tropis
b. Calymperes
serratum . Daun linear hingga subulate, atau pendek
dan berligula; sel-sel lamina rata. Seta kurang dari 2 mm panjangnya, halus;
kapsul tegak, silindris; kaliptra besar dan persisten.Koloni hijau pudar, tidak
berbatang atau batang sangat pendek, mempunyai percabangan bebas, rhizoid
coklat kemerahan. Daun memita, pangkal pendek melebar, tepi bergigi tidak
beraturan, kosta menonjol dibagian bawah. Sel-sel lamina kecil, berdinding
tebal dengan lumen membundar telur. Sporofit jika ada, panjang setanya 4-6 mm.
Ekologi dan persebaran: Umumnya tumbuh ranting pohon, sebagian besar di hutan
dataran rendah dan jarang ditemukan pada ketinggian lebih dari 1000 m di atas
permukaan laut. Jenis ini tersebar di Afrika tropis, Sri Lanka dan Thailand
hingga Malesia, Polynesia dan Australia bagian utara
c. Mitthyridium
undulatum. Batang
primer menjalar, bercabang tegak, memberkas, hijau atau kekuningan; rhizoid
melimpah. Daun-daun cabang menyebar, lamina bergelombang, berkerut dan keriting
jika kering; pangkalnya terdapat sel-sel jernih, tepi berpembatas lebar,
ujungnya runcing hingga tumpul. Kosta berkembang baik, biasanya berakhir
sebelum ujung daun, halus di bagian pangkal, dan kasar di bagian atas, pita
stereid berkembang baik. Sel-sel lamina bagian atas kecil, transparant,
berpapila banyak. Sel-sel alar berukuran besar, mendominasi pangkal daun,
sel-sel leukosis persegi, berlubang besar di luarnya. Seta ramping, halus;
kapsul silindris. Berukuran medium, lebih kecil dari M. fasciculatum dan
lebih besar dari M. jungquilianum. Panjang cabang mencapai 4 cm. Daun
tersebar tegak jika basah, kadangkadang kaku. Sel-sel lamina bagian atas tidak
beraturan. Sel-sel kosong menempati ¼ - 1/3 panjang daun. Gemma (kuncup) jika
ada terbentuk pada permukaan adaxial kosta. Sporofit jarang ditemukan. Ekologi
dan persebaran: Umum ditemukan mendekati pantai di kawasan Asia Tropis, Malesia
dan Polynesia.
d. Syrrhopodon
spiculosus. Merupakan marga yang heterogen, tumbuh
tegak memberkas, rhizoid muncul di bagian yang lebih tua, tinggi mencapai 10
cm. Batang tipis, sederhana atau bercabang, berwarna gelap. Daun bervariasi,
biasanya ramping, berpembatas, tegak, pangkalnya mengelilingi dan melekat pada
batang, kosta halus atau berpapila, biasanya ditutupi oleh selapis sel-sel
pendek, berakhir pada atau mendekati ujung daun, bagian ujung biasanya
menghasilkan gemma (Kuncup). Sel-sel lamina berkhlorofil sedangkan pembatasnya
terdiri dari sel-sel memanjang, bagian pangkal daun didominasi oleh sel-sel
kosong, berbentuk persegi , jernih, berdinding tipis. Kapsul muncul dari seta
yang tipis dengan bermacam-macam ukuran (biasanya 4-15 mm), silindris, tutup
kapsul tegak, berseludangberparuh; peristom sederhana, terdiri dari 16 gigi,
ramping, berpapila kasar; kaliptra relatif ramping, gugur jika tua. Tumbuhan
berukuran kecil, hijau muda, tinggi mencapai 4 cm. Daun tegak, bagian
pangkalnya tidak berwarna dan ramping, tepinya berpembatas, tepi bagian atas
menggulung, ujung tumpul atau runcing melebar, bergerigi, kosta berakhir di
bawah ujung daun, gemma (kuncup) yang dihasilkan biasanya melimpah. Sel-sel
daun berdinding tebal, persegi, sel-sel pembatas di tepi daun bagian bawah
membentuk pita ramping terdiri dari sel-sel rectangular yang berdinding tebal.
Sporofit jika ada dengan seta 6-10 mm panjangnya, kapsul tegak, silindris.
Ekologi dan persebaran: umumnya tumbuh di batang pohon, ranting atau kayu lapuk
di tempat lembab dan teduh di hutan dataran rendah Daerah persebarannya mulai
dari India dan Sri Lanka hingga Thailand; Kamboja, seluruh Malesia hingga
Polynesia dan Australia bagian utara.
Fissidentaceae Suku
ini hanya mempunyai satu marga yaitu Fissidens. Karakter pokok yang
dimiliki adalah generasi gametofit, terpusat pada daunnya yang tersusun dua
deret (distichous) dan masing-masing mempunyai duplikat daun berbentuk seperti
perahu di sisi adaksialnya, disebut “vaginant lamina”. Adapun marga ini
berperawakan seperti pakis, pucuk tegak atau melengkung horizontal. Daun pipih,
berkosta; tepinya kadang-kadang berpembatas. Sel-sel lamina bervariasi, halus,
berpapila atau bermamila. Seta beberapa atau 2 mm, halus atau berpapila; kapsul
kecil, silindris pendek, tegak atau menggantung, tutupnya berparuh. Peristom
jika tidak mereduksi bergigi ganda jumlahnya 16. Marga ini terdiri dari
beberapa ratus jenis, yang tersebar di seluruh dunia dan ditemukan dalam beberapa
tipe habitat. Dilaporkan bahwa kehadiran marga ini di kawasan Malesia cukup
baik. Beberapa contoh spesies dalam Fissidentaceae adalah:
a. Fissidens
cristatus Tumbuhan hijau kuning hingga coklat emas, sederhana.
Daun melengkung, keriting jika kering, lanset, ujungnya runcing, kadang-kadang
bergigi kasar dan tidak teraturan, kosta kuat dan menonjol, ’vaginant lamina’
menempati 3/5- 2/3 panjang daun. Sel-sel lamina kecil , bermamila, berdinding
tebal, 3-4 deret sel di bagian tepi berukuran lebih besar membentuk pita
marginal. Seta sering lebih dari satu setiap batang, panjang 5 -10 mm, kapsul
berukuran besar untuk genus ini, kadang-kadang merunduk dan tidak simetris.
Ekologi dan persebaran: umumnya ditemukan pada batuan lembab di area
pegunungan, di lokasi penelitian ditemukan tumbuh pada batu cadas di hutan.
Persebarannya: daerah temperate dan kawasan Malesia yang hanya ditemukan di
Jawa dan Filipina.
Hypnaceae Tumbuhan
berukuran kecil hingga agak besar, biasanya mengkilat, menjalar, padat dan
membentuk jalinan. Batang merayap, sering bercabang menyirip atau agak
menyirip. Daun membundar telur atau membundar telur lanset, ujungnya meruncing,
sering melengkung pada satu arah; kosta pendek dan rangkap atau tidak ada.
Sel-sel sebagian besar linear, ujung dinding selnya saling tumpang tindih,
halus atau berpapila; sel-sel alar kecil dan kurang berbeda nyata dengan
sel-sel lainnya. Seta memanjang, ramping, halus; kapsul membulat telur, tidak
simetris, mendatar atau menggantung; peristom biasanya rangkap, tutup kapsul
pendek, kaliptra mengangguk. Beberapa contoh spesies dalam Hypnaceae
adalah:
a. Ctenidium
lychnites Berukuran medium, mengkilat, hijau kekuningan atau
keemasan, membentuk bantalan yang tebal. Batang menjalar, panjang mencapai 4
cm, bercabang menyirip tidak teratur. Daun-daun batang membundar telur,
bercuping pada pangkalnya, melengkung, ujung meruncing, bergerigi kuat dan
tajam. Sel-sel memanjang. Daun-daun cabang lebih kecil, pangkal membundar
telur, ujungnya berduri atau bergerigi tak beraturan. Seta 1,5-2 cm panjangnya,
merah, kapsul besar, membulat telur-silindris,menebal dibagian belakang, tutup
kapsul mengerucut tajam, kaliptra tidak tampak. Ekologi dan persebaran: Umumnya
tumbuh di bebatuan atau batang pohon di Khasia, Nilghiri, dan Ceylon
Meteoriaceae Berperawakan
ramping atau kekar, sering menggantung di pohon dalam masa yang berbulu. Batang
primer berbentuk benang, menjalar, batang sekunder memanjang, membelit,
bercabang, berdaun padat. Daun membundar telur-lanset, meruncing, biasanya
kosta tunggal, ramping, berakhir di bawah ujung daun. Sel-sel memanjang, sering
berpapila. Kapsul ramping dan menonjol di atas seta yang pendek, peristom
rangkap, bertutup pendek, kaliptra kecil, mengangguk. Suku ini terdiri dari
beberapa marga, salah satu diantaranya marga Barbella enervis, Berperawakan
ramping, lembut, coklat muda, mengkilat. Batang sekunder mencapai 20 cm atau
lebih panjangnya, bercabang menyirip, sebagian besar memanjang membentuk
seperti cambuk. Daun bagian bawah tersebar, pipih, membundar lanset, pangkalnya
bercuping, perlahanlahan meramping hingga ujungnya meruncing linear, tak
berkosta, tepi bergigi. Daun-daun cabang berbentuk cambuk lebih pipih, lebih
ramping, ujungnya berbentuk kapiler panjang, sel-selnya berpapila. Sporofit
jarang terlihat. Ekologi dan persebaran: umumnya tumbuh di batangbatang pohon
dan tersebar di Himalaya, Ceylon, Australia, Pulau Lord Howe dan New Caledonia.
Neckeraceae Berperawakan
ramping atau kekar, mengkilat. Batang primer berbentuk benang, menjalar, batang
sekunder tegak atau menggantung,
bercabang menyirip, sangat pipih. Daun rata, sering bergelombang transversal,
ujung pendek, kosta tunggal, jarang rangkap dan pendek. Sel-sel halus, segi
enam membundar ke arah ujung, linear ke arah pangkal. Sporofit lateral, muncul
pada cabang batang sekunder, kapsul dengan peristom rangkap. Beberapa contoh
spesies dalam Neckeraceae adalah:
a.
Homaliodendron exiguum. Berperawakan
seperti pohon. Batang sekunder bercabang ganda atau rangkap tiga dari satu
tangkai berkayu, menyebar, sangat pipih dan kadang-kadang ramping. Daun-daun
tidak bergelombang, bergigi kasar di ujung, spathula membundar, agak rata,
kosta tunggal, halus, berakhir di pertengahan daun. Sel-sel rhomboid, halus,
bagian pangkal lebih memanjang. Seta pendek, kapsul membulat telur- silindris,
peristom rangkap, gigi transversal beralur di bagian bawah, kaliptra kecil,
berbulu. Berperawakan ramping, hijau cerah, jarang memberkas.Batang sekunder
liat, panjang mencapai 5 cm,
percabangan menyebar, cabang pipih, membentuk cambuk di ujungnya. Daun-daun
bagian bawah kecil, pipih, bagian atas melebar, menyebar, pipih. Spatula
melebar, membundar di bagaian atas dan bergigi membulat dipersimpangan
ujungnya, kosta berakhir mendekati pertengahan daun. Sel-sel membundar telur,
halus, dinding sel menebal, perlahan-lahan memanjang ke arah pangkal. Daun-daun
cabang lebih kecil dan lebih membundar. Sporofit jarang ditemukan. Ekologi dan
persebaran: umumnya tumbuh di batang pohon, sering membentuk bantalan kecil di
ranting pohon bersama dengan jenis lainnya, tersebar di Himalaya, Ceylon,
Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Sulawesi,Australia dan New Guinea
b.
Neckeropsis lepineana Berperawakan seperti pohon. Batang sekunder
bercabang ganda atau rangkap tiga dari satu tangkai berkayu, menyebar, sangat
pipih dan kadang-kadang ramping. Daun-daun tidak bergelombang, bergigi kasar di
ujung, spathula membundar, agak rata, kosta tunggal, halus, berakhir di pertengahan
daun. Sel-sel rhomboid, halus, bagian pangkal lebih memanjang. Seta pendek,
kapsul membulat telur- silindris, peristom rangkap, gigi transversal beralur di
bagian bawah, kaliptra kecil, berbulu. Berperawakan kekar, hijau kekuningan,
mengelompok,menggantung. Batang sekunder mencapai 30 cm panjangnya, bercabang
tidak beraturan. Daun bergelombang, ujung bergerigi kecil, kosta pendek dan
halus, berbentuk garpu tidak sama panjang. Sel-sel daun romboid, tebal dinding
sel tidak sama. Sporofit pendek, bercabang lateral, kapsul dengan gigi peristom
berpapila. Ekologi dan persebaran: Umumnya tumbuh di batang pohon atau ranting,
tersebar di Afrika Timur, Malesia, Pulau Pasifik hingga Hawaii
Phyllogoniaceae Sangat mengkilat dengan
cabang menyebar, batang sekunder sangat pipih. Daun kaku, dua deret,
berhadapan, seperti perahu, ujung tumpul, tidak berkosta. Sel-sel linear,
halus. Beberapa contoh spesies dalam Phyllogoniaceae adalah:
a.
Orthorrhynchium phyllogonioides Batang
sekunder tegak, kaku, sederhana, mengkilat, hijau muda, panjang mencapai 4 cm.
Daun tersebar tegak, tepinya rata, mencapai 3 mm panjangnya, berkosta sangat
pendek dan halus. Sel-sel daun linear, kadang-kadang seperti cacing, lebih
pendek dan lebih lebar dibagian pangkal dan ujung daun, sel-sel alar jernih,
lebih kecil dari sel yang lain, terkumpul pada satu sisi. Sporofit jarang
ditemukan. Ekologi dan persebaran: umumnya tumbuh di batang pohon, tersebar di
Jawa, New Guinea dan Pulau Chrismast.
Famili Lejeuneaceae memiliki karakteristik tumbuhan
berwarna hijau, kekuningan, coklat, hitam atau keputih – putihan. Batang tumbuh
merayap hingga ascending atau pendent, menyirip, bercabang dua
atau bercabang tidak teratur, susunan
daun incubous, terbagi menjadi lobe dan lobule (Gradstein et
al., 2001). Ada beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan suku Lejeuneaceae
banyak dijumpai, yaitu Lejeuneaceae merupakan suku dari lumut hati
berdaun yang memiliki jumlah jenis terbesar (Adhitya, dkk. 2014).Memiliki kantung air yang memungkinkannya
dapat beradaptasi untuk menyimpan air dan mengurangi resiko kekeringan,
sehingga menyebabkannya dapat bertahan hidup dengan baik (Adhitya, dkk. 2014).
Pterobryaceae Berperawakan
besar, sering menyerupai pohon. Batang sekunder berkayu, kaku, berdaun pada
pada semua sisinya, sederhana atau bercabang. Daun membundar, meruncing, kosta
tunggal atau rangkap dan pendek. Sel-sel memanjang, incrassate dan porus,
biasanya halus, sel alar sering berkembang baik. Seta biasanya pendek, kapsul
halus, peristom rangkap, tutup berparuh pendek, kaliptra kecil. Beberapa contoh
spesies dalam Pterobryaceae adalah:
a.
Garovaglia plicata Batang
sekunder kaku, hijau keemasan di ujung dan coklat di bawah, panjang mencapai 8
cm, tegak atau melengkung, pipih, biasanya sederhana. Daun mencapai 6mm panjangnya,
membundar telur melebar- melanset,terlipat atau kadang-kadang bergelombang,
bergerigi tajam ke arah ujung. Sel-selnya ramping, elip, berdinding porus,
linear kearah pangkal, sel alar berkembang baik. Daun pelindung beberapa,
kapsul tenggelam, seta sangat pendek. Ekologi dan persebaran: umumnya tumbuh di
batang pohon, tersebar di Sikkim, Filipina, Sumatra, Jawa, Sulawesi dan Seram.
Thuidiaceae Berperawakan
ramping atau kekar, tidak mengkilat. Batang bercabang banyak, sering menyrip
teratur 2 atau 3 kali, biasanya berparafilia. Daun sering dua bentuk, daun
cabang lebih kecil dan terdeferensiasi dengan baik, membundar telur, cekung,
berujung pendek; kosta tunggal, kaku. Sel-sel kecil, membundar, berpapila. Seta
memanjang, halus, kapsul mendatar, peristom rangkap, sempurna, tutup berparuh
mengerucut; kaliptra biasanya berparuh, kadang berpapila atau hispid. Beberapa
contoh spesies dalam Thuidiaceae adalah:
a.
Thuidium investe. Pertumbuhannya
memipih, membentuk jalinan seperti bulu. Batang menjalar, menyirip rangkap dua
atau tiga, dengan parafilia melimpah. Daun dalam dua bentuk; daun batang lebih
besar, melebar, pangkalnya menjantung, meruncing panjang; daun cabang kecil,
membulat cekung, berujung pendek, kosta tunggal, sel-selnya membulat,
berpapila; kapsul biasanya merunduk atau mendatar; tutp kapsul berparuh;
peristom rangkap, sempurna, caliptra cuculate. Berukuran kecil, lembut,
membentuk jalinan berwarna hijau kecoklatan. Batang menjalar, meyirip
ganda,paraphylia kecil, cabang seperti kapiler. Daun daun batang halus,
mebundar telur, meruncing pendek; daun-daun cabang lebih kecil, membulat blunt,
melengkung jika kering; kosta berakhir sebelum ujung daun, seta 1 cm
panjangnya, halus pada bagian bawah, kasar pada bagian atas; kapsul relatif
besar, mendatar, tutup kapsul panjang dan berparuh ramping. Ekologi dan
persebaran: umumnya ditemukan tumbuh di bebatuan dan tersebar di Burma
b.
Thuidium plumulosum Pertumbuhannya
memipih, membentuk jalinan seperti bulu. Batang menjalar, menyirip rangkap dua
atau tiga, dengan parafilia melimpah. Daun dalam dua bentuk; daun batang lebih
besar, melebar, pangkalnya menjantung, meruncing panjang; daun cabang kecil,
membulat cekung, berujung pendek, kosta tunggal, sel-selnya membulat,
berpapila; kapsul biasanya merunduk atau mendatar; tutp kapsul berparuh;
peristom rangkap, sempurna, caliptra cuculate. Koloni membentuk jaringan yang
berbelit-belit , hijau tua. Batang memanjang, keras dan liat, tegak atau
melengkung, bercabang menyirip ganda sangat teratur dan rapi, paraphylia padat,
bermacam-macam bentuk. Daun pada batang tiba-tiba meruncing dari bagian yang
lebar, pangkalnya segitiga-membundar telur, terlipat halus, tepinya melengkung;
kosta berakhir sebagai ujung yang ramping. Daun cabang lebih kecil, membundar
telur, berujung pendek, sel-sel apical dengan 2-3 papila. Sel-sel segi enam tak
beraturan, dengan papilla tunggal diatas lumen. Seta kaku, berpapila, 2.5-3 mm
panjangnya, kapsul menggantung, melengkung, oblong-silindris, peristom besar,
kemerahan, tutup kapsul mengerucut berparuh, kaliptra cuculate. Ekologi dan
persebaran: di kawasan Malesia umumnya ditemukan tumbuh di bagian dasar pohon
(base of tree), kayu mati, dan bebatuan kapur, dominan pada ketinggian kurang
dari 500 m dari permukaan laut.
c.
Thuidium velatum Pertumbuhannya memipih, membentuk jalinan
seperti bulu. Batang menjalar, menyirip rangkap dua atau tiga, dengan parafilia
melimpah. Daun dalam dua bentuk; daun batang lebih besar, melebar, pangkalnya
menjantung, meruncing panjang; daun cabang kecil, membulat cekung, berujung
pendek, kosta tunggal, sel-selnya membulat, berpapila; kapsul biasanya merunduk
atau mendatar; tutp kapsul berparuh; peristom rangkap, sempurna, caliptra
cuculate. Tumbuhan hijau kekuningan, Batang utama memanjang, menjalar, berakar
dan berparafilia, bercabangmenyirip rangkap , teratur, cabang primer tersebar
mendatar, 4-5 cm panjangnya. Daun batang tersebar tegak, ujungnya membentuk
rambut, pangkalnya melebar menjantung, tepi melengkung ke dalam, kosta berakhir
di ujung daun. Daun-daun cabang lebih kecil, membundar telur lebar, ujungnya
pendek, tidak simetris dibagi oleh kosta, bergigi di seluruh , kosta berakhir
sebelum ujung daun. Sel-sel daun persegi atau persegi enam, berpapila tunggal.
Seta 1,5 cm panjangnya, melengkung ujungnya, kapsul mendatar atau merunduk,
membulat telur pendek, tutup dengan satu pemanjangan dari paruh, kaliptra
besar,melonceng. Ekologi dan persebaran: Di kawasan Malesia jenis ini ditemukan
tumbuh dalam hutan dengan substrat berupa ranting pohon, akar, kayu lapuk, dan
batu kapur, pada ketinggian mencapai 1000 m dan dominan di ketinggian kurang
dari 500 m di atas permukaan laut. Daerah persebarannya: Malesia, Siam,
Kepulauan Pasifik hingga Samoa.
Marchantia polymorpha (L.). Berbentuk
lembaran-lembaran dengan daun yang berwarna hijau dan bagian-bagian tepinya
berlekuk seperti kuping, lumut ini tumbuh menggerombol dan tingginya hanya
beberapa sentimeter (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Rhizoid yang berada di bawah
permukaan daunnya berfungsi untuk mengumpulkan zat hara dari tanah. Hanya
terdiri atas rhizoid dan thalus, biasanya tersusun berkelompok (cluster).
Reboulia hemisphaerica (L.) Raddi Lumut
ini termasuk ke dalam lumut hati berthalus. Sering terlihat di tempat-tempat
yang basah dan sangat lembab, misalnya di sepanjang aliran sungai, gunung atau
bukit yang memiliki suhu yang dingin (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Umumnya
tumbuhan epifit di batu atau terrestrial diatas permukaan tanah. Struktur tubuh
gametofitnya hanya terdiri atas rhizoid dan thalus. Rhizoid membantu melekatkan
thalus di atas substrat, biasanya tersusun berkelompok (cluster).
Thalusnya melebar, berwarna hijau terang sammpai hijau tua.
Marchantia streimannii Bischler
Lumut ini termasuk ke dalam lumut hati berthalus. Umumnya tumbuhan epifit di
batu atau terrestrial diatas permukaan tanah (Mundir, dkk. Tanpa tahun).
Struktur tubuh gametofitnya hanya terdiri atas rhizoid dan thalus. Rhizoid
membantu melekatkan thalus di atas substrat, biasanya tersusun berkelompok (cluster).
Aneura sp. Lumut
ini ditemukan di tempat yang lembab, biasanya tumbuh terrestrial menutupi
permukaan tanah (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Merupakan kelompok hati berthalus,
yang struktur tubuhnya hanya terdiri atas hamparan thalus dan melekat di
permukaan tanah dengan bantuan rhizoid. Berwarna hijau, tidak memiliki
midrib/tulang daun.
Marchantia geminata Reinw.,
Blume & Nees Lumut ini ditemukan di tempat yang lembab, biasanya tumbuh
terrestrial menutupi permukaan tanah. Lumut ini termasuk ke dalam lumut hati
berthalus (Mundir, dkk. Tanpa tahun).
Bazzania sp. Lumut
ini termasuk ke dalam lumut hati berdaun, yang tumbuh di atas humus atau
menempel pada batang pohon. Daun tersusun incubous, bentuknya melengkung
dengan ujung tepi daun membulat (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Tidak memiliki
lobul tetapi memiliki daun ventral (underleaf).
Pogonatum neesii (C.Mull.)
Dozy Lumut ini tumbuh tegak di atas
tanah, dan umumnya terrestrial. Tumbuh di tanah dengan campuran pasir dan cadas
(Mundir, dkk. Tanpa tahun). Daunnya linear memanjang, ujungnya runcing, dengan tepi
bergigi. Penyebarab cukup luas banyak ditemui di alam. Banyak digunakan sebagai
penghias taman.
Phaeoceros
laevis (L.) Prosk. Lumut ini termasuk ke dalam lumut
tanduk. Umumnya di tempat yang lembab di atas tanah. Thalusnya membentuk cluster,
percabangan menggarpu, dan thalus tidak memiliki midrib (Mundir, dkk. Tanpa
tahun). Memiliki sporofit berbentuk seperti tanduk. Kapsul memanjang silindris,
tegak lurus terhadap thalus. Ujung kapsul ketika matang akan membelah dua
bagian.
Orthorrhynchium phyllogonioides yang
berperawakan cukup menarik seperti bulu ayam, hijau muda agak mengkilat, tumbuh
di bebatuan lantai hutan Suaka Margasatwa Lambusango. Jenis ini sangat jarang
ditemukan bahkan di Cagar Alam Kakenauwe yang lokasinya berdekatan maupun pada kegiatan eksplorasi flora di
kawasan suaka margasatwa Buton Utara di P. Buton pada tahun 2003 dan 2004 juga
tidak ditemukan(6,7). Jenis ini merupakan “new record” untuk Sulawesi. Hal ini
didasarkan pada laporan sebelumnya bahwa jenis ini hanya tumbuh tersebar di
Jawa, Nugini dan Pulau Chrismast
Phaeoceros sp. Lumut
ini termasuk ke dalam lumut tanduk. Thalusnya membentuk cluster,
percabangan menggarpu, dan thalus tidak memiliki midrib. Memiliki sporofit
berbentuk seperti tanduk (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Kapsul memanjang
silindris, tegak lurus terhadap thalus. Ujung kapsul ketika Dalam kaitan
asosiasi lumut dengan kelompok suku Pandanaceae (Windadri, 2009). Lumut hanya
dijumpai pada beberapa pohon terutama pandan yang tumbuh ditempat lembab dan
teduh (Windadri, 2009).
Homaliodendron scapellifolium lumut
ini berbentuk seperti pohon (Dendron) dengan batang tegak yang bercabang
dikedua sisinya dan merupakan salah satu lumut yang besar dengan panjang 100
mm. batang keras dan menghasilkan batang skunder yang tegak teratur pada setiap
interval. Daunnya berbentuk seperti kipas, berwarna hijau kekuning-kuningan dan
mengkilap, bulat telur tetapi ujungnya begerigi dan tidak simetris, datar,
batang daun tersusun rapi, pada dua sisi, percabangan daun tumpang tindih, dan
padat, tulang daun menempati 2/3 panjang dan kadang bercabang/menggarpu, tepi
daun halus kecuali pada ujungnya (Rizal, 2016)
Bryum billardieri Jenis
lumut ini termasuk salah satu marga Bryum yang mempunyai ukuran besar. Daunnya
berwarna hijau, lebar dengan titik pada ujungnya, tulang daun memanjang sampai
ujung daun dan membentuk seperti susunan seperti bunga mawar. Jika kering semua
daun akan menguncup kearah batang dan tepi daun mempunyai garis keperakan.
Batang daun dari lumut ini tegak, panjangnya hingga 18 mm (Rizal, 2016).
Barbella flagelliferd
Lumut
ini sangat berbeda dengan lumut-lumut yang ditemukan dikawasan wisata air
terjun Dholo. Jenis lumut ini banyak menghasilkan caabang-cabang yang berbentuk
filament panjang dan tegak. Batang lumut ini berbentuk silinder, hijau, panjang
lebih dari 100 mm. Daun melekuk, mempunyai alur yang panjang, mempunyai
flagella yang panjang tulang daun tunggal tetapi tidak nyata (Rizal, 2016).
Leucoloma molle Lumut
ini merupakan lumut yang umum ditemukan dipermukaan batu dan juga kayu. Daunnya
yang sangat halus berwarna hijau keabuabuan, mengkilat, melengkung seperti arit
dan tersusun berbentuk segitiga yang panjangnya hingga 10 mm. Batang
lumut ini silinder dan dapat pula bercabang namun biasanya tunggal. Panjang batangnya
dapat mencapai 40 mm (Rizal, 2016).
Leucobrium javense Lumut
ini merupakan salah satu jenis Leucobryum yang berukuran besar, mencapai
50 mm atau lebih. Batang keras, tegak atau menggantung tergantung kondisi
tempat tumbuh dengan tinggi 6-8 cm. daun tersusun lepas, berwarna hijau
keputuh-putihan dengan permukaan daun berwarna metalik dan halus. Bentuk daun
lanset dan melengkung seperti arit, panjang 15 mm, tepi daun involute dan
halus, jika keadaan basah daun akan mekar dan sangat melengkung jika kering
(Rizal, 2016).
Pallavicinia lyellii Jenis
pallavicinia umumnya dijumpai pada permukaan tanah atau batu di tempat-tempat
ternaungi ditepi jalan dan didekat selokan atau sumber air lainnya. Pallavicinia
lyellii dicirikan dengan talus seperti pita berwarna hijau gelap mengkilap
dan tampak jelas mempunyai midrip. Tekstur talusnya halus dan lebih tipis dari Marchantia
dan dumortiera, tepi talus bergelombang rhizoidnya muncul dari
bagian midrib pada permukaan ventral. Talus yang jantan menghasilkan anteridia
dalam dua barisan sejajar disepanjang midrib pada permukaan ventral maupun
dorsal, sedangkan talus yang betina manghasilkan arkegonium dalam struktur
menyerupai cawan dan muncul agak jauh dari ujung talus. Sporofit lumut ini
mempunyai seta panjang berwarna putih bening agak transparan dengan kapsul
silindris berwarna hitam. Di wisata air terjun Dholo, lumut hati ini dapat
ditemukan hidup bersama dengan jenis lumut hati bertalus lainnya terutama
ditempat-tempat yang lembab dan berair (Rizal, 2016).
Marchantia geminate Lumut
ini termasuk lumut hati berthalus. Tubuhnya tidak mempunyai batang daun. Talus
berbentuk seperti pita pada marchantia umumnya. Dicirikan dengan
pecabangan menggarpu, tampak berdaging dan adanya kuncup eram. Pada permukaan
talus bagian dorsal dapat diamati dengan jelas adanya midrip dan poripori dari
ruang udara dalam talus. Talus bagian ventral akan dijumpai rhizoid dan empat
baris sisiksisik ungu kecoklatan. Organ reproduksinya, baik anteridum maupun
arkegoniumnya, terdapat pada reseptakel bertangkai, sporofitnya berkembang
direseptakel betina. Lumut ini dicirikan oleh reseptakel betina yang terbagi
sangat dalam (lebih dari sepertiga diameternya) membentuk lebih dari 6-11
cuping seperti jejari paying, ujung setiap cuping hanya berlekuk dangkal
(Rizal, 2016).
Plagiochilion opposites Lumut
ini dicirikan oleh daunnya yang tersusun dalam dua baris tersusun berhadapan,
sehingga lumut ini tidak dijumpai daun lateral. Berdasarkan susunan daunnya,
jenis lumut ini dinamakan “opposites” yang berarti berhadapan. Bentuk
daun agak membundar sampai membundar dengan tepi daun dari bagian ke ujung daun
bergigi kasar berbentuk segitiga. Lumut ini berwarna hijau tua sampai
kecoklatan, tumbuh tegak (Rizal, 2016).
Leucobryum aduncum Lumut
ini warna hijau keabuabuan dalam bentuk kelompok yang lepas pada permukaan yang
lembab dan batang pohon. Ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan L.javanse
dengan karakteristik yaitu mempunyai daun yang lanset/panjang (Rizal, 2016).
Hypopterygium tenellum Jenis
lumut ini merupakan jenis lumut kecil yang indah dengan daun seperti
bercabang-cabang. Lumut ini sangat mudah dikenali dengan bentuknya seperti ekor
burung merak sehingga lumut ini dijuluki “Peacock Moss”. Batang lumut
ini panjang dan tidak tegak (menjalar), daunnya berwarna hijau terang,
berbentuk segitiga dan tumpang tindih secara padat (Rizal, 2016).
Ptychanthus striatus Jenis
lumut ini epifit, berwarna hijau gelap atau ketika kering hijau kecoklatan.
Batangnya kaku, bercabang menyirip atau menyirip ganda. Daunnya tiga baris;
daun lateral tersusun incubous, bagian cuping besarnya membentuk bulat telur
dengan ujung runcing dan tepi bergerigi, sel-sel di tengah helaian cuping
mempunyai trigon menjantung, bagian cuping kecilnya berbentuk persegiempat
memanjang dengan 1-3 gigi dibagian ujungnya; daun ventral menyirap, berbentuk
bulat telur atau seperti dengan ujung rata dan tepi bergerigi, tetapi tepi di
bagian lateral rata. Perianth dihasilkan pada cabang pendek, berbentuk bulat
telur berbalik dan memanjang dengan lipatan membentuk alur-alur berjumlah 8-9
(Rizal, 2016).
Hypnodendron sp. umut ini merupakan
salah satu kelompok lumut yang merfologinya menyerupai pohon. Batang tegak,
tidak bercabang atau kadang bercabang pendek. Daun rata dan bersirip dengan
percabangan seperti payung (Rizal, 2016).
Marchantia polymarpha Lumut
ini terlihat epifat pada akar terestrial di permukaan tanah. Tumbuh ditempat
yang basah dan lembab tergolong kedalam lumut hati berdaun dengan beberapa ciri
khusus yang dimiliki oleh marga ini diantaranya memiliki daun ventral
(underlerf) yang lebih besar dibanding daun dorsal. Batangnya tumbuh merayap
dan menjuntai ke bawah. Tapi daun bergigi, setiap gigi tersusun dari 2- 4 sel.
Sel-sel daun membulat atau membentuk heksagocal. Rhizoidnya tumbuh tersebar
dibagian ventral maupun lateral (Rizal, 2016).
Mastigophora diclados Jenis
lumut ini epifit, berwarna hijau kekuningan sampai merah kecoklatan, pada
spesimen kering berwarna coklat, batangnya bercabang menyirip, cabangnya
semakin keujung semakin meruncing, daunnya tersusundalam 3 baris, daun lateral
incubous, daun ventral mempunyai ukuran dan bentuk yang sama dengan daun
lateral yaitu bulat telur berbagi menjadi dua cuping segitiga dengan ujung
runcing,dan tepi daun rata (Rizal, 2016).
Marchantia treubii Marchantia
treubii seperti Marchantia geminata. Reseptakel
jantan dan betina dari kedua jenis ini mirip tetapi jumlah cupit pada marchantia
treubii bervariasi yaitu antara tiga sampai enam cupit (Rizal, 2016).
Dumortiera hirsute Bentuk
lembaran-lembaran dengan daun yang berwarna hijau dan bagian tepinya
berlekuk-lekuk seperti kuping, lumut ini tumbuh menggerombol dan tingginya
hanya beberapa sentimeter. Rhizoid yang berada dibawah dipermukaan daunnya
berfungsi untuk mengumpulkan zat hara dari tanah hanya terdiri atas rhizoid dan
thalus, biasanya tersusun berkelompok (cluster) (Rizal, 2016).
Lumut yang menempel pada bidur ditemukan pada bagian
perakaran, sedang bagian batang dan daun tidak ditemukan. Permukaan akar bidur
pada umumnya kasar dan kadang–kadang retak. Dengan kondisi seperti ini
memungkinkan untuk singgahnya spora atau kuncup (gemma) lumut dan air di
celah-celah retakan. Adanya permukaan perakaran yang retak-retak dan didukung
oleh lingkungan yang lembab serta sinar matahari cukup maka kuncup dan spora
lumut dapat berkecambah dan meneruskan kehidupannya. Sedangkan di bagian batang
dan daun bidur tidak ditemukan lumut karena permukaannya halus dan licin
sehingga tidak memungkinkan singgahnya spora atau kuncup lumut dan air,
meskipun kelembaban sekitarnya mendukung untuk perkecambahannya (Windadri,
2009).
Biological Assessment terkait
lumut masih jarang sekali untuk dilakukan karena lumut dianggap sebagai
organisme yang memiliki status berlimpah sehingga dianggap tidak perlu
dilakukan assessment. Biological Assessment umum dilakukan pada
spesies-spesies yang dianggap terancam kepunahan (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Metode pengukuran biomassa dan mineral
batuan dalam Biological Assessment,
dilakukan dengan cara: biomassa lumut dan mineral batuan dipisahkan
menggunakan metode penyaringan. Kemudian biomassa lumut dikeringkan dalam oven
pada suhu 60 oC hingga beratnya tetap dan partikel pasir disaring menggunakan
kertas Whatman no. 60. Partikel pasir kemudian dibakar dalam furnace pada suhu
900 oC. Terakhir berat dari biomassa lumut dan partikel pasir ditimbang untuk
dibandingkan menghitung indeks konversi tutupan lumut terhadap jumlah pasir
yang dibawa ketika lumut diambil dari batuan (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Metode pemisahan biomassa dan mineral
batuan dengan cara penyaringan masih belum dapat memisahkan biomassa dan
partikel pasir secara sempurna (Purawijaya
dan Priyantika, 2013).
Semakin dalam rhizoid maka semakin besar kerusakan pada batuan yang ditimbulkan
oleh lumut. Rhizoid lumut yang tumbuh pada batuan candi dapat menembus hingga
2-3 milimeter ke dalam batu (Gunawan et al., 2007). Oleh karena itu
partikel pasir akan terbawa oleh rhizoid lumut tersebut dan menyebabkan
kerusakan pada batuan (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Meskipun biomassa
lumut kecil, jika kandungan air pada lumut tinggi maka kelembaban pada batuan
yang akan menjadi tinggi. Tingginya kelembaban pada batuan menyebabkan mineral
batuan yang dapat terdegradasi menjadi lebih banyak (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Lumut merupakan organisme perintis sehingga
tidak terlepas kemungkinan adanya organisme lain yang sudah mulai hidup dan
mempengaruhi biomassa yang terkoleksi sedangkan organisme lain tidak
berkontribusi pada pelapukan batuan (Purawijaya
dan Priyantika, 2013).
Lumut akan
membuar air menjadi air, penuh dengan rumput dan berbau (Arinaldi dan Ferdian,
2013).
Daftar Pustaka
Adhitya, F., N. S. Ariyanti, dan N. R. Djuita. 2014. Keanekaragaman Lumut Epifit pada Gymnospermae Di Kebun Raya Bogor. Floribunda. 4(8): 212-217.
Anonim.
Tanpa Tahun. Chapter II. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20433/4/Chapter%20II.pdf. Diakses pada
29 Mei 2016 pukul 20.35.
Anonim.2007.
Buku
Ajar Taksonomi Tumbuhan. http://janaaha.com/wp-content/uploads/2015/10/Buku-ajar-Taksonomi-Tumbuhan.pdf. Diakses pada
30 Mei 2016 pukul 09.35.
Arinaldi
dan Ferdian. 2013. Pengelolahan Air Lumut dengan Kombinasi Proses Koagulasi dan
Ultrafiltrasi. J. Teknologi Kimia dan
Industri. 2(2): 8-13.
Bawaihaty,N.,
Istomo, dan I. Hilwan. 2014. Keanekaragaman dan Peran Ekologi Bryophyta di Hutan Sesaot Lombok, Nusa
Tenggara Barat. J. Silvikultur Tropika. 5
(1):13-17.
Bidlack,
J. E. And S. H. Jansky. 2008. Stern’s
Introductory Plant Biology 12th Ed. McGraw Hill. New York.p. 381
Master,
J. 2015. Biologi Umum. Jurusan
Biologi FMIPA Universitas Lampung. Lampung.
Mubarokah-S,
A. U. 2015. Iventarisasi BryopsidProgram
Epifit di Hutan Alam Turgo Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi Yogyakarta (Skripsi). Program Studi Biologi Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
Mundir,
M. I., E. Seowati, dan A. M. Santoso. Tanpa tahun. Inventarisasi
Lumut Terestrial di Kawasan Wisata Air Terjun Irenggolo Kabupaten Kediri.
Seminar Nasional X Pendidikan Biologi FKIP UNS.
Postlethwait,
J. H. & J. L. Hopson. 2006. Modern
biology. Holt, Rinehart and Winston. New York. P. 567, 568, 569
Purawijaya,
D. A. Dan G. Priyantika.2013. Biological
Assessment Pertumbuhan Lumut di Candi Borobudur pada Sisi Utara dan Selatan
Lorong 2. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur. 7 (1): 60-65.
Putrika,
A. 2012. Komunitas Lumut Epifit di Kampus
Universitas Indonesia Depok. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Program Pascasarjana Program Studi Biologi. Depok.
Rizal,
M. Inventarisasi Pola Persebaran dan
Keanekaragaman Bryophyta di Kawasan Wisata Dholo, Kabupaten Kediri.
Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri.
Schooley, J.
1997. Introductionto Botany. Delmar
Publisher. Washington.p. 221
Setyawan, A. D. Dan Sugiyarto. 2011. Keanekaragaman Flora Hutan Jobolarangan Gunung Lawu: 1. Cryptogamae. Biodiversitas. 2 (1): 115-122.
Sulistyowati, D.A., L. K. Perwati, dan E. Wiryni.2014. Keanekaragaman Marchantiophyta Epifit Zona
Montana di Kawasan Gunung Ungaran, Jawa Tengah. Bioma. 16 (1): 26-32.
Triyantio, K. 2006. Perbandingan Tool
Untuk Membangun Ontology Berbasis RDF/OWL. (Skripsi). Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Gunadarma. Jakarta.
Windadri,
F. I. 2007. Lumut (Musci) di Kawasan
Cagar Alam Kakenauwe dan Suaka Margasatwa Lambusango, Pulau Buton, Sulawesi
Tenggara. Biodiversitas. 18 (3):
197-203.
Windadri,
F. I. 2009. Keragaman Lumut pada Marga
Pandanus di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. J. Natur Indonesia. 11(2):
89-93. Lumut
Lumut merupakan kumpulan tumbuhan yang tidak punya jaringan
konduksi dan jaringan vaskuler seperti xilem dan floem (Schooley, 1997). Lumut
masih termasuk dalam tumbuhan rendah dan belum memiliki banyak perhatian
(Windadri, 2007). Lumut juga dapat mengabsorbsi air dari udara (Schooley,
1997). Tumbuhan lumut memiliki rhizoid yang berfungsi untuk menetrasi tanah dan
mengambil air. Lumut dapat tumbuh pada berbagai tipe substar (Putrika, 2012). Tumbuhan lumut merupakan suatu
tumbuhan darat yang tubuhnya tidak dapat dibedakan antara akar, batang, daun (Triyantio, 2006). Ada beberapa jenis lumut yang tubuhnya
masih berupa lembaran (Talus) dan ada yang sudah memiliki bagian
tubuh yang mirip dengan akar, batang, daun (Triyantio, 2006). Lumut termasuk golongan tumbuhan tingkat
rendah yang filogenetiknya lebih tinggi dibandingkan dengan algae karena dalam
susunan tubuhnya sudah ada penyesuaian terhadap lingkungan hidup di darat,
gametagium dan sporangiumnya multiseluler, dan perkembangan sporofitnya sudah
membentuk embrio (Anonim2008). Bryophyta merupakan tumbuhan darat, dan yang
tumbuh di air tawar hanya merupakan adaptasi sekunder terhadap kehidupan air.
Sifat ini tercermin dari kenyataan bahwa bryophyta air tetap mempertahankan
sifat yang khas bagi tumbuhan darat, antara lain sporanya mengandung kutin dan
dipencarkan oleh angin (Loveless, 1983: 57). Menurut Tjitrosoepomo (2005)
tumbuhan lumut masih tergolongkan dalam tumbuhan talus dan belum digolongkan ke
dalam tumbuhan kormus.Tumbuhan ini sudah menunjukan diferensiasi yang tegas
antara organ penyerap hara dan organ fotosintetik namun belum memiliki akar dan
daun sejati. Lumut juga belum memiliki pembuluh sejati, penyerap haranya adalah
rizoid dan daun tumbuhan lumut dapat berfotosintesis (Anonim 2008). Lumut
merupakan kelompok tumbuhan yang telah beradaptasi dengan lingkungan darat.
Kelompok tumbuhan ini penyebarannya menggunakan spora dan telah mendiami bumi
semenjak kurang lebih 350 juta tahun yang lalu. Lumut merupakan organisme
autotrof dengan memiliki pigmen klorofil dan karotenoid (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Lumut mempunyai sel-sel dengan plastida
yang menghasilkan klorofil a dan b, bersifat
autotrof, sudah memiliki dinding
sel yang terdiri dari selulosa (Master,J. 2015). Batang lumut (apabila dilihat secara melintang)
:
a.
Selapis sel kulit, beberapa sel
diantaranya membentuk rizoid-rizoid epidermis
b.
Lapisan kulit dalam (korteks), silinder
pusat yang terdiri sel-sel parenkimatik yang memanjang untuk mengangkut air dan
garam-garam mineral; belum terdapat floem dan xilem.
c. Silender
pusat yang terdiri dari sel-sel parenkim yang memanjang dan berfungsi sebagai
jaringan pengangkut (Master,J.
2015).
Daun lumut
memiliki ciri seperti berikut:
a.
tersusun atas satu lapis sel,
b.
sel-sel daunnya kecil, sempit, panjang,
dan mengandung kloroplas yang tersusun seperti jala.
c. hanya
dapat tumbuh memanjang tetapi tidak membesar, karena tidak ada sel berdinding
sekunder yang berfungsi sebagai jaringan penyokong (Master,J. 2015).
Rizoid
terdiri dari selapis sel (Master,J.
2015).
Tumbuhan
lumut memiliki ciri:
a.
Berwarna hijau, karena sel-selnya
memiliki kloroplas (plastida).
b.
Proses pengangkutan air dan zat mineral
di dalam tubuh berlangsung secara difusi dan dibantu oleh aliran sitoplasma.
c.
Hidup di rawa-rawa atau tempat yang
lembab.
d.
Ukuran tinggi tubuh ± 20 cm.
e.
Dinding sel tersusun atas sellulose.
f.
Gametangium terdiri
atas anteredium dan archegoniom.
g.
Daun lumut tersusun atas selapis sel
berukuran kecil mengandung kloroplas seperti jala, kecuali pada ibu
tulang daunnya.
h. Hanya
mengalami pertumbuhan primer dengan sebuah sel pemula berbentuk tetrader
i.
Belum memiliki akar sejati, sehingga
menyerap air dan mineral dalam tanah menggunakan rhizoid.
j.
Rhizoid terdiri
atas beberapa lapis deretan sel parenkim.
k. Sporofit
terdiri
atas kapsul dan seta.
l.
Sporofit yang
ada pada ujung gametofit berwarna hijau dan memiliki klorofil, sehingga
bisa melakukan fotosintesis. (Anonim, Tanpa Tahun).
Gambar 1. Tumbuhan Lumut (Sumber: Hasan dan
Ariyanti, 2004)
Lumut
merupakan organisme yang hidup pada daerah lembab dan umumnya hidup
bersimbiosis dengan organisme lain seperti fungi dan alga (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Lumut
merupakan organisme yang memerlukan
daerah berair karena lumut memerlukan air dalam siklus reproduksinya untuk
membantu proses fertilisasi (Purawijaya dan Priyantika, 2013).
Lumut mengalami siklus hidup diplobiontik dengan
pergantian generasi heteromorfik. Reproduksi lumut memiliki 2 siklus :
Gametofit (menghasilkan sperma atau ovum), sporofit (menghasilkan spora). Pada
tumbuhan lumut terdapat
anteridium
(♂) yang menghasilkan
sperma; arkhegonium (♀) yang menghasilkan ovum.
Berdasarkan letak gametangianya, lumut dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Jika
anteridium dan arkegonium dalam satu individu disebut berumah satu (monoesis)
contoh : lumut daun (Musci ).
b. Jika
dalam satu individu hanya terdapat anteridium atau arkegonium saja disebut
berumah dua (diesis) contoh : lumut hati (Hepaticeae ).
Metagenesis
tumbuhan lumut terjadi dengan proses: Antheridium yang masak akan mengeluarkan
sel-sel sperma, kemudian sel sperma berenang menuju arkhegonium untuk membuahi
ovum (pembuahan terjadi apabila kondisi basah). Ovum yang terbuahai akan tumbuh
sporofit yang tidak mandiri, karena hidupnya masih disokong oleh gametofit.
Sporofit ini bersifat diploid (x = 2n) serta berusia pendek (± 3-6 bulan untuk
mencapai tahap
kemasakan). Sporofit akan
membentuk kapsula yang disebut sporongonium pada bagian ujung. Sporongonium
berisi spora haploid yang dibentuk melalui meiosis. Sporongonium yang masak
akan mengeluarkan atau melepaskan spora. Spora tumbuh menjadi suatu berkas yang
disebut dengan protonema, berkas ini akan tumbuh meluas dan pada tahap tertentu
akan menumbuhkan gametofit baru. Kapsul merupakan tempat dihasilkannya spora
melalui meiosis. Setelah spora masak dan dibebaskan dari dalam
kapsul berarti satu siklus hidup telah lengkap (Hasan dan Ariyanti, 2004).
Gambar
1. Metagenesis tumbuhan lumut.
Gambar
2. Gametofit pada lumut.
Selain pembiakan dengan spora, pada lumut tersdapat
pula pembiakan vegetatif dengan kuncup eram, yang terjadi dengan bermacam-macam
cara pada protonema, talus atau bagian-bagian lain pada tubuh lumut. Kuncup
eram dapat melepaskan diri dari induknya dan tumbuh menjadi individu baru.
Selain dari itu, semua bagian tubuh lumut jika dipotong menunjukkan daya
regenerasi yang sangat besar. Daun-daun mempunyai rusuk tengah, terdiri atas
satu atau beberapa lapis sel (terutama dekat rusuk tengah, selalu terdiri atas satu atau beberapa lapis
sel), tetapi belummemperlihatkan adanya daging daun (mesofil). Sebagian
tumbuhan lumut telah mempunyai semacam liang udara yang berguna untuk
pertukaran gas, jadi mempunyai fungsi seperti stoma pada tumbuhan tinggi.
Gametangium biasanya dilindungi oleh daun-daun
khusus yang disebut bract (daun pelindung) atau oleh tipe struktur
pelindung lainnya (Mishler et al., 2003). Gametangium jantan (antheredium)
berbentuk bulat atau seperti gada, sedangkan gametogonium betinanya
(arkegonium) berbentuk seperti botol dengan bagian lebar disebut perut dan
bagian yang sempit disebut leher. Gametangia jantan dan betina dapat
dihasilkan pada tanaman yang sama (monoceous) atau pada tanaman berbeda
(dioceous) (Gradstein, 2003). Arkegonium adalah gametangium betina yang
bentuknya seperti botol. bagian yang lebar disebut perut, dan bagian yang
sempit leher.
Dalam skala evolusi lumut berada diantara ganggang
hijau dan tumbuhan berpembuluh (tumbuhan paku dan tumbuhan berbiji)
(Bawaihaty,dkk. 2014). Persamaan antara ketiga tumbuhan tersebut adalah
ketiganya mempunyai pigmen fotosintesis berupa klorofil A dan B, dan pati
sebagai cadangan makanan utama (Hasan dan Ariyanti 2004). Perbedaan mendasar
antara ganggang dengan lumut dan tumbuhan berpembuluh telah beradaptasi dengan
lingkungan darat yang kering dengan mempunyai organ reproduksi (gametangium dan
sporangium), selalu terdiri dari banyak sel (multiselluler) dan
dilindungi oleh lapisan sel-sel mandul, zigotnya berkembang menjadi embrio dan
tetap tinggal di dalam
gametangium
betina. Oleh karena itu lumut dan tumbuhan berpembuluh pada umumnya merupakan
tumbuhan darat tidak seperti ganggang yang kebanyakan aquatik (Tjitrosoepomo,
1989). Lumut dapat dibedakan dari tumbuhan berpembuluh terutama karena lumut
(kecuali Polytrichales) tidak mempunyai sistem pengangkut air dan makanan.
Selain itu lumut tidak mempunyai akar sejati, lumut melekat pada substrat
dengan menggunakan rhizoid. Siklus hidup lumut dan tumbuhan berpembuluh juga
berbeda (Hasandan Ariyanti, 2004).Tumbuhan lumut merupakan kelompok terbesar
kedua setelah tumbuhan berbunga (350.000 jenis) dan diperkirakan jumlahnya di
dunia ada 15.000–25.000 jenis (Adhitya,
dkk. 2014). Perbedaan mendasar antara ganggang dengan lumut dan tumbuhan
berpembuluh telah beradaptasi dengan lingkungan darat yang kering dengan
mempunyai organ reproduksi (gametangium dan sporangium), selalu
terdiri dari banyak sel (multiselluler) dan dilindungi oleh lapisan
sel-sel mandul, zigotnya berkembang menjadi embrio dan tetap tinggal di dalam gametangium
betina. Oleh karena itu lumut dan tumbuhan berpembuluh pada umumnya
merupakan tumbuhan darat tidak seperti ganggang yang kebanyakan aquatik
(Tjitrosoepomo, 1989).
Lumut dapat dibedakan dari tumbuhan berpembuluh
terutama karena lumut (kecuali Polytrichales) tidak mempunyai sistem
pengangkut air dan makanan. Selain itu lumut tidak mempunyai akar sejati, lumut
melekat pada substrat dengan menggunakan rhizoid. Siklus hidup lumut dan
tumbuhan berpembuluh juga berbeda (Hasan dan Ariyanti 2004). Tumbuhan
berpembuluh, di alam merupakan generasi aseksual (sporofit), sedangkan generasi
gametofitnya sangat tereduksi. Sebaliknya pada lumut, sporofit lumut sangat
tereduksi dan selama perkembangannya melekat dan tergantung pada gametofit
(Polunin 1990).
Tumbuhan lumut lazim terdapat pada pohon, batu, kayu
gelondongan dan di tanah. Pada setiap bagian di dunia lumut hampir terdapat di
setiap habitat kecuali di laut (Bawaihaty,dkk. 2014). Loveless (1990) mengatakan lumut tumbuh subur
pada lingkungan yang lembab, khususnya di hutan-hutan tropis dan di tanah hutan
daerah iklim sedang yang lembab (Bawaihaty,dkk. 2014).
Faktor iklim seperti suhu udara, kelembaban udara dan
intensitas cahaya akan mempengaruhi persebaran, komposisi dan kemelimpahan
lumut (Putrika, 2012). Lumut ditemukan pada area yang terkena cahaya sedikit
dan lembab (Bawaihaty,dkk. 2014). Menurut Damayanti (2006) intensitas cahaya berpengaruh terhadap suhu
dan kelembaban, yaitu semakin rendah intensitas cahaya yang sampai ke permukaan
bumi, maka suhu akan semakin rendah dan kelembaban semakin tinggi
(Sulistyowati, dkk. 2014). Peningkatan
elevasi akan mempengaruhi persebaran lumut (Bawaihaty,dkk. 2014). Suhu lingkungan mempengaruhi persebaran lumut
dan peningkatan elevasi akan menyebabkan penurunan dari suhu lingkungan
tersebut tipis (Bawaihaty,dkk. 2014). Tumbuhan lumut pada umumnya hidup pada
tempat yang lembab dengan suhu yang rendah (Sulistyowati, dkk. 2014). Asakawa
(2007) melaporkan bahwa lumut hidup pada lingkungan yang lembab dan akan tumbuh
optimal pada suhu berkisar 15–25 oC, serta dengan kelembaban udara di atas 50% (Adhitya, dkk. 2014). Kelembaban
udara lingkungan lumut mempengaruhi persebarannya dikarenakan lapisan kutikula
lumut sangat tipis (Bawaihaty,dkk. 2014). Menurut Mujiono (2002), lumut dapat hidup pada
kisaran kelembaban antara 70% - 98%
(Sulistyowati, dkk. 2014). Tumbuhan lumut merupakan taksa dengan
kebutuhan air cukup tinggi (Setyawan dan Sugiyarto, 2001).Tingkat kelembaban
batu dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan kelembaban udara sehingga secara
tidak langsung, intensitas cahaya dan kelembaban udara berpengaruh terhadap
biomassa lumut (Ryan et al., 2012).
Bignal
et al. (2008) melaporkan bahwa pada daerah kota atau daerah yang dekat
dengan sumber polusi dengan konsentrasi asap yang tinggi sudah tidak ditemukan
keragaman lumut yang sempurna lagi, itu di karenakan lumut dapat menyerap
polutan melalui permukaan daun dan mengakumulasinya di dalam sel (Bawaihaty,dkk.
2014). Kondisi lumut di pinggir jalan dengan kondisi lumut di dalam hutan
berbeda, kalau lumut di dalam hutan lebih sehat dibandingkan dengan kondisi
lumut yang tumbuh di kawasan pinggir jalan, itu sebabnya lumut bisa dijadikan
sebagai indikator pencemaran lingkungan (Bawaihaty,dkk. 2014).
Lumut merupakan satu kelompok tumbuhan yang umumnya menyukai
lingkungan lembab, teduh dan realtif bersih, sehingga pada tempat-tempat yang
sangat terbuka dan panas serta lingkungan kurang bersih jarang ditemukan kelompok
tumbuhan ini daun (Uji dan Windadri, 2007). Lumut hanya ditemukan pada
lokasi-lokasi dengankerapatan pohon dan kelembaban cukup tinggi, teduh serta
lokasi bertopografi datar.
Adapun
beberapa substrat yang menjadi habitat bagi lumut adalah batuan, tanah mineral,
tanah asam, sisi sungai, tanah berhumus, batang kayu, ranting kayu, dan
lain-lain (Purawijaya dan Priyantika, 2013)
Lumut
epifit merupakan tumbuhan yang sensitif pada perubahan lingkungan (Putrika,
2012). Lumut epifit merupakan lumut yang memiliki habitat pohon atau belukar.
Pertumbuhan lumut sangat tergantung spesies tumbuhan inang (Setyawan dan
Sugiyarto, 2001). Lumut merupakan kelompok tumbuhan epifit yang banyak ditemukan
tumbuh di batang pohon, kayu mati, kayu lapuk, tanah, atau batuan, dengan
kondisi lingkungan lembab dan penyinaran yang cukup (Windadri, 2009). Tekstur
kulit pohon kemungkinan besar merupakan faktor penting yang ikut mempengaruhi
distribusi lumut epifit (Adhitya,
dkk. 2014). Gradstein & Culmsee (2010) melaporkan bahwa batang pohon
yang berkulit kasar memiliki jumlah jenis lumut epifit yang lebih banyak
dibandingkan dengan batang pohon yang berkulit halus (Adhitya, dkk. 2014).Apriana (2010), yang
meneliti tentang lumut hati pada Angiospermae, menemukan bahwa jenis
lumut epifit lebih sering dijumpai pada bagian timur, sedangkan pada penelitian
Junita (2010) juga di Angiospermae, jenis lumut sejati epifit lebih
sering dijumpai pada pohon bagian barat dengan persentase penutupan dan jumlah
jenis lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain. Dalam penelitian Mežaka &
Znotina (2006) dilaporkan bahwa jumlah jenis lumut epifit lebih sering pada
arah selatan dibandingkan arah lainnya. Banyaknya lumut pada arah mata angin
tersebut dikarenakan pada arah selatan jarang terkena cahaya matahari dan lebih
lembab, selain itu posisinya bertolak belakang dengan arah utara yang lebih
banyak terkena cahaya matahari yang membuatnya menjadi lebih kering. Friedel et
al. (2006) dan Ariyanti et al. (2008) menyebutkan bahwa banyak jenis
lumut menyukai tempat yang ternaungi dan kelembaban yang tinggi (Adhitya, dkk. 2014). Lumut
lebih banyak dijumpai pada bagian pangkal pohon 0–100 cm (10 jenis) daripada
bagian pohon yang lebih tinggi 100–200 cm (8 jenis) (Gambar 4). Pada penelitian
Apriana (2010) dan Junita (2010) didapatkan hasil yang sama, bahwa lumut lebih
banyak dijumpai pada bagian tersebut. Hal ini dikarenakan pada pangkal pohon
terdapat banyak humus atau dekat dengan tanah, sehingga jenis-jenis lumut yang
tumbuh di tanah dapat juga tumbuh di pangkal pohon (Adhitya, dkk. 2014)
Tumbuhan lumut terbagi menjadi Lumut Hati, Lumut
Tanduk dan Briopita (Schooley, 1997). Pada kebanyakan lumut thalloid selain rhizoid
juga dijumpai sisik-sisik. Sporofit pada kelompok lumut ini hidupnya hanya
sebentar, lunak dan tidak berklorofil. Spora yang telah masak dikeluarkan dari
kapsul dengan cara kapsul pecah menjadi 4 bagian memanjang atau lebih
(Gradstein 2003).
Talus gametofit lumut hati memiliki percabangan dikotom dengan
lebar 2 cm dan panjang 4-6 cm (Schooley, 1997). Seluruh lumut hati hidup dengan
merebah ke tanah, dengan demikian tumbuhan ini langsung mengabsorbsi air di
tanah (Postlethwait and Hopson,2006). Gametofit lumut hati mempunyai struktur
morfologi bervariasi. Ada 2 tipe lumut hati yaitu lumut hati bertalus (thallose
liverwort) dan lumut hati berdaun (leafy liverwort). Lumut hati
melekat pada substrat denganrhizoid uniselluler (Hasan & Ariyanti
2004). Crandall-Stotler et al. (2009), membedakan Divsi Marchantiophyta menjadi
3 kelas yaitu Haplomitriopsida, Marchantiopsida, dan Jungermaniopsida. Kelas Jungermaniopsida terdiri
dari subkelas Pelliidae, Metzgeriidae, Jungermanniidae. Sub kelas
Jungermanniidae merupakan kelas yang memiliki jenis lumut hati terbanyak
(Sulistyowati, dkk. 2014). Menurut Hasan dan Ariyanti, (2004) ada 2 tipe
lumuthati yaitu lumut hati bertalus (thallose liverwort) dan lumut hati
berdaun (leafy liverwort). Lumut hati melekat pada substrat dengan rhizoid
uniselluler (Sulistyowati, dkk. 2014). Lumut Hati berthalus memiliki suatu
talus yang dikotomus bercabang dan umumnya terdiri dari beberapa sel tebal
(Sulistyowati, dkk. 2014). Jaringan
(dorsal) atas bersifat longgar, yang dihasilkan dari ruang udara internal, dan
umumnya memiliki pori-pori (Sulistyowati, dkk. 2014). Permukaan bawah (perut) biasanya memiliki dua
jenis rhizoid, yaitu halus dan dengan tonjolan serta biasanya memiliki sisik
(Glime, 2006). Lumut hati berdaun memiliki rhizoid yang terdiri atas 1 sel
(uniseluler), berfungsi sebagai alat untuk melekatkan diri pada substrat.
Beberapa spesies memiliki 2 – 3 baris daun yang melekat pada batang, terbagi
atas dua baris daun dorsal (lobe), satu baris daun ventral (under
leaf) yang biasanya memiliki ukuran lebih kecil daripada daun dorsal, atau
bahkan tidak ada (Sulistyowati, dkk. 2014). Pada beberapa spesies, daunnya memiliki
modifikasi membentuk cuping yang disebut lobule. Lobule adalah perluasan daun yang bisa menangkap atau menampung air yang berada di bagian ventral
(Damayanti, 2006). Lumut hati dapat dibedakan dari semua bryoflora lainnya
karena secara umum memproduksi oil
body yang berfungsi untuk melindungi sel dari kekeringan (Sulistyowati,
dkk. 2014). Jika keadaan kering, oil body ini akan pecah (Suire, 2000).
Lumut hati berdaun/ Leafy liverworts (kelas Jungermaniopsida) merupakan
mayoritas jenis dari lumut hati dan secara morfologi merupakan kelompok yang memiliki keanekaragaman tinggi.
Jenis morfologi yang beranekaragam pada kelompok ini kemungkinkan dapat bertoleransi pada berbagai
macam habitat, sehingga jenis dari kelompok ini mempunyai distribusi yang luas
(He-Nygre, et al. 2006). Lumut hati (Hepatophyta) dengan 9000 spesies
(Rizal, 2016). Hepaticae banyak ditemukan tumbuh pada habitat berupa batang dan
ranting-ranting pepohonan serta daun (Uji dan Windadri, 2007). Kebanyakan lumut
hati hidup di tempat-tempat yang basah, oleh sebab itu tubuhnya mempunyai
struktur yang higromorf. Bentuk lain jarang ditemukan meskipun ada pula
yang terdapat pada tempat-tempat yang amat kering, misalnya pada kulit-kulit
pohon, di atas tanah atau cadas, sehingga tubuhnya perlu mempunyai struktur yang
xeromorf. Dan karena hidupnya di atas daun lumut tadi merupakan satu
bentuk ekologi yang khusus yang dinamakan epifil.
Bangsa Marchantiales. Sebagian
lumut hati yang tergolong dalam bangsa ini mempunyai susunan talus yang agak
rumit. Sebagai contoh Marchantia polymorpha. Talus seperti pita ± 2 cm,
lebarnya, agak tebal berdaging, bercabang-cabang menggarpu, dan mempunyai satu
rusuk tengah yang tidak begitu jelas menonjol. Pada sisi bawah talus terdapat
selapis sel-sel yang menyerupai daun yang dinamakan sisiksisik perut atau
sisik-sisik vertal. Dinding liang itu terdiri atas 4 cincin, masing-masing
cincin terdiri atas empat sel.
Bangsa jungermaniales. Lumut
hati yang kebanyakan kecil hidup di atas tanah atau batang-batang pohon, di
daerah tropika juga sebagai efifit pada daun pohon-pohonan dalam hutan. Bangsa
ini meliputi 90 % dari semua Hepaticae. Bentuk-bentuk tubuh yang masih
sederhana sangat menyerupai Marchantia, talus berbentuk pita, sempit dan
bercabang-cabang mennggarpu. Kebanyakan Jungermaniales telah mempunyai
semacam batang yang bercabang-cabang banyak dan tumbuh dorsivental. Selain dua
baris bagian-bagian serupa daun-daun yang kesamping tadi, seingkali terdapat sederetan
bagian-bagina semacam daun lagi yang terletak pada sisi bawah, dan dinamakan
daundaun perut atau amfigastrium. Perkembangan anteridium dan
perkembangan permulaan embrionya sedikit menyimpang dari cara-cara yang telah
kita kenal pada hepaticae. Pada jurgermaniales yang tubuhnya bersifat talus,
arkegoniumnya diliputi oleh periketium yang dikelilingi oleh bagin-bagian yang
mempunyai bentuk yang khusus, seperti pada bunga tumbuhan tinggi (Angiospermae)
bagian itu disini juga dinamakan periantium. Menurut duduknya sporangium, Jungermniales
dibedakan dalam tiga suku: Suku anacrogynaceae ujung talus tidak ikut
mengambil bagian dalam pembetukan arkegonium; sporogonium terdapat pada sisi
punggung, dan pada beberapa jenis diliputi oleh periketium yangtergolong di
sini antara lain:
-
Pelia epiphilla, talus menyerupai marchantia, hidup di atas tanah yang
basah.
-
Metzgeria furcata, talus berbentuk pita sempit , bercabang-cabang
menggarpu , hidup pada batang pohon atau juga batu padas.
-
Metzgeria conjugate
-
Blasia pusilla, talus lebar, mempunyai rusuk tengah, pada tepi talusnya
mulai tampak terbentuknya alat-alat sepeti daun.
Gambar 5. Lumut Hati
serta bagian-bagiannya
Filum
Anthocerophyta tumbuh pada lingkungan yang lembab dan tertutup kanopi atau
tidak terkena cahaya secara langsung (Postlethwait and Hopson,2006). Lumut
tanduk memiliki bentuk tipis dan panjang sporofit seperti tanduk yang tumbuh di
atas tumbuhan (Postlethwait and Hopson,2006). Talus tanpa sporofit, tanduk akan
terlihat seperti talus (Postlethwait and Hopson,2006). Sporofit akan tertutup
kutikula dan memiliki stomata (Postlethwait and Hopson,2006). Anthoceropsida
atau lumut tanduk mempunyai gametofit bertalus dengan sporofit indeterminate
dan berklorofil. Berbeda dengan bryophyta lainnya, selsel talus Anthocerpsida
mempunyai satu kloroplas besar pada masing-masing selnya. Kapsul berbentuk
silindris memanjang dimulai dari bagian ujung kapsul (Hasan dan Ariyanti 2004).
Anthoceropsida atau lumut tanduk mempunyai gametofit bertalus dengan
sporofit indeterminate dan berklorofil. Berbeda dengan bryophyta lainnya,
sel-sel talus Anthocerpsida mempunyai satu kloroplas besar pada
masing-masing selnya. Kapsul berbentuk silindris memanjang dimulai dari bagian
ujung kapsul (Hasan dan Ariyanti, 2004). lumut tanduk (Anthocerotopyhta)
hanya 500 spesies (Rizal, 2016). Bangsa ini hanya memuat beberapa marga yang
biasanya dimauki dalam satu suku kerja, yaitu suku Anthocerotaceae. Berlainan
dengan golongan mulut hati lainnya, sporogonium Anthocerotales mempunyai
susunan dalam yang lebih rumit. Gametofit mempunya talus bentuk cakram denga
tepi bertoreh, biasanya melekat pada tanah denga perantara rizoid-rizoid.
Susunan talusnya masih sederhana. Sel-sel hanya mempunyai satu kloroplas
sel-sel ganggang. Sporogonium tidak bertangkai, mempunya bentuk seperti buah
polongan. Sepanjang poros bujurnya terdapat jaringan yang terdiri atas deretan
sel-sel mandul yang dinamakan kolumela. Kolumela itu diselubungi oleh
jaringan yang kemudian akan menghaislkan spora yang disebut arkespora.
Selain spora arkespora juga menghasilkan sel-sel mandul yang dinamakan elatera.
Anthocerotales hanya terdiri atas satu suku, yaitu Anthocerataceae, yang
mencakup antara lain Anthoceros leavis, A.fusiformis, Notothylus valvata.
Gambar 6. Lumut Tanduk
Bryopsida
dikenal
sebagai lumut daun atau lumut sejati, merupakan kelas yang terbesar dalam bryophyta.
Filum Bryophyta merupakan tumbuhan pioner karena tumbuhan yang menempati suatu
tempat untuk pertama kali (Postlethwait and Hopson,2006). Filum Bryophyta
selanjutnya mengumpulkan materi inorganik dan organik pada permukaan batu
(Postlethwait and Hopson,2006). Adanya kumpulan materi inorganik dan organik
akan menyediakan lapisan tanah untuk pertumbuhan tumbuhan lainnya (Postlethwait
and Hopson,2006). Filum Bryophyta pada
gametofit, ‘daun’ tidak memiliki jaringan mesofil, stomata, vein seperti tumbuhan tingkat tinggi
(Bidlack and Jansky, 2008). Talus briofita tidak berlobus ataupun bercabang
(Bidlack and Jansky, 2008). Hampir semua anggotanya mempunyai gametofit yang
telah terdifferensiasi sehingga dapat dibedakan bentuk-bentuk seperti
batang, cabang dan daun. Sporofit bryopsida berumur panjang, berwarna
kecokelatan terdiri atas kaki yang berfungsi untuk menyerap nutrien dari gametofit,
dan kapsul yang disangga oleh suatu tangkai disebut seta. Spora masak
dibebaskan dari kapsul setelah operculum (struktur semacam tutup pada
kapsul) membuka secara perlahan-lahan melalui satu atau dua baris gigi-gigi
yang disebut peristom. Takakiopsida hanya mempunyai satu marga
yaitu Takakia, dikenal sebagai suatu kelompok baru Bryopsida. Takakiopsida
mempunyai ciri-ciri gabungan antara lumut sejati dan lumut hati (Mishler et
al., 2003). Lumut daun disebut juga lumut sejati karena tubuhnya berbentuk
tumbuhan kecil dengan bagian akar, batang, dan daun yang dapat dibedakan dengan
jelas (Triyantio, 2006). Lumut daun hidup
berkelompok membentuk hamparan tebal seperti beludru (Triyantio, 2006). Yang termasuk lumut daun adalah Polytrichum
dan Sphagnum (Triyantio, 2006). Lumut daun (Bryopsida)
memiliki 12.000-14.500 spesies dan 670 genus (Semple, 1999). Lumut daun
meliputi kurang lebih 12.000 jenis yang mempunyai daerah agihan yang sangat
luas. Lumut daun dapat tumbuh di atas tanah gundul yang periodik mengalami masa
kekeringan, bahkan di atas pasir yang bergerakpun dapat tumbuh. Selanjutnya
lumut ini dapat kita jumpai di antar rerumputan, di atas batu cadas, pada
batang batang dan cabang cabang pohon, di rawa-rawa, jarang di dalam air.
Mengingat tempat tumbuhnya yang bermacam-macam itu, maka tubuhnya pun
memeperlihatkan struktur yang bermacam-macam pula. Kebanyakan lumut daun suka
tempat yang basah, tetapi ada pula yang tumbuh di tempat yang kering. Beberapa
jenis diantaranya dapat sampai berbulan-bulan menahan kekeringan dengan tidak
mengalami kerusakan, bahkan ada yang tahan kekeringan sampai bertahun-tahun. Di
tempat-tempat yang kering lumut itu membentuk badan berupa bantalan, sedangkan
yang hidup di tanah hutan,membentuk lapisan seperti permadani. Dalam hutan
dipegunungan daerah tropika batang dan cabang-cabang pohon penuh dengan lumut
yang menempel, berupa lapisan yang kadang-kadang sangat tebal dan karena
basahnya selalu mengucurkan air. Hutan demikian itulah yang disebut hutan
lumut, yang sering juga disebut hutan kabut, karena hutan itu hampir selalu
diselimuti kabut ( elfin forest ). Di daerah gambut lumut dapat menutupi
areal yang luasnya sampai ribuan km kuadrat, demikian pula di daerah tundra di
sekitar Kutub Utara. Lumut daun yang tenggelam jarang kita temukan. Lumut yang
membentuk bantalan karena tidak berakar hampir-hampir tidak mengisap air dari
tanah, bahkan melindungi tanah itu terhadap penguapan air yang terlalu besar.
Spora lumut daun di tempat yang cocok berkecambah merupakan protonema, yang
terdiri atas benang-benang berwarna hijau, bersifat fototrop positif, banyak
bercabang-cabang, dan dengan mata biasa kelihatan seperti hifa cendawan yang
berwarna hijau. Protonema itu mengeluarkan rizoidrizoid yang tidak berwarna,
terdiri atas banyak sel dengan sekat-sekat miring, bersifat fototrop negatif,
masuk ke dalam tanah dan bercabang-cabang. Rizoid telah mulai terbentuk pada
pembelahan spora yang pertama pada sisi yang tidak terkena cahaya. Jika cukup
mendapat cahaya, pada protonema lalu terbentuk kuncup yang akan berkembang
menjadi tumbuhan lumut. Kuncup mula-mula berupa penonjolan- penonjolan ke
samping dari sel-sel bawah pada suatu cabang protonema. Setelah kuncup itu
merupakan 1 – 2 sel tangkai, maka dalam sel ujungnya lalu terjadi sel serupa
pyramid, karena terbentuknya sekat - sekat yang miring. Sel-sel bentuk pyramid
itulah yang seterusnya merupakan sel pemula yang meristematik. Sel itu tiap
kali memisahkan suatu segmen sebagai sel-sel anakan baru, dan akhirnya
berkembanglah tumbuhan lumutnya. Jika banyak terbentuk kuncup-kuncup demikian
tadi , maka tumbuhan lumut seringkali tersusun seperti dalam suatu rumpun.
Tumbuhan lumut daun selalu dapat dibedakan dalam bagianbagian berupa batang
dengan daun-daun. Di samping itu terdapat rizoid-rizoid untuk melekat pada
substrat. Pada Musci alat-alat kelamin terkumpul pada ujung batang atau
pada ujung cabang-cabangnya, dan dikelilingi oleh daun-daun yang letaknya
paling atas. Daun-daun itu kadang-kadang mempunyai bentuk dan susunan yang
khusus dan seperti pada Jungermaniales juga dinamakan periantium.
Kemudian alat-alat kelamin itu dikatakan bersifat banci atau berumah satu, jika
dalam kelompok itu terdapat baik arkegonium mauoun anteridium, dan dinamakan
berumah dua jika kumpulan arkegonium dan anteridium terpisah tempaynya. Di
antara alat-alat kelamin dalam kelompok itu biasanya terdapat sejumlah
rambut-rambut yang terdiri atas banyak sel dan dapat mengeluarkan suatu cairan.
Seperti pada tubuh buah Fungi rambut-rambut steril itu dinamakan parafisis.
Pada Musci tertentu yang berumah dua, tumbuhan jantan hanya kecil saja,
dan setelah pembentukan beberapa daun, segera menghasilkan anteridium. Pada Buxbaumia
aphylla tumbuhan jantan hanya berbentuk satu daun yang tidak berklorofil
dan ergulung seperti bola,sedang tumbuhan betina mempunyai banyak daun. Juga
spora yang dihasilkan tumbuhan jantan, serinykali lebih lebih kecil daripada
spora yang dihasilkan oleh tumbuhan tumbuhan. Muncullah dengan ini peristiwa heterospori
yang kita jumpai pada beberapa golongan Pteridophyta.
Musci
dibedakan dalam 3 bangsa :
Bangsa
Andreaeales Bangsa ini hanya memuat satu suku, yaitu
suku Andreaeaceae, dengan satu marga Andreaea. Protonema berbentuk pita
yang bercabang-cabang. Kapsul spora mula mula diselubungi oleh kaliptra yang
bentuknya seperti kopiyah bayi. Jika sudah masak pecah dengan 4 katup-katup.
Kolumela diselubungi oleh jaringan sporogen. Contoh- contoh : Andreaea
petrophila, A. rupestris.
Bangsa
Sphagnales ( lumut gambut ) Bangsa ini hanya
terdapat satu suku Sphagnaceae dan satu marga Sphagnum. Marga ini
meliputi sejumlah besar jenis lumut yang kebanyakan hidup di tempat-tempat yang
berawa-rawa dan membentuk rumpun atau bantalan, yang dari atas tiap-tiap tahun
tampak bertambah luas, sedang bagian-bagian bawah yang ada dalam air mati dan
berubah menjadi gambut. Protonema tidak berbentuk benang, melainkan merupakan
suatu badan berbentuk daun kecil, tepinya bertoreh-toreh dan hanya terdiri atas
selapis sel saja. Batangnya banyak bercabang-cabang: cabang-cabang muda tumbuh
tegak dan memebentuk roset pada ujungnya. Daun daun yang sudah tua terkulai dan
menjadi pembalut bagian bawa batang. Suatu cabang di bawah puncuk tumbuh sama
cepat dengan induk batang, sehingga kelihatan seperti batang lumut itu
bercabang menggarpu. Karena batang dari bawah mati sedikit demi sedikit, maka
cabang-cabang akhirnya merupakan tumbuhan yang terpisah-pisah. Kulit batang Sphagnum
terdiri atas selapis sel-sel yang telah mati dan kosong. Jaringan kulit
bersifat seperti sepon, dapat menghisap banyak air. Dinding yang membujur
maupun yang melintang mempunyai liang-liang yang bulat. Juga dalam daunnya
terdapat sel-sel yang menebal bentuk cincin atau spiral dan merupakan idioblas
diantara sel-sel lainnya yang membentuk susunan seperti jala, terdiri atas
sel-sel hidup, berbentuk panjang dan mengandung banyak klorofil. Susunan yang
merupakan aparat kapilar itu berguna untuk memenuhi keperluan akan air dan
garam makanan. Cabang-cabang batang ada yang mempunyai bentuk dan warna khusus,
yaitu cabang yang menjadi pendukung alat-alat kelamin.
Cabang-cabang tumbuhan jantan mempunyai anteridium yang bulat
dan bertangkai
di ketiak ketiak daunnya. Cabang tumbuhan betina mempunyai arkegonium pada ujungnya. Cabang
pendukung arkegonium itu tidak mempunyai sel pemula yang berbentuk limas pada
ujungnya, jadi seperti lumut hati, dan berbeda dengan lumut daun umumnya.
Sporangium hanya berbentuk tangkai pendek dengan kaki yang membesar, dan sampai
lama diselubingi oleh dinding arkegonium. Akhirnya dinding arkegonium itu pecah
pada kaki sporangium. Kapsul spora berbentuk bulat, di dalamnya terdapat
kolumela berbentuk setengah bola yang diselubungi oleh jaringan sporogen.
Arkespora pada Sphagnum tidak berasal dari endotesium, tetapi berasal
dari lapisan terdalam amfitesium. Kapsul spora mempunyai tutup yang akan membuka,
jika spora sudah masak. Sporangium dengan kakinya yang melebar dan merupakan
haustorium terdapat dalam suatu perpanjangan ujung batang. Sehabis pembuahan,
kaki lalu memanjang seperti tangkai dan dinamakn pseudopodium.Contohcontoh
lumut gambut ialah Sphagnum fimbriatum, S. squarrosum, S. acutifolium.
Bangsa Bryales Sebagian besar
lumut daun tergolong dalam bangsa ini. Pada bangsa ini kapsul sporanyatelah
mencapai diferensiasi yang palimg mendalam. Sporangiumnya mempunyai suatu
tangkai yang elastis, yang dinamakn seta. Tangkai dengan kaki
sporangiumnya tertanam dalam jaringan tumbuhan gametofitnya. Pada ujung tangkai
terdapat kapsul sporanya yang bersifat radial atau dorsiventral dan mula-mula
diselubungi oleh kaliptra. Kaliptra ini berasal dari bagian atas dinding
arkegonium. Dengan bentangnya sporangium, dinding arkegonium akhirnya terpisah
pada bagian perut arkegonium tadi, dan sebagai tudung ikut terangkat oleh
sporangium yang memanjang itu. Leher dindimg arkegonium segera menjadi kering
dan merupakan puncak kaliptra. Jadi sel-sel yang emnyusun kaliptra tidak
merupakan sel-sel diploid akan tetapi terdiri atas sel-sel gametofit yang
haploid. Sel-sel kaliptra yang masih memperoleh zat-zat makanan dari
sporangium, dapat berkembang terus dan menghasilkan rambut-rambut yang
menyerupai benang-benang protonema dengan pertumbuhan yang terbatas. Pada jenis
lumut-lumut tertentu ( antara lain pada warga Funaria ) kaliptra melebar
seperti perut dan berguna sperti penimbun air bagi sporangium yang amsih muda.
Bagian atas seta dinamakan apofisis. Pada jenis-jenis lumut tertentu
apofisis mempunyai bentuk dan warna yang khusus. Menurut poros bujurnya kapsul
spora itu mempunyai jaringan kolumela. Ruang spora berbentuk tabung
mengelilingi jaringan kolumela itu. Kolumela dan ruang spora dikelilingi oleh
ruang antar sel yang terdapat di dalam jaringan dinding kapsul spora.
Gambar 7. Lumut Daun
Pada famili Plagiochila memiliki oil body yang
berfungsi untuk melindungi sel dari
kekeringan. Pada famili Frullaniaceae dan famili Lejeuneaceae memiliki lobule
yang berfungsi sebagai kantung air untuk absorpsi, penyimpanan air, dan
untuk mengurangi resiko kekeringan sehingga dapat bertahan hidup dengan baik
(Gradstein & Pocs 1989).
Lumut memiliki fungsi sebagai peresap air,
mempertahankan kelembaban, penghasil oksigen dan penyerap polutan
(Bawaihaty,dkk. 2014). Di ekosistem
Hutan Hujan Tropis, lumut berperan penting dalam meningkatkan kemampuan hutan
untuk menahan air (water holding capacity) (Bawaihaty,dkk. 2014). Adanya lumut di suatu tempat memberikan
habitat untuk hewan invertebrata (Bawaihaty,dkk. 2014). Tanpanya adanya lumut,
anggrek tidak dapat tumbuh dengan baik (Bawaihaty,dkk. 2014). Selain itu,
tumbuhan tinggi memanfaatkan adanya lumut sebagai media perkecambahan
(Bawaihaty,dkk. 2014). pemanfaatan lumut unutk menyisir kelembaban atmosfir
yaitu untuk menyimpan air agar dapat menjaga keseimbangan air dalam hutan, hal
itu dapat dibuktikan dengan cara yang sederhana yaitu dengan cara memeras lumut
dengan tangan untuk melihat kandungan air yang masih terkandung di dalamnya,
dan ternyata dapat dibuktikan hasil air yang didapatkan dari perasan lumut
tersebut seimbang dengan kondisi ukuran lumut tersebut (Bawaihaty,dkk. 2014).
Selain lumut bisa menjadi penyeimbangan air dapat juga dilihat yaitu lumut
sebagai tumbuhan pioneer atau sebagai tumbuhan perintis, itu dapat dilihat dan
dibuktikan dengan adanya lumut yang tumbuh pada pada lahan yang sudah tidak
sehat karena adanya penebangan liar dengan menggunakan mesin disitu lumut bisa
tumbuh (Bawaihaty,dkk. 2014). Lumut
dapat digunakan sebagai bahan untuk hiasan rumah tangga, obat-obatan, bahan
untuk ilmu pengetahuan dan sebagai indikator biologi untuk mengetahui degradasi
lingkungan (Bawaihaty, 2014). Beberapa contoh lumut yang dapat digunakan
tersebut adalah Calymperes, Campylopus dan Sphagnum (Gradstein
2003). Sphagnum kadang-kadang digunakan sebagai media alternatif untuk
mengerami telur buaya oleh para petani buaya di Philipina. Bahkan dilaporkan
pula penggunaan lumut yang dikeringkan sebagai bahan bakar dan bahan untuk
konstruksi rumah-rumah di daerah-daerah panas tetapi hal ini tidak dapat
diterapkan di wilayah Asia Tenggara (Bawaihaty, 2014). Berdasarkan hasil
penelitian di Cina, lebih dari 40 jenis lumut telah digunakan oleh masyarakat
Cina sebagai bahan obat-obatan terutama untuk mengobati gatal-gatal dan
penyakit lain yang disebabkan oleh bakteri dan jamur (Gradstein 2003). Lumut
bisa menjadi penyeimbangan air dapat juga dilihat yaitu
lumut
sebagai tumbuhan pionir atau sebagai tumbuhan perintis, itu dapat dilihat dan
dibuktikan dengan adanya lumut yang tumbuh pada lahan yang sudah tidak sehat,
karena adanya penebangan liar dengan menggunakan mesin, di situ lumut bisa
tumbuh, lumut biasanya tumbuh pada pohon yang ditebang, lumut juga tumbuh pada
pohon lapuk dan pohon yang sudah mati, akan tetapi kondisi lumut yang tumbuh
disana tidak sesubur dengan kondisi lumut yang tumbuh pada pohon yang masih baik
dan kelembaban suhunya masih terjaga baik seperti pada hutan primer dengan
ketinggian tertentu (Bawaihaty, 2014). Jenis lumut yang biasa tumbuh pada pohon
yang sudah lapuk dan mati adalah jenis lumut Floribundaria dan Vesicularia,
kedua jenis lumut tersebut termasuk dalam kelas Musci (Bawaihaty, 2014).
Lumut sering juga digunakan untuk pertamanan dan rumah kaca. Spagnum merupakan
komponen pembentuk tanah gambut, pengganti kapas dan sebagai bahan bakar (Master,J. 2015). Lumut hati
(Marchantia) sebagai indikator daerah yang lembab dan dipakai obat penyakit
hatIi (hepatitis) (Master,J.
2015). Lumut bersama dengan
algae membentuk liken (lumut kerak) yang merupakan tumbuhan pionir bagi tempat
yang gersang (Master,J.
2015). Di hutan bantalan lumut berfungsi menyerap air hujan dan salju
yang mencair, sehingga mengurangi kemungkinan adanya banjir dan kekeringan di
musim panas. Lumut gambut di rawa
dapat dijadikan sebagai pupuk penyubur tanah (Master,J. 2015). Lumut sendiri memiliki fungsi
sebagai pembangun tanah untuk menyiapkan lahan bagi pertumbuhan organisme lain (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Pada jenis Marchantia
ada beberapa jenis yang bermanfaat sebagai obat radang hati yaitu Marchantia
polymorpha (Rizal, 2016).
Distribusi dan kemelimpahan setiap spesies tumbuhan
lumut terestrial sangat bervariasi,tergantung asosiasi dengan tumbuhan di
sekitarnya (Setyawan dan Sugiyarto, 2001).
Beberpa lumut bersifat kosmopolit, dapat ditemukan
dimana-mana. Lain-lain jenis mempunyai daerah distribusi yang terbatas. Pada
bermacam-macam tempat, misalnya tanah dalam rimba, batu-batu, cadas-cadas,
gambut, kulit pohon, dan lain-lain. Lumut-lumut itu merupakan asosiasi tumbuhan
yang karakteristik.
Penyebaran lumut meliputi banyak tempat antara lain
pada hutan hujan tropis yang terdapat pada tiga benua yaitu Amerika, Asia, dan
Afrika (Bawaihaty, 2014). Pada hutan hujan topis di Asia ditemukan
jenis-jenis lumut sbb:Mitthridium (Calymperaceae), Dicranolomadan
Braunfelsia (Dicranaceae), Macrothamnium (Hylocomiaceae), Cyathophorela
(Hyppoterygiaceae), Aerobryum (Meteoryceae), Homaliondenrom (Neckeraceae),
Pterobyella, Mphysodontella, Rchyloma (Pterobryoideae), Acroporium,
Trismegistia, Trachypodaceae (Graidstein dan Pocs 1990). Secara ekologis
lumut (Bryophyta) berperan penting di dalam fungsi ekosistem. Seperti
lahan gambut sangat tergantung pada lapisan atau tutupan lumut (Mundir, dkk.
Tanpa tahun). Sehingga keberadaan lumut sebagai penutup permukaan tanah juga
memepengaruhi produktivitas, decomposisi serta pertumbuhan komunitas di hutan
(Saw dan Goffinet, 2000).
Peningkatan kekayaan jenis lumut seiring dengan
peningkatan elevasi juga berpengaruh, pernah dilaporkan oleh Graidstein dan
Culmse (2010), Akmal (2012), serta Ariyanti dan Sulistijorini (2011), namun
demikian ada juga penelitian lain yaitu pada ketinggian lebih dari 2300 mdpl
terjadi penurunan kekayaan jenis lumut (Enroth 1990). Pernyataan tersebut dapat
dibuktikan dengan berbedanya jumlah jenis lumut yang lebih banyak di hutan
primer dengan elevasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan di hutan tanaman dan
di hutan kebun buah yang elevasinya lebih rendah. (Bawaihaty, 2014).
Keanekaragaman jenis lumut di Indonesia masih belum banyak
terungkap sehingga hasil penelitian tentang keanekaragaman lumut juga masih
terbatas. Keanekaragaman jenis lumut cenderung dipengaruhi oleh tipe habitat (Adhitya, dkk. 2014).
Habitat yang heterogen memiliki keanekaragaman yang lebih banyak dibandingkan
dengan habitat yang homogen (Adhitya, dkk. 2014). Ada
24.000 spesies Bryophyta yang dikenal, dan semua tumbuhan lumut membutuhkan
kondisi lingkungan yang lembab yang masuk kedalam siklus kehidupan tumbuhan
tersebut (Rizal, 2016). Diketahui bahwa telah teridentifikasi lebih dari 200
jenis lumut yang berada di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, baik yang
termasuk dalam kelompok lumut sejati (mosses), lumut hati maupun lumut
tanduk. Berdasarkan data yang diambil dari Universitas di Singapura total marga
lumut sejati (mosses) yang telah teridentifikasi di Indonesi yaitu
sebanyak 247 marga (Bawaihaty, 2014). Sementara itu keberadaan lumut sejati
tersebut di TNGP terutama di jalur Cibodas Cibeureum telah diteliti mempunyai
jumlah 79 marga atau sepertiga dari seluruh jumlah marga lumut sejati (mosses)
yang berada di Indonesia (Hasan dan Ariyanti 2004).Beberaapa suku lumut yang
terdapat di Indonesia adalah:
Calymperaceae tumbuh tegak
(acrocarpus), mengelompok, jarang menjalar (pleurocarpus) kecuali marga Mitthyridium.
Ujung daun kadang-kadang terdapat reseptakel berbentuk seperti kuncup
(gemma). Sporofit terminal (Windadri, 2007). Beberapa contoh spesies dalam Calymperaceae adalah:
a. Calymperes
afzeli Daun
linear hingga subulate, atau pendek dan berligula; sel-sel lamina rata. Seta
kurang dari 2 mm panjangnya, halus; kapsul tegak, silindris; kaliptra besar dan
persisten. Habitus berukuran agak kecil. Daun panjang, bagian pangkal tegak,
mengkerut dan menggulung jika kering, tepi daun menebal, kosta berakhir sebelum
ujung daun. Sel-sel lamina kecil membundar atau persegi, terdapat sel-sel
kosong yang sangat berbeda bentuknya dengan sel-sel lamina. Ekologi dan
persebaran: Umumnya tumbuh diranting pohon,perakaran yang terbuka, kayu lapuk,
kayu mati dan kadang-kadang di bebatuan lembab di hutan dataran rendah pada
ketinggian 100-800 m di atas permukaan laut. Jenis ini tersebar luas di kawasan
tropis
b. Calymperes
serratum . Daun linear hingga subulate, atau pendek
dan berligula; sel-sel lamina rata. Seta kurang dari 2 mm panjangnya, halus;
kapsul tegak, silindris; kaliptra besar dan persisten.Koloni hijau pudar, tidak
berbatang atau batang sangat pendek, mempunyai percabangan bebas, rhizoid
coklat kemerahan. Daun memita, pangkal pendek melebar, tepi bergigi tidak
beraturan, kosta menonjol dibagian bawah. Sel-sel lamina kecil, berdinding
tebal dengan lumen membundar telur. Sporofit jika ada, panjang setanya 4-6 mm.
Ekologi dan persebaran: Umumnya tumbuh ranting pohon, sebagian besar di hutan
dataran rendah dan jarang ditemukan pada ketinggian lebih dari 1000 m di atas
permukaan laut. Jenis ini tersebar di Afrika tropis, Sri Lanka dan Thailand
hingga Malesia, Polynesia dan Australia bagian utara
c. Mitthyridium
undulatum. Batang
primer menjalar, bercabang tegak, memberkas, hijau atau kekuningan; rhizoid
melimpah. Daun-daun cabang menyebar, lamina bergelombang, berkerut dan keriting
jika kering; pangkalnya terdapat sel-sel jernih, tepi berpembatas lebar,
ujungnya runcing hingga tumpul. Kosta berkembang baik, biasanya berakhir
sebelum ujung daun, halus di bagian pangkal, dan kasar di bagian atas, pita
stereid berkembang baik. Sel-sel lamina bagian atas kecil, transparant,
berpapila banyak. Sel-sel alar berukuran besar, mendominasi pangkal daun,
sel-sel leukosis persegi, berlubang besar di luarnya. Seta ramping, halus;
kapsul silindris. Berukuran medium, lebih kecil dari M. fasciculatum dan
lebih besar dari M. jungquilianum. Panjang cabang mencapai 4 cm. Daun
tersebar tegak jika basah, kadangkadang kaku. Sel-sel lamina bagian atas tidak
beraturan. Sel-sel kosong menempati ¼ - 1/3 panjang daun. Gemma (kuncup) jika
ada terbentuk pada permukaan adaxial kosta. Sporofit jarang ditemukan. Ekologi
dan persebaran: Umum ditemukan mendekati pantai di kawasan Asia Tropis, Malesia
dan Polynesia.
d. Syrrhopodon
spiculosus. Merupakan marga yang heterogen, tumbuh
tegak memberkas, rhizoid muncul di bagian yang lebih tua, tinggi mencapai 10
cm. Batang tipis, sederhana atau bercabang, berwarna gelap. Daun bervariasi,
biasanya ramping, berpembatas, tegak, pangkalnya mengelilingi dan melekat pada
batang, kosta halus atau berpapila, biasanya ditutupi oleh selapis sel-sel
pendek, berakhir pada atau mendekati ujung daun, bagian ujung biasanya
menghasilkan gemma (Kuncup). Sel-sel lamina berkhlorofil sedangkan pembatasnya
terdiri dari sel-sel memanjang, bagian pangkal daun didominasi oleh sel-sel
kosong, berbentuk persegi , jernih, berdinding tipis. Kapsul muncul dari seta
yang tipis dengan bermacam-macam ukuran (biasanya 4-15 mm), silindris, tutup
kapsul tegak, berseludangberparuh; peristom sederhana, terdiri dari 16 gigi,
ramping, berpapila kasar; kaliptra relatif ramping, gugur jika tua. Tumbuhan
berukuran kecil, hijau muda, tinggi mencapai 4 cm. Daun tegak, bagian
pangkalnya tidak berwarna dan ramping, tepinya berpembatas, tepi bagian atas
menggulung, ujung tumpul atau runcing melebar, bergerigi, kosta berakhir di
bawah ujung daun, gemma (kuncup) yang dihasilkan biasanya melimpah. Sel-sel
daun berdinding tebal, persegi, sel-sel pembatas di tepi daun bagian bawah
membentuk pita ramping terdiri dari sel-sel rectangular yang berdinding tebal.
Sporofit jika ada dengan seta 6-10 mm panjangnya, kapsul tegak, silindris.
Ekologi dan persebaran: umumnya tumbuh di batang pohon, ranting atau kayu lapuk
di tempat lembab dan teduh di hutan dataran rendah Daerah persebarannya mulai
dari India dan Sri Lanka hingga Thailand; Kamboja, seluruh Malesia hingga
Polynesia dan Australia bagian utara.
Fissidentaceae Suku
ini hanya mempunyai satu marga yaitu Fissidens. Karakter pokok yang
dimiliki adalah generasi gametofit, terpusat pada daunnya yang tersusun dua
deret (distichous) dan masing-masing mempunyai duplikat daun berbentuk seperti
perahu di sisi adaksialnya, disebut “vaginant lamina”. Adapun marga ini
berperawakan seperti pakis, pucuk tegak atau melengkung horizontal. Daun pipih,
berkosta; tepinya kadang-kadang berpembatas. Sel-sel lamina bervariasi, halus,
berpapila atau bermamila. Seta beberapa atau 2 mm, halus atau berpapila; kapsul
kecil, silindris pendek, tegak atau menggantung, tutupnya berparuh. Peristom
jika tidak mereduksi bergigi ganda jumlahnya 16. Marga ini terdiri dari
beberapa ratus jenis, yang tersebar di seluruh dunia dan ditemukan dalam beberapa
tipe habitat. Dilaporkan bahwa kehadiran marga ini di kawasan Malesia cukup
baik. Beberapa contoh spesies dalam Fissidentaceae adalah:
a. Fissidens
cristatus Tumbuhan hijau kuning hingga coklat emas, sederhana.
Daun melengkung, keriting jika kering, lanset, ujungnya runcing, kadang-kadang
bergigi kasar dan tidak teraturan, kosta kuat dan menonjol, ’vaginant lamina’
menempati 3/5- 2/3 panjang daun. Sel-sel lamina kecil , bermamila, berdinding
tebal, 3-4 deret sel di bagian tepi berukuran lebih besar membentuk pita
marginal. Seta sering lebih dari satu setiap batang, panjang 5 -10 mm, kapsul
berukuran besar untuk genus ini, kadang-kadang merunduk dan tidak simetris.
Ekologi dan persebaran: umumnya ditemukan pada batuan lembab di area
pegunungan, di lokasi penelitian ditemukan tumbuh pada batu cadas di hutan.
Persebarannya: daerah temperate dan kawasan Malesia yang hanya ditemukan di
Jawa dan Filipina.
Hypnaceae Tumbuhan
berukuran kecil hingga agak besar, biasanya mengkilat, menjalar, padat dan
membentuk jalinan. Batang merayap, sering bercabang menyirip atau agak
menyirip. Daun membundar telur atau membundar telur lanset, ujungnya meruncing,
sering melengkung pada satu arah; kosta pendek dan rangkap atau tidak ada.
Sel-sel sebagian besar linear, ujung dinding selnya saling tumpang tindih,
halus atau berpapila; sel-sel alar kecil dan kurang berbeda nyata dengan
sel-sel lainnya. Seta memanjang, ramping, halus; kapsul membulat telur, tidak
simetris, mendatar atau menggantung; peristom biasanya rangkap, tutup kapsul
pendek, kaliptra mengangguk. Beberapa contoh spesies dalam Hypnaceae
adalah:
a. Ctenidium
lychnites Berukuran medium, mengkilat, hijau kekuningan atau
keemasan, membentuk bantalan yang tebal. Batang menjalar, panjang mencapai 4
cm, bercabang menyirip tidak teratur. Daun-daun batang membundar telur,
bercuping pada pangkalnya, melengkung, ujung meruncing, bergerigi kuat dan
tajam. Sel-sel memanjang. Daun-daun cabang lebih kecil, pangkal membundar
telur, ujungnya berduri atau bergerigi tak beraturan. Seta 1,5-2 cm panjangnya,
merah, kapsul besar, membulat telur-silindris,menebal dibagian belakang, tutup
kapsul mengerucut tajam, kaliptra tidak tampak. Ekologi dan persebaran: Umumnya
tumbuh di bebatuan atau batang pohon di Khasia, Nilghiri, dan Ceylon
Meteoriaceae Berperawakan
ramping atau kekar, sering menggantung di pohon dalam masa yang berbulu. Batang
primer berbentuk benang, menjalar, batang sekunder memanjang, membelit,
bercabang, berdaun padat. Daun membundar telur-lanset, meruncing, biasanya
kosta tunggal, ramping, berakhir di bawah ujung daun. Sel-sel memanjang, sering
berpapila. Kapsul ramping dan menonjol di atas seta yang pendek, peristom
rangkap, bertutup pendek, kaliptra kecil, mengangguk. Suku ini terdiri dari
beberapa marga, salah satu diantaranya marga Barbella enervis, Berperawakan
ramping, lembut, coklat muda, mengkilat. Batang sekunder mencapai 20 cm atau
lebih panjangnya, bercabang menyirip, sebagian besar memanjang membentuk
seperti cambuk. Daun bagian bawah tersebar, pipih, membundar lanset, pangkalnya
bercuping, perlahanlahan meramping hingga ujungnya meruncing linear, tak
berkosta, tepi bergigi. Daun-daun cabang berbentuk cambuk lebih pipih, lebih
ramping, ujungnya berbentuk kapiler panjang, sel-selnya berpapila. Sporofit
jarang terlihat. Ekologi dan persebaran: umumnya tumbuh di batangbatang pohon
dan tersebar di Himalaya, Ceylon, Australia, Pulau Lord Howe dan New Caledonia.
Neckeraceae Berperawakan
ramping atau kekar, mengkilat. Batang primer berbentuk benang, menjalar, batang
sekunder tegak atau menggantung,
bercabang menyirip, sangat pipih. Daun rata, sering bergelombang transversal,
ujung pendek, kosta tunggal, jarang rangkap dan pendek. Sel-sel halus, segi
enam membundar ke arah ujung, linear ke arah pangkal. Sporofit lateral, muncul
pada cabang batang sekunder, kapsul dengan peristom rangkap. Beberapa contoh
spesies dalam Neckeraceae adalah:
a.
Homaliodendron exiguum. Berperawakan
seperti pohon. Batang sekunder bercabang ganda atau rangkap tiga dari satu
tangkai berkayu, menyebar, sangat pipih dan kadang-kadang ramping. Daun-daun
tidak bergelombang, bergigi kasar di ujung, spathula membundar, agak rata,
kosta tunggal, halus, berakhir di pertengahan daun. Sel-sel rhomboid, halus,
bagian pangkal lebih memanjang. Seta pendek, kapsul membulat telur- silindris,
peristom rangkap, gigi transversal beralur di bagian bawah, kaliptra kecil,
berbulu. Berperawakan ramping, hijau cerah, jarang memberkas.Batang sekunder
liat, panjang mencapai 5 cm,
percabangan menyebar, cabang pipih, membentuk cambuk di ujungnya. Daun-daun
bagian bawah kecil, pipih, bagian atas melebar, menyebar, pipih. Spatula
melebar, membundar di bagaian atas dan bergigi membulat dipersimpangan
ujungnya, kosta berakhir mendekati pertengahan daun. Sel-sel membundar telur,
halus, dinding sel menebal, perlahan-lahan memanjang ke arah pangkal. Daun-daun
cabang lebih kecil dan lebih membundar. Sporofit jarang ditemukan. Ekologi dan
persebaran: umumnya tumbuh di batang pohon, sering membentuk bantalan kecil di
ranting pohon bersama dengan jenis lainnya, tersebar di Himalaya, Ceylon,
Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Sulawesi,Australia dan New Guinea
b.
Neckeropsis lepineana Berperawakan seperti pohon. Batang sekunder
bercabang ganda atau rangkap tiga dari satu tangkai berkayu, menyebar, sangat
pipih dan kadang-kadang ramping. Daun-daun tidak bergelombang, bergigi kasar di
ujung, spathula membundar, agak rata, kosta tunggal, halus, berakhir di pertengahan
daun. Sel-sel rhomboid, halus, bagian pangkal lebih memanjang. Seta pendek,
kapsul membulat telur- silindris, peristom rangkap, gigi transversal beralur di
bagian bawah, kaliptra kecil, berbulu. Berperawakan kekar, hijau kekuningan,
mengelompok,menggantung. Batang sekunder mencapai 30 cm panjangnya, bercabang
tidak beraturan. Daun bergelombang, ujung bergerigi kecil, kosta pendek dan
halus, berbentuk garpu tidak sama panjang. Sel-sel daun romboid, tebal dinding
sel tidak sama. Sporofit pendek, bercabang lateral, kapsul dengan gigi peristom
berpapila. Ekologi dan persebaran: Umumnya tumbuh di batang pohon atau ranting,
tersebar di Afrika Timur, Malesia, Pulau Pasifik hingga Hawaii
Phyllogoniaceae Sangat mengkilat dengan
cabang menyebar, batang sekunder sangat pipih. Daun kaku, dua deret,
berhadapan, seperti perahu, ujung tumpul, tidak berkosta. Sel-sel linear,
halus. Beberapa contoh spesies dalam Phyllogoniaceae adalah:
a.
Orthorrhynchium phyllogonioides Batang
sekunder tegak, kaku, sederhana, mengkilat, hijau muda, panjang mencapai 4 cm.
Daun tersebar tegak, tepinya rata, mencapai 3 mm panjangnya, berkosta sangat
pendek dan halus. Sel-sel daun linear, kadang-kadang seperti cacing, lebih
pendek dan lebih lebar dibagian pangkal dan ujung daun, sel-sel alar jernih,
lebih kecil dari sel yang lain, terkumpul pada satu sisi. Sporofit jarang
ditemukan. Ekologi dan persebaran: umumnya tumbuh di batang pohon, tersebar di
Jawa, New Guinea dan Pulau Chrismast.
Famili Lejeuneaceae memiliki karakteristik tumbuhan
berwarna hijau, kekuningan, coklat, hitam atau keputih – putihan. Batang tumbuh
merayap hingga ascending atau pendent, menyirip, bercabang dua
atau bercabang tidak teratur, susunan
daun incubous, terbagi menjadi lobe dan lobule (Gradstein et
al., 2001). Ada beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan suku Lejeuneaceae
banyak dijumpai, yaitu Lejeuneaceae merupakan suku dari lumut hati
berdaun yang memiliki jumlah jenis terbesar (Adhitya, dkk. 2014).Memiliki kantung air yang memungkinkannya
dapat beradaptasi untuk menyimpan air dan mengurangi resiko kekeringan,
sehingga menyebabkannya dapat bertahan hidup dengan baik (Adhitya, dkk. 2014).
Pterobryaceae Berperawakan
besar, sering menyerupai pohon. Batang sekunder berkayu, kaku, berdaun pada
pada semua sisinya, sederhana atau bercabang. Daun membundar, meruncing, kosta
tunggal atau rangkap dan pendek. Sel-sel memanjang, incrassate dan porus,
biasanya halus, sel alar sering berkembang baik. Seta biasanya pendek, kapsul
halus, peristom rangkap, tutup berparuh pendek, kaliptra kecil. Beberapa contoh
spesies dalam Pterobryaceae adalah:
a.
Garovaglia plicata Batang
sekunder kaku, hijau keemasan di ujung dan coklat di bawah, panjang mencapai 8
cm, tegak atau melengkung, pipih, biasanya sederhana. Daun mencapai 6mm panjangnya,
membundar telur melebar- melanset,terlipat atau kadang-kadang bergelombang,
bergerigi tajam ke arah ujung. Sel-selnya ramping, elip, berdinding porus,
linear kearah pangkal, sel alar berkembang baik. Daun pelindung beberapa,
kapsul tenggelam, seta sangat pendek. Ekologi dan persebaran: umumnya tumbuh di
batang pohon, tersebar di Sikkim, Filipina, Sumatra, Jawa, Sulawesi dan Seram.
Thuidiaceae Berperawakan
ramping atau kekar, tidak mengkilat. Batang bercabang banyak, sering menyrip
teratur 2 atau 3 kali, biasanya berparafilia. Daun sering dua bentuk, daun
cabang lebih kecil dan terdeferensiasi dengan baik, membundar telur, cekung,
berujung pendek; kosta tunggal, kaku. Sel-sel kecil, membundar, berpapila. Seta
memanjang, halus, kapsul mendatar, peristom rangkap, sempurna, tutup berparuh
mengerucut; kaliptra biasanya berparuh, kadang berpapila atau hispid. Beberapa
contoh spesies dalam Thuidiaceae adalah:
a.
Thuidium investe. Pertumbuhannya
memipih, membentuk jalinan seperti bulu. Batang menjalar, menyirip rangkap dua
atau tiga, dengan parafilia melimpah. Daun dalam dua bentuk; daun batang lebih
besar, melebar, pangkalnya menjantung, meruncing panjang; daun cabang kecil,
membulat cekung, berujung pendek, kosta tunggal, sel-selnya membulat,
berpapila; kapsul biasanya merunduk atau mendatar; tutp kapsul berparuh;
peristom rangkap, sempurna, caliptra cuculate. Berukuran kecil, lembut,
membentuk jalinan berwarna hijau kecoklatan. Batang menjalar, meyirip
ganda,paraphylia kecil, cabang seperti kapiler. Daun daun batang halus,
mebundar telur, meruncing pendek; daun-daun cabang lebih kecil, membulat blunt,
melengkung jika kering; kosta berakhir sebelum ujung daun, seta 1 cm
panjangnya, halus pada bagian bawah, kasar pada bagian atas; kapsul relatif
besar, mendatar, tutup kapsul panjang dan berparuh ramping. Ekologi dan
persebaran: umumnya ditemukan tumbuh di bebatuan dan tersebar di Burma
b.
Thuidium plumulosum Pertumbuhannya
memipih, membentuk jalinan seperti bulu. Batang menjalar, menyirip rangkap dua
atau tiga, dengan parafilia melimpah. Daun dalam dua bentuk; daun batang lebih
besar, melebar, pangkalnya menjantung, meruncing panjang; daun cabang kecil,
membulat cekung, berujung pendek, kosta tunggal, sel-selnya membulat,
berpapila; kapsul biasanya merunduk atau mendatar; tutp kapsul berparuh;
peristom rangkap, sempurna, caliptra cuculate. Koloni membentuk jaringan yang
berbelit-belit , hijau tua. Batang memanjang, keras dan liat, tegak atau
melengkung, bercabang menyirip ganda sangat teratur dan rapi, paraphylia padat,
bermacam-macam bentuk. Daun pada batang tiba-tiba meruncing dari bagian yang
lebar, pangkalnya segitiga-membundar telur, terlipat halus, tepinya melengkung;
kosta berakhir sebagai ujung yang ramping. Daun cabang lebih kecil, membundar
telur, berujung pendek, sel-sel apical dengan 2-3 papila. Sel-sel segi enam tak
beraturan, dengan papilla tunggal diatas lumen. Seta kaku, berpapila, 2.5-3 mm
panjangnya, kapsul menggantung, melengkung, oblong-silindris, peristom besar,
kemerahan, tutup kapsul mengerucut berparuh, kaliptra cuculate. Ekologi dan
persebaran: di kawasan Malesia umumnya ditemukan tumbuh di bagian dasar pohon
(base of tree), kayu mati, dan bebatuan kapur, dominan pada ketinggian kurang
dari 500 m dari permukaan laut.
c.
Thuidium velatum Pertumbuhannya memipih, membentuk jalinan
seperti bulu. Batang menjalar, menyirip rangkap dua atau tiga, dengan parafilia
melimpah. Daun dalam dua bentuk; daun batang lebih besar, melebar, pangkalnya
menjantung, meruncing panjang; daun cabang kecil, membulat cekung, berujung
pendek, kosta tunggal, sel-selnya membulat, berpapila; kapsul biasanya merunduk
atau mendatar; tutp kapsul berparuh; peristom rangkap, sempurna, caliptra
cuculate. Tumbuhan hijau kekuningan, Batang utama memanjang, menjalar, berakar
dan berparafilia, bercabangmenyirip rangkap , teratur, cabang primer tersebar
mendatar, 4-5 cm panjangnya. Daun batang tersebar tegak, ujungnya membentuk
rambut, pangkalnya melebar menjantung, tepi melengkung ke dalam, kosta berakhir
di ujung daun. Daun-daun cabang lebih kecil, membundar telur lebar, ujungnya
pendek, tidak simetris dibagi oleh kosta, bergigi di seluruh , kosta berakhir
sebelum ujung daun. Sel-sel daun persegi atau persegi enam, berpapila tunggal.
Seta 1,5 cm panjangnya, melengkung ujungnya, kapsul mendatar atau merunduk,
membulat telur pendek, tutup dengan satu pemanjangan dari paruh, kaliptra
besar,melonceng. Ekologi dan persebaran: Di kawasan Malesia jenis ini ditemukan
tumbuh dalam hutan dengan substrat berupa ranting pohon, akar, kayu lapuk, dan
batu kapur, pada ketinggian mencapai 1000 m dan dominan di ketinggian kurang
dari 500 m di atas permukaan laut. Daerah persebarannya: Malesia, Siam,
Kepulauan Pasifik hingga Samoa.
Marchantia polymorpha (L.). Berbentuk
lembaran-lembaran dengan daun yang berwarna hijau dan bagian-bagian tepinya
berlekuk seperti kuping, lumut ini tumbuh menggerombol dan tingginya hanya
beberapa sentimeter (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Rhizoid yang berada di bawah
permukaan daunnya berfungsi untuk mengumpulkan zat hara dari tanah. Hanya
terdiri atas rhizoid dan thalus, biasanya tersusun berkelompok (cluster).
Reboulia hemisphaerica (L.) Raddi Lumut
ini termasuk ke dalam lumut hati berthalus. Sering terlihat di tempat-tempat
yang basah dan sangat lembab, misalnya di sepanjang aliran sungai, gunung atau
bukit yang memiliki suhu yang dingin (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Umumnya
tumbuhan epifit di batu atau terrestrial diatas permukaan tanah. Struktur tubuh
gametofitnya hanya terdiri atas rhizoid dan thalus. Rhizoid membantu melekatkan
thalus di atas substrat, biasanya tersusun berkelompok (cluster).
Thalusnya melebar, berwarna hijau terang sammpai hijau tua.
Marchantia streimannii Bischler
Lumut ini termasuk ke dalam lumut hati berthalus. Umumnya tumbuhan epifit di
batu atau terrestrial diatas permukaan tanah (Mundir, dkk. Tanpa tahun).
Struktur tubuh gametofitnya hanya terdiri atas rhizoid dan thalus. Rhizoid
membantu melekatkan thalus di atas substrat, biasanya tersusun berkelompok (cluster).
Aneura sp. Lumut
ini ditemukan di tempat yang lembab, biasanya tumbuh terrestrial menutupi
permukaan tanah (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Merupakan kelompok hati berthalus,
yang struktur tubuhnya hanya terdiri atas hamparan thalus dan melekat di
permukaan tanah dengan bantuan rhizoid. Berwarna hijau, tidak memiliki
midrib/tulang daun.
Marchantia geminata Reinw.,
Blume & Nees Lumut ini ditemukan di tempat yang lembab, biasanya tumbuh
terrestrial menutupi permukaan tanah. Lumut ini termasuk ke dalam lumut hati
berthalus (Mundir, dkk. Tanpa tahun).
Bazzania sp. Lumut
ini termasuk ke dalam lumut hati berdaun, yang tumbuh di atas humus atau
menempel pada batang pohon. Daun tersusun incubous, bentuknya melengkung
dengan ujung tepi daun membulat (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Tidak memiliki
lobul tetapi memiliki daun ventral (underleaf).
Pogonatum neesii (C.Mull.)
Dozy Lumut ini tumbuh tegak di atas
tanah, dan umumnya terrestrial. Tumbuh di tanah dengan campuran pasir dan cadas
(Mundir, dkk. Tanpa tahun). Daunnya linear memanjang, ujungnya runcing, dengan tepi
bergigi. Penyebarab cukup luas banyak ditemui di alam. Banyak digunakan sebagai
penghias taman.
Phaeoceros
laevis (L.) Prosk. Lumut ini termasuk ke dalam lumut
tanduk. Umumnya di tempat yang lembab di atas tanah. Thalusnya membentuk cluster,
percabangan menggarpu, dan thalus tidak memiliki midrib (Mundir, dkk. Tanpa
tahun). Memiliki sporofit berbentuk seperti tanduk. Kapsul memanjang silindris,
tegak lurus terhadap thalus. Ujung kapsul ketika matang akan membelah dua
bagian.
Orthorrhynchium phyllogonioides yang
berperawakan cukup menarik seperti bulu ayam, hijau muda agak mengkilat, tumbuh
di bebatuan lantai hutan Suaka Margasatwa Lambusango. Jenis ini sangat jarang
ditemukan bahkan di Cagar Alam Kakenauwe yang lokasinya berdekatan maupun pada kegiatan eksplorasi flora di
kawasan suaka margasatwa Buton Utara di P. Buton pada tahun 2003 dan 2004 juga
tidak ditemukan(6,7). Jenis ini merupakan “new record” untuk Sulawesi. Hal ini
didasarkan pada laporan sebelumnya bahwa jenis ini hanya tumbuh tersebar di
Jawa, Nugini dan Pulau Chrismast
Phaeoceros sp. Lumut
ini termasuk ke dalam lumut tanduk. Thalusnya membentuk cluster,
percabangan menggarpu, dan thalus tidak memiliki midrib. Memiliki sporofit
berbentuk seperti tanduk (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Kapsul memanjang
silindris, tegak lurus terhadap thalus. Ujung kapsul ketika Dalam kaitan
asosiasi lumut dengan kelompok suku Pandanaceae (Windadri, 2009). Lumut hanya
dijumpai pada beberapa pohon terutama pandan yang tumbuh ditempat lembab dan
teduh (Windadri, 2009).
Homaliodendron scapellifolium lumut
ini berbentuk seperti pohon (Dendron) dengan batang tegak yang bercabang
dikedua sisinya dan merupakan salah satu lumut yang besar dengan panjang 100
mm. batang keras dan menghasilkan batang skunder yang tegak teratur pada setiap
interval. Daunnya berbentuk seperti kipas, berwarna hijau kekuning-kuningan dan
mengkilap, bulat telur tetapi ujungnya begerigi dan tidak simetris, datar,
batang daun tersusun rapi, pada dua sisi, percabangan daun tumpang tindih, dan
padat, tulang daun menempati 2/3 panjang dan kadang bercabang/menggarpu, tepi
daun halus kecuali pada ujungnya (Rizal, 2016)
Bryum billardieri Jenis
lumut ini termasuk salah satu marga Bryum yang mempunyai ukuran besar. Daunnya
berwarna hijau, lebar dengan titik pada ujungnya, tulang daun memanjang sampai
ujung daun dan membentuk seperti susunan seperti bunga mawar. Jika kering semua
daun akan menguncup kearah batang dan tepi daun mempunyai garis keperakan.
Batang daun dari lumut ini tegak, panjangnya hingga 18 mm (Rizal, 2016).
Barbella flagelliferd
Lumut
ini sangat berbeda dengan lumut-lumut yang ditemukan dikawasan wisata air
terjun Dholo. Jenis lumut ini banyak menghasilkan caabang-cabang yang berbentuk
filament panjang dan tegak. Batang lumut ini berbentuk silinder, hijau, panjang
lebih dari 100 mm. Daun melekuk, mempunyai alur yang panjang, mempunyai
flagella yang panjang tulang daun tunggal tetapi tidak nyata (Rizal, 2016).
Leucoloma molle Lumut
ini merupakan lumut yang umum ditemukan dipermukaan batu dan juga kayu. Daunnya
yang sangat halus berwarna hijau keabuabuan, mengkilat, melengkung seperti arit
dan tersusun berbentuk segitiga yang panjangnya hingga 10 mm. Batang
lumut ini silinder dan dapat pula bercabang namun biasanya tunggal. Panjang batangnya
dapat mencapai 40 mm (Rizal, 2016).
Leucobrium javense Lumut
ini merupakan salah satu jenis Leucobryum yang berukuran besar, mencapai
50 mm atau lebih. Batang keras, tegak atau menggantung tergantung kondisi
tempat tumbuh dengan tinggi 6-8 cm. daun tersusun lepas, berwarna hijau
keputuh-putihan dengan permukaan daun berwarna metalik dan halus. Bentuk daun
lanset dan melengkung seperti arit, panjang 15 mm, tepi daun involute dan
halus, jika keadaan basah daun akan mekar dan sangat melengkung jika kering
(Rizal, 2016).
Pallavicinia lyellii Jenis
pallavicinia umumnya dijumpai pada permukaan tanah atau batu di tempat-tempat
ternaungi ditepi jalan dan didekat selokan atau sumber air lainnya. Pallavicinia
lyellii dicirikan dengan talus seperti pita berwarna hijau gelap mengkilap
dan tampak jelas mempunyai midrip. Tekstur talusnya halus dan lebih tipis dari Marchantia
dan dumortiera, tepi talus bergelombang rhizoidnya muncul dari
bagian midrib pada permukaan ventral. Talus yang jantan menghasilkan anteridia
dalam dua barisan sejajar disepanjang midrib pada permukaan ventral maupun
dorsal, sedangkan talus yang betina manghasilkan arkegonium dalam struktur
menyerupai cawan dan muncul agak jauh dari ujung talus. Sporofit lumut ini
mempunyai seta panjang berwarna putih bening agak transparan dengan kapsul
silindris berwarna hitam. Di wisata air terjun Dholo, lumut hati ini dapat
ditemukan hidup bersama dengan jenis lumut hati bertalus lainnya terutama
ditempat-tempat yang lembab dan berair (Rizal, 2016).
Marchantia geminate Lumut
ini termasuk lumut hati berthalus. Tubuhnya tidak mempunyai batang daun. Talus
berbentuk seperti pita pada marchantia umumnya. Dicirikan dengan
pecabangan menggarpu, tampak berdaging dan adanya kuncup eram. Pada permukaan
talus bagian dorsal dapat diamati dengan jelas adanya midrip dan poripori dari
ruang udara dalam talus. Talus bagian ventral akan dijumpai rhizoid dan empat
baris sisiksisik ungu kecoklatan. Organ reproduksinya, baik anteridum maupun
arkegoniumnya, terdapat pada reseptakel bertangkai, sporofitnya berkembang
direseptakel betina. Lumut ini dicirikan oleh reseptakel betina yang terbagi
sangat dalam (lebih dari sepertiga diameternya) membentuk lebih dari 6-11
cuping seperti jejari paying, ujung setiap cuping hanya berlekuk dangkal
(Rizal, 2016).
Plagiochilion opposites Lumut
ini dicirikan oleh daunnya yang tersusun dalam dua baris tersusun berhadapan,
sehingga lumut ini tidak dijumpai daun lateral. Berdasarkan susunan daunnya,
jenis lumut ini dinamakan “opposites” yang berarti berhadapan. Bentuk
daun agak membundar sampai membundar dengan tepi daun dari bagian ke ujung daun
bergigi kasar berbentuk segitiga. Lumut ini berwarna hijau tua sampai
kecoklatan, tumbuh tegak (Rizal, 2016).
Leucobryum aduncum Lumut
ini warna hijau keabuabuan dalam bentuk kelompok yang lepas pada permukaan yang
lembab dan batang pohon. Ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan L.javanse
dengan karakteristik yaitu mempunyai daun yang lanset/panjang (Rizal, 2016).
Hypopterygium tenellum Jenis
lumut ini merupakan jenis lumut kecil yang indah dengan daun seperti
bercabang-cabang. Lumut ini sangat mudah dikenali dengan bentuknya seperti ekor
burung merak sehingga lumut ini dijuluki “Peacock Moss”. Batang lumut
ini panjang dan tidak tegak (menjalar), daunnya berwarna hijau terang,
berbentuk segitiga dan tumpang tindih secara padat (Rizal, 2016).
Ptychanthus striatus Jenis
lumut ini epifit, berwarna hijau gelap atau ketika kering hijau kecoklatan.
Batangnya kaku, bercabang menyirip atau menyirip ganda. Daunnya tiga baris;
daun lateral tersusun incubous, bagian cuping besarnya membentuk bulat telur
dengan ujung runcing dan tepi bergerigi, sel-sel di tengah helaian cuping
mempunyai trigon menjantung, bagian cuping kecilnya berbentuk persegiempat
memanjang dengan 1-3 gigi dibagian ujungnya; daun ventral menyirap, berbentuk
bulat telur atau seperti dengan ujung rata dan tepi bergerigi, tetapi tepi di
bagian lateral rata. Perianth dihasilkan pada cabang pendek, berbentuk bulat
telur berbalik dan memanjang dengan lipatan membentuk alur-alur berjumlah 8-9
(Rizal, 2016).
Hypnodendron sp. umut ini merupakan
salah satu kelompok lumut yang merfologinya menyerupai pohon. Batang tegak,
tidak bercabang atau kadang bercabang pendek. Daun rata dan bersirip dengan
percabangan seperti payung (Rizal, 2016).
Marchantia polymarpha Lumut
ini terlihat epifat pada akar terestrial di permukaan tanah. Tumbuh ditempat
yang basah dan lembab tergolong kedalam lumut hati berdaun dengan beberapa ciri
khusus yang dimiliki oleh marga ini diantaranya memiliki daun ventral
(underlerf) yang lebih besar dibanding daun dorsal. Batangnya tumbuh merayap
dan menjuntai ke bawah. Tapi daun bergigi, setiap gigi tersusun dari 2- 4 sel.
Sel-sel daun membulat atau membentuk heksagocal. Rhizoidnya tumbuh tersebar
dibagian ventral maupun lateral (Rizal, 2016).
Mastigophora diclados Jenis
lumut ini epifit, berwarna hijau kekuningan sampai merah kecoklatan, pada
spesimen kering berwarna coklat, batangnya bercabang menyirip, cabangnya
semakin keujung semakin meruncing, daunnya tersusundalam 3 baris, daun lateral
incubous, daun ventral mempunyai ukuran dan bentuk yang sama dengan daun
lateral yaitu bulat telur berbagi menjadi dua cuping segitiga dengan ujung
runcing,dan tepi daun rata (Rizal, 2016).
Marchantia treubii Marchantia
treubii seperti Marchantia geminata. Reseptakel
jantan dan betina dari kedua jenis ini mirip tetapi jumlah cupit pada marchantia
treubii bervariasi yaitu antara tiga sampai enam cupit (Rizal, 2016).
Dumortiera hirsute Bentuk
lembaran-lembaran dengan daun yang berwarna hijau dan bagian tepinya
berlekuk-lekuk seperti kuping, lumut ini tumbuh menggerombol dan tingginya
hanya beberapa sentimeter. Rhizoid yang berada dibawah dipermukaan daunnya
berfungsi untuk mengumpulkan zat hara dari tanah hanya terdiri atas rhizoid dan
thalus, biasanya tersusun berkelompok (cluster) (Rizal, 2016).
Lumut yang menempel pada bidur ditemukan pada bagian
perakaran, sedang bagian batang dan daun tidak ditemukan. Permukaan akar bidur
pada umumnya kasar dan kadang–kadang retak. Dengan kondisi seperti ini
memungkinkan untuk singgahnya spora atau kuncup (gemma) lumut dan air di
celah-celah retakan. Adanya permukaan perakaran yang retak-retak dan didukung
oleh lingkungan yang lembab serta sinar matahari cukup maka kuncup dan spora
lumut dapat berkecambah dan meneruskan kehidupannya. Sedangkan di bagian batang
dan daun bidur tidak ditemukan lumut karena permukaannya halus dan licin
sehingga tidak memungkinkan singgahnya spora atau kuncup lumut dan air,
meskipun kelembaban sekitarnya mendukung untuk perkecambahannya (Windadri,
2009).
Biological Assessment terkait
lumut masih jarang sekali untuk dilakukan karena lumut dianggap sebagai
organisme yang memiliki status berlimpah sehingga dianggap tidak perlu
dilakukan assessment. Biological Assessment umum dilakukan pada
spesies-spesies yang dianggap terancam kepunahan (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Metode pengukuran biomassa dan mineral
batuan dalam Biological Assessment,
dilakukan dengan cara: biomassa lumut dan mineral batuan dipisahkan
menggunakan metode penyaringan. Kemudian biomassa lumut dikeringkan dalam oven
pada suhu 60 oC hingga beratnya tetap dan partikel pasir disaring menggunakan
kertas Whatman no. 60. Partikel pasir kemudian dibakar dalam furnace pada suhu
900 oC. Terakhir berat dari biomassa lumut dan partikel pasir ditimbang untuk
dibandingkan menghitung indeks konversi tutupan lumut terhadap jumlah pasir
yang dibawa ketika lumut diambil dari batuan (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Metode pemisahan biomassa dan mineral
batuan dengan cara penyaringan masih belum dapat memisahkan biomassa dan
partikel pasir secara sempurna (Purawijaya
dan Priyantika, 2013).
Semakin dalam rhizoid maka semakin besar kerusakan pada batuan yang ditimbulkan
oleh lumut. Rhizoid lumut yang tumbuh pada batuan candi dapat menembus hingga
2-3 milimeter ke dalam batu (Gunawan et al., 2007). Oleh karena itu
partikel pasir akan terbawa oleh rhizoid lumut tersebut dan menyebabkan
kerusakan pada batuan (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Meskipun biomassa
lumut kecil, jika kandungan air pada lumut tinggi maka kelembaban pada batuan
yang akan menjadi tinggi. Tingginya kelembaban pada batuan menyebabkan mineral
batuan yang dapat terdegradasi menjadi lebih banyak (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Lumut merupakan organisme perintis sehingga
tidak terlepas kemungkinan adanya organisme lain yang sudah mulai hidup dan
mempengaruhi biomassa yang terkoleksi sedangkan organisme lain tidak
berkontribusi pada pelapukan batuan (Purawijaya
dan Priyantika, 2013).
Lumut akan
membuar air menjadi air, penuh dengan rumput dan berbau (Arinaldi dan Ferdian,
2013).
Daftar Pustaka
Adhitya, F., N. S. Ariyanti, dan N. R. Djuita. 2014. Keanekaragaman Lumut Epifit pada Gymnospermae Di Kebun Raya Bogor. Floribunda. 4(8): 212-217.
Anonim.
Tanpa Tahun. Chapter II. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20433/4/Chapter%20II.pdf. Diakses pada
29 Mei 2016 pukul 20.35.
Anonim.2007.
Buku
Ajar Taksonomi Tumbuhan. http://janaaha.com/wp-content/uploads/2015/10/Buku-ajar-Taksonomi-Tumbuhan.pdf. Diakses pada
30 Mei 2016 pukul 09.35.
Arinaldi
dan Ferdian. 2013. Pengelolahan Air Lumut dengan Kombinasi Proses Koagulasi dan
Ultrafiltrasi. J. Teknologi Kimia dan
Industri. 2(2): 8-13.
Bawaihaty,N.,
Istomo, dan I. Hilwan. 2014. Keanekaragaman dan Peran Ekologi Bryophyta di Hutan Sesaot Lombok, Nusa
Tenggara Barat. J. Silvikultur Tropika. 5
(1):13-17.
Bidlack,
J. E. And S. H. Jansky. 2008. Stern’s
Introductory Plant Biology 12th Ed. McGraw Hill. New York.p. 381
Master,
J. 2015. Biologi Umum. Jurusan
Biologi FMIPA Universitas Lampung. Lampung.
Mubarokah-S,
A. U. 2015. Iventarisasi BryopsidProgram
Epifit di Hutan Alam Turgo Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi Yogyakarta (Skripsi). Program Studi Biologi Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
Mundir,
M. I., E. Seowati, dan A. M. Santoso. Tanpa tahun. Inventarisasi
Lumut Terestrial di Kawasan Wisata Air Terjun Irenggolo Kabupaten Kediri.
Seminar Nasional X Pendidikan Biologi FKIP UNS.
Postlethwait,
J. H. & J. L. Hopson. 2006. Modern
biology. Holt, Rinehart and Winston. New York. P. 567, 568, 569
Purawijaya,
D. A. Dan G. Priyantika.2013. Biological
Assessment Pertumbuhan Lumut di Candi Borobudur pada Sisi Utara dan Selatan
Lorong 2. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur. 7 (1): 60-65.
Putrika,
A. 2012. Komunitas Lumut Epifit di Kampus
Universitas Indonesia Depok. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Program Pascasarjana Program Studi Biologi. Depok.
Rizal,
M. Inventarisasi Pola Persebaran dan
Keanekaragaman Bryophyta di Kawasan Wisata Dholo, Kabupaten Kediri.
Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri.
Schooley, J.
1997. Introductionto Botany. Delmar
Publisher. Washington.p. 221
Setyawan, A. D. Dan Sugiyarto. 2011. Keanekaragaman Flora Hutan Jobolarangan Gunung Lawu: 1. Cryptogamae. Biodiversitas. 2 (1): 115-122.
Sulistyowati, D.A., L. K. Perwati, dan E. Wiryni.2014. Keanekaragaman Marchantiophyta Epifit Zona
Montana di Kawasan Gunung Ungaran, Jawa Tengah. Bioma. 16 (1): 26-32.
Triyantio, K. 2006. Perbandingan Tool
Untuk Membangun Ontology Berbasis RDF/OWL. (Skripsi). Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Gunadarma. Jakarta.
Windadri,
F. I. 2007. Lumut (Musci) di Kawasan
Cagar Alam Kakenauwe dan Suaka Margasatwa Lambusango, Pulau Buton, Sulawesi
Tenggara. Biodiversitas. 18 (3):
197-203.
Windadri,
F. I. 2009. Keragaman Lumut pada Marga
Pandanus di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. J. Natur Indonesia. 11(2):
89-93.