Tuesday, June 14, 2016

Lumut

Lumut
      Lumut merupakan kumpulan tumbuhan yang tidak punya jaringan konduksi dan jaringan vaskuler seperti xilem dan floem (Schooley, 1997). Lumut masih termasuk dalam tumbuhan rendah dan belum memiliki banyak perhatian (Windadri, 2007). Lumut juga dapat mengabsorbsi air dari udara (Schooley, 1997). Tumbuhan lumut memiliki rhizoid yang berfungsi untuk menetrasi tanah dan mengambil air. Lumut dapat tumbuh pada berbagai tipe substar (Putrika, 2012). Tumbuhan lumut merupakan suatu tumbuhan darat yang tubuhnya tidak dapat dibedakan antara akar, batang, daun (Triyantio, 2006). Ada beberapa jenis lumut yang tubuhnya masih berupa lembaran (Talus) dan ada yang sudah memiliki bagian tubuh yang mirip dengan akar, batang, daun (Triyantio, 2006). Lumut termasuk golongan tumbuhan tingkat rendah yang filogenetiknya lebih tinggi dibandingkan dengan algae karena dalam susunan tubuhnya sudah ada penyesuaian terhadap lingkungan hidup di darat, gametagium dan sporangiumnya multiseluler, dan perkembangan sporofitnya sudah membentuk embrio (Anonim2008). Bryophyta merupakan tumbuhan darat, dan yang tumbuh di air tawar hanya merupakan adaptasi sekunder terhadap kehidupan air. Sifat ini tercermin dari kenyataan bahwa bryophyta air tetap mempertahankan sifat yang khas bagi tumbuhan darat, antara lain sporanya mengandung kutin dan dipencarkan oleh angin (Loveless, 1983: 57). Menurut Tjitrosoepomo (2005) tumbuhan lumut masih tergolongkan dalam tumbuhan talus dan belum digolongkan ke dalam tumbuhan kormus.Tumbuhan ini sudah menunjukan diferensiasi yang tegas antara organ penyerap hara dan organ fotosintetik namun belum memiliki akar dan daun sejati. Lumut juga belum memiliki pembuluh sejati, penyerap haranya adalah rizoid dan daun tumbuhan lumut dapat berfotosintesis (Anonim 2008). Lumut merupakan kelompok tumbuhan yang telah beradaptasi dengan lingkungan darat. Kelompok tumbuhan ini penyebarannya menggunakan spora dan telah mendiami bumi semenjak kurang lebih 350 juta tahun yang lalu. Lumut merupakan organisme autotrof dengan memiliki pigmen klorofil dan karotenoid (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Lumut mempunyai sel-sel dengan plastida yang menghasilkan klorofil a dan b,  bersifat autotrof,  sudah memiliki dinding sel yang terdiri dari selulosa (Master,J. 2015). Batang lumut (apabila dilihat secara melintang) :
a.      Selapis sel kulit, beberapa sel diantaranya membentuk rizoid-rizoid epidermis
b.      Lapisan kulit dalam (korteks), silinder pusat yang terdiri sel-sel parenkimatik yang memanjang untuk mengangkut air dan garam-garam mineral; belum terdapat floem dan xilem.
c.       Silender pusat yang terdiri dari sel-sel parenkim yang memanjang dan berfungsi sebagai jaringan pengangkut (Master,J. 2015).
Daun lumut memiliki ciri seperti berikut:
a.       tersusun atas satu lapis sel,
b.      sel-sel daunnya kecil, sempit, panjang, dan mengandung kloroplas yang tersusun seperti jala.
c.       hanya dapat tumbuh memanjang tetapi tidak membesar, karena tidak ada sel berdinding sekunder yang berfungsi sebagai jaringan penyokong (Master,J. 2015).
Rizoid terdiri dari selapis sel (Master,J. 2015).
Tumbuhan lumut memiliki ciri:
a.       Berwarna hijau, karena sel-selnya memiliki kloroplas (plastida).
b.      Proses pengangkutan air dan zat mineral di dalam tubuh berlangsung secara difusi dan dibantu oleh aliran sitoplasma.
c.       Hidup di rawa-rawa atau tempat yang lembab.
d.      Ukuran tinggi tubuh ± 20 cm.
e.       Dinding sel tersusun atas sellulose.
f.       Gametangium terdiri atas anteredium dan archegoniom.
g.      Daun lumut tersusun atas selapis sel berukuran kecil mengandung kloroplas seperti jala, kecuali pada ibu tulang daunnya.
h.      Hanya mengalami pertumbuhan primer dengan sebuah sel pemula berbentuk tetrader
i.        Belum memiliki akar sejati, sehingga menyerap air dan mineral dalam tanah menggunakan rhizoid.
j.        Rhizoid terdiri atas beberapa lapis deretan sel parenkim.
k.      Sporofit terdiri atas kapsul dan seta.
l.        Sporofit yang ada pada ujung gametofit berwarna hijau dan memiliki klorofil, sehingga bisa melakukan fotosintesis. (Anonim, Tanpa Tahun).
Gambar 1. Tumbuhan Lumut (Sumber: Hasan dan Ariyanti, 2004)
Lumut merupakan organisme yang hidup pada daerah lembab dan umumnya hidup bersimbiosis dengan organisme lain seperti fungi dan alga (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Lumut merupakan  organisme yang memerlukan daerah berair karena lumut memerlukan air dalam siklus reproduksinya untuk membantu proses fertilisasi (Purawijaya dan Priyantika, 2013).
Lumut mengalami siklus hidup diplobiontik dengan pergantian generasi heteromorfik. Reproduksi lumut memiliki 2 siklus : Gametofit (menghasilkan sperma atau ovum), sporofit (menghasilkan spora). Pada tumbuhan lumut terdapat anteridium (♂) yang menghasilkan sperma; arkhegonium (♀) yang menghasilkan ovum. Berdasarkan letak gametangianya, lumut dibedakan menjadi dua yaitu :
a.       Jika anteridium dan arkegonium dalam satu individu disebut berumah satu (monoesis) contoh : lumut daun (Musci ).
b.       Jika dalam satu individu hanya terdapat anteridium atau arkegonium saja disebut berumah dua (diesis) contoh : lumut hati (Hepaticeae ).
Metagenesis tumbuhan lumut terjadi dengan proses: Antheridium yang masak akan mengeluarkan sel-sel sperma, kemudian sel sperma berenang menuju arkhegonium untuk membuahi ovum (pembuahan terjadi apabila kondisi basah). Ovum yang terbuahai akan tumbuh sporofit yang tidak mandiri, karena hidupnya masih disokong oleh gametofit. Sporofit ini bersifat diploid (x = 2n) serta berusia pendek (± 3-6 bulan untuk mencapai tahap
kemasakan). Sporofit akan membentuk kapsula yang disebut sporongonium pada bagian ujung. Sporongonium berisi spora haploid yang dibentuk melalui meiosis. Sporongonium yang masak akan mengeluarkan atau melepaskan spora. Spora tumbuh menjadi suatu berkas yang disebut dengan protonema, berkas ini akan tumbuh meluas dan pada tahap tertentu akan menumbuhkan gametofit baru. Kapsul merupakan tempat dihasilkannya spora melalui meiosis. Setelah spora masak dan dibebaskan dari dalam kapsul berarti satu siklus hidup telah lengkap (Hasan dan Ariyanti, 2004).
 Selain pembiakan dengan spora, pada lumut tersdapat pula pembiakan vegetatif dengan kuncup eram, yang terjadi dengan bermacam-macam cara pada protonema, talus atau bagian-bagian lain pada tubuh lumut. Kuncup eram dapat melepaskan diri dari induknya dan tumbuh menjadi individu baru. Selain dari itu, semua bagian tubuh lumut jika dipotong menunjukkan daya regenerasi yang sangat besar. Daun-daun mempunyai rusuk tengah, terdiri atas satu atau beberapa lapis sel (terutama dekat rusuk tengah,   selalu terdiri atas satu atau beberapa lapis sel), tetapi belummemperlihatkan adanya daging daun (mesofil). Sebagian tumbuhan lumut telah mempunyai semacam liang udara yang berguna untuk pertukaran gas, jadi mempunyai fungsi seperti stoma pada tumbuhan tinggi.
Gametangium biasanya dilindungi oleh daun-daun khusus yang disebut bract (daun pelindung) atau oleh tipe struktur pelindung lainnya (Mishler et al., 2003). Gametangium jantan (antheredium) berbentuk bulat atau seperti gada, sedangkan gametogonium betinanya (arkegonium) berbentuk seperti botol dengan bagian lebar disebut perut dan bagian yang sempit disebut leher. Gametangia jantan dan betina dapat dihasilkan pada tanaman yang sama (monoceous) atau pada tanaman berbeda (dioceous) (Gradstein, 2003). Arkegonium adalah gametangium betina yang bentuknya seperti botol. bagian yang lebar disebut perut, dan bagian yang sempit leher.
Dalam skala evolusi lumut berada diantara ganggang hijau dan tumbuhan berpembuluh (tumbuhan paku dan tumbuhan berbiji) (Bawaihaty,dkk. 2014). Persamaan antara ketiga tumbuhan tersebut adalah ketiganya mempunyai pigmen fotosintesis berupa klorofil A dan B, dan pati sebagai cadangan makanan utama (Hasan dan Ariyanti 2004). Perbedaan mendasar antara ganggang dengan lumut dan tumbuhan berpembuluh telah beradaptasi dengan lingkungan darat yang kering dengan mempunyai organ reproduksi (gametangium dan sporangium), selalu terdiri dari banyak sel (multiselluler) dan dilindungi oleh lapisan sel-sel mandul, zigotnya berkembang menjadi embrio dan tetap tinggal di dalam
gametangium betina. Oleh karena itu lumut dan tumbuhan berpembuluh pada umumnya merupakan tumbuhan darat tidak seperti ganggang yang kebanyakan aquatik (Tjitrosoepomo, 1989). Lumut dapat dibedakan dari tumbuhan berpembuluh terutama karena lumut (kecuali Polytrichales) tidak mempunyai sistem pengangkut air dan makanan. Selain itu lumut tidak mempunyai akar sejati, lumut melekat pada substrat dengan menggunakan rhizoid. Siklus hidup lumut dan tumbuhan berpembuluh juga berbeda (Hasandan Ariyanti, 2004).Tumbuhan lumut merupakan kelompok terbesar kedua setelah tumbuhan berbunga (350.000 jenis) dan diperkirakan jumlahnya di dunia ada 15.000–25.000 jenis (Adhitya, dkk. 2014). Perbedaan mendasar antara ganggang dengan lumut dan tumbuhan berpembuluh telah beradaptasi dengan lingkungan darat yang kering dengan mempunyai organ reproduksi (gametangium dan sporangium), selalu terdiri dari banyak sel (multiselluler) dan dilindungi oleh lapisan sel-sel mandul, zigotnya berkembang menjadi embrio dan tetap tinggal di dalam gametangium betina. Oleh karena itu lumut dan tumbuhan berpembuluh pada umumnya merupakan tumbuhan darat tidak seperti ganggang yang kebanyakan aquatik (Tjitrosoepomo, 1989).
Lumut dapat dibedakan dari tumbuhan berpembuluh terutama karena lumut (kecuali Polytrichales) tidak mempunyai sistem pengangkut air dan makanan. Selain itu lumut tidak mempunyai akar sejati, lumut melekat pada substrat dengan menggunakan rhizoid. Siklus hidup lumut dan tumbuhan berpembuluh juga berbeda (Hasan dan Ariyanti 2004). Tumbuhan berpembuluh, di alam merupakan generasi aseksual (sporofit), sedangkan generasi gametofitnya sangat tereduksi. Sebaliknya pada lumut, sporofit lumut sangat tereduksi dan selama perkembangannya melekat dan tergantung pada gametofit (Polunin 1990).
Tumbuhan lumut lazim terdapat pada pohon, batu, kayu gelondongan dan di tanah. Pada setiap bagian di dunia lumut hampir terdapat di setiap habitat kecuali di laut (Bawaihaty,dkk. 2014).  Loveless (1990) mengatakan lumut tumbuh subur pada lingkungan yang lembab, khususnya di hutan-hutan tropis dan di tanah hutan daerah iklim sedang yang lembab (Bawaihaty,dkk. 2014).
      Faktor iklim seperti suhu udara, kelembaban udara dan intensitas cahaya akan mempengaruhi persebaran, komposisi dan kemelimpahan lumut (Putrika, 2012). Lumut ditemukan pada area yang terkena cahaya sedikit dan lembab (Bawaihaty,dkk. 2014). Menurut Damayanti (2006)  intensitas cahaya berpengaruh terhadap suhu dan kelembaban, yaitu semakin rendah intensitas cahaya yang sampai ke permukaan bumi, maka suhu akan semakin rendah dan kelembaban semakin tinggi (Sulistyowati, dkk. 2014).  Peningkatan elevasi akan mempengaruhi persebaran lumut (Bawaihaty,dkk. 2014).  Suhu lingkungan mempengaruhi persebaran lumut dan peningkatan elevasi akan menyebabkan penurunan dari suhu lingkungan tersebut tipis (Bawaihaty,dkk. 2014). Tumbuhan lumut pada umumnya hidup pada tempat yang lembab dengan suhu yang rendah (Sulistyowati, dkk. 2014). Asakawa (2007) melaporkan bahwa lumut hidup pada lingkungan yang lembab dan akan tumbuh optimal pada suhu berkisar 15–25 oC, serta dengan kelembaban udara di atas 50% (Adhitya, dkk. 2014). Kelembaban udara lingkungan lumut mempengaruhi persebarannya dikarenakan lapisan kutikula lumut sangat tipis (Bawaihaty,dkk. 2014).  Menurut Mujiono (2002), lumut dapat hidup pada kisaran kelembaban antara 70% - 98%  (Sulistyowati, dkk. 2014). Tumbuhan lumut merupakan taksa dengan kebutuhan air cukup tinggi (Setyawan dan Sugiyarto, 2001).Tingkat kelembaban batu dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan kelembaban udara sehingga secara tidak langsung, intensitas cahaya dan kelembaban udara berpengaruh terhadap biomassa lumut (Ryan et al., 2012).
Bignal et al. (2008) melaporkan bahwa pada daerah kota atau daerah yang dekat dengan sumber polusi dengan konsentrasi asap yang tinggi sudah tidak ditemukan keragaman lumut yang sempurna lagi, itu di karenakan lumut dapat menyerap polutan melalui permukaan daun dan mengakumulasinya di dalam sel (Bawaihaty,dkk. 2014). Kondisi lumut di pinggir jalan dengan kondisi lumut di dalam hutan berbeda, kalau lumut di dalam hutan lebih sehat dibandingkan dengan kondisi lumut yang tumbuh di kawasan pinggir jalan, itu sebabnya lumut bisa dijadikan sebagai indikator pencemaran lingkungan (Bawaihaty,dkk. 2014).
      Lumut merupakan satu kelompok tumbuhan yang umumnya menyukai lingkungan lembab, teduh dan realtif bersih, sehingga pada tempat-tempat yang sangat terbuka dan panas serta lingkungan kurang bersih jarang ditemukan kelompok tumbuhan ini daun (Uji dan Windadri, 2007). Lumut hanya ditemukan pada lokasi-lokasi dengankerapatan pohon dan kelembaban cukup tinggi, teduh serta lokasi bertopografi datar.
Adapun beberapa substrat yang menjadi habitat bagi lumut adalah batuan, tanah mineral, tanah asam, sisi sungai, tanah berhumus, batang kayu, ranting kayu, dan lain-lain (Purawijaya dan Priyantika, 2013)
Lumut epifit merupakan tumbuhan yang sensitif pada perubahan lingkungan (Putrika, 2012). Lumut epifit merupakan lumut yang memiliki habitat pohon atau belukar. Pertumbuhan lumut sangat tergantung spesies tumbuhan inang (Setyawan dan Sugiyarto, 2001). Lumut merupakan kelompok tumbuhan epifit yang banyak ditemukan tumbuh di batang pohon, kayu mati, kayu lapuk, tanah, atau batuan, dengan kondisi lingkungan lembab dan penyinaran yang cukup (Windadri, 2009). Tekstur kulit pohon kemungkinan besar merupakan faktor penting yang ikut mempengaruhi distribusi lumut epifit (Adhitya, dkk. 2014). Gradstein & Culmsee (2010) melaporkan bahwa batang pohon yang berkulit kasar memiliki jumlah jenis lumut epifit yang lebih banyak dibandingkan dengan batang pohon yang berkulit halus (Adhitya, dkk. 2014).Apriana (2010), yang meneliti tentang lumut hati pada Angiospermae, menemukan bahwa jenis lumut epifit lebih sering dijumpai pada bagian timur, sedangkan pada penelitian Junita (2010) juga di Angiospermae, jenis lumut sejati epifit lebih sering dijumpai pada pohon bagian barat dengan persentase penutupan dan jumlah jenis lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain. Dalam penelitian Mežaka & Znotina (2006) dilaporkan bahwa jumlah jenis lumut epifit lebih sering pada arah selatan dibandingkan arah lainnya. Banyaknya lumut pada arah mata angin tersebut dikarenakan pada arah selatan jarang terkena cahaya matahari dan lebih lembab, selain itu posisinya bertolak belakang dengan arah utara yang lebih banyak terkena cahaya matahari yang membuatnya menjadi lebih kering. Friedel et al. (2006) dan Ariyanti et al. (2008) menyebutkan bahwa banyak jenis lumut menyukai tempat yang ternaungi dan kelembaban yang tinggi (Adhitya, dkk. 2014). Lumut lebih banyak dijumpai pada bagian pangkal pohon 0–100 cm (10 jenis) daripada bagian pohon yang lebih tinggi 100–200 cm (8 jenis) (Gambar 4). Pada penelitian Apriana (2010) dan Junita (2010) didapatkan hasil yang sama, bahwa lumut lebih banyak dijumpai pada bagian tersebut. Hal ini dikarenakan pada pangkal pohon terdapat banyak humus atau dekat dengan tanah, sehingga jenis-jenis lumut yang tumbuh di tanah dapat juga tumbuh di pangkal pohon (Adhitya, dkk. 2014)
Tumbuhan lumut terbagi menjadi Lumut Hati, Lumut Tanduk dan Briopita (Schooley, 1997).  Pada kebanyakan lumut thalloid selain rhizoid juga dijumpai sisik-sisik. Sporofit pada kelompok lumut ini hidupnya hanya sebentar, lunak dan tidak berklorofil. Spora yang telah masak dikeluarkan dari kapsul dengan cara kapsul pecah menjadi 4 bagian memanjang atau lebih (Gradstein 2003).
      Talus gametofit lumut hati memiliki percabangan dikotom dengan lebar 2 cm dan panjang 4-6 cm (Schooley, 1997). Seluruh lumut hati hidup dengan merebah ke tanah, dengan demikian tumbuhan ini langsung mengabsorbsi air di tanah (Postlethwait and Hopson,2006). Gametofit lumut hati mempunyai struktur morfologi bervariasi. Ada 2 tipe lumut hati yaitu lumut hati bertalus (thallose liverwort) dan lumut hati berdaun (leafy liverwort). Lumut hati melekat pada substrat denganrhizoid uniselluler (Hasan & Ariyanti 2004). Crandall-Stotler et al. (2009), membedakan Divsi Marchantiophyta menjadi 3 kelas yaitu Haplomitriopsida, Marchantiopsida, dan  Jungermaniopsida. Kelas Jungermaniopsida terdiri dari subkelas Pelliidae, Metzgeriidae, Jungermanniidae. Sub kelas Jungermanniidae merupakan kelas yang memiliki jenis lumut hati terbanyak (Sulistyowati, dkk. 2014). Menurut Hasan dan Ariyanti, (2004) ada 2 tipe lumuthati yaitu lumut hati bertalus (thallose liverwort) dan lumut hati berdaun (leafy liverwort). Lumut hati melekat pada substrat dengan rhizoid uniselluler (Sulistyowati, dkk. 2014). Lumut Hati berthalus memiliki suatu talus yang dikotomus bercabang dan umumnya terdiri dari beberapa sel tebal (Sulistyowati, dkk. 2014).  Jaringan (dorsal) atas bersifat longgar, yang dihasilkan dari ruang udara internal, dan umumnya memiliki pori-pori (Sulistyowati, dkk. 2014).  Permukaan bawah (perut) biasanya memiliki dua jenis rhizoid, yaitu halus dan dengan tonjolan serta biasanya memiliki sisik (Glime, 2006). Lumut hati berdaun memiliki rhizoid yang terdiri atas 1 sel (uniseluler), berfungsi sebagai alat untuk melekatkan diri pada substrat. Beberapa spesies memiliki 2 – 3 baris daun yang melekat pada batang, terbagi atas dua baris daun dorsal (lobe), satu baris daun ventral (under leaf) yang biasanya memiliki ukuran lebih kecil daripada daun dorsal, atau bahkan tidak ada (Sulistyowati, dkk. 2014).  Pada beberapa spesies, daunnya memiliki modifikasi membentuk cuping yang disebut lobule. Lobule adalah  perluasan daun yang bisa menangkap atau  menampung air yang berada di bagian ventral (Damayanti, 2006). Lumut hati dapat dibedakan dari semua bryoflora lainnya karena secara umum  memproduksi oil body yang berfungsi untuk melindungi sel dari kekeringan (Sulistyowati, dkk. 2014). Jika keadaan kering, oil body ini akan pecah (Suire, 2000). Lumut hati berdaun/ Leafy liverworts (kelas Jungermaniopsida) merupakan mayoritas jenis dari lumut hati dan secara morfologi merupakan  kelompok yang memiliki keanekaragaman tinggi. Jenis morfologi yang beranekaragam pada kelompok ini  kemungkinkan dapat bertoleransi pada berbagai macam habitat, sehingga jenis dari kelompok ini mempunyai distribusi yang luas (He-Nygre, et al. 2006). Lumut hati (Hepatophyta) dengan 9000 spesies (Rizal, 2016). Hepaticae banyak ditemukan tumbuh pada habitat berupa batang dan ranting-ranting pepohonan serta daun (Uji dan Windadri, 2007). Kebanyakan lumut hati hidup di tempat-tempat yang basah, oleh sebab itu tubuhnya mempunyai struktur yang higromorf. Bentuk lain jarang ditemukan meskipun ada pula yang terdapat pada tempat-tempat yang amat kering, misalnya pada kulit-kulit pohon, di atas tanah atau cadas, sehingga tubuhnya perlu mempunyai struktur yang xeromorf. Dan karena hidupnya di atas daun lumut tadi merupakan satu bentuk ekologi yang khusus yang dinamakan epifil.
Bangsa Marchantiales. Sebagian lumut hati yang tergolong dalam bangsa ini mempunyai susunan talus yang agak rumit. Sebagai contoh Marchantia polymorpha. Talus seperti pita ± 2 cm, lebarnya, agak tebal berdaging, bercabang-cabang menggarpu, dan mempunyai satu rusuk tengah yang tidak begitu jelas menonjol. Pada sisi bawah talus terdapat selapis sel-sel yang menyerupai daun yang dinamakan sisiksisik perut atau sisik-sisik vertal. Dinding liang itu terdiri atas 4 cincin, masing-masing cincin terdiri atas empat sel.
Bangsa jungermaniales. Lumut hati yang kebanyakan kecil hidup di atas tanah atau batang-batang pohon, di daerah tropika juga sebagai efifit pada daun pohon-pohonan dalam hutan. Bangsa ini meliputi 90 % dari semua Hepaticae. Bentuk-bentuk tubuh yang masih sederhana sangat menyerupai Marchantia, talus berbentuk pita, sempit dan bercabang-cabang mennggarpu. Kebanyakan Jungermaniales telah mempunyai semacam batang yang bercabang-cabang banyak dan tumbuh dorsivental. Selain dua baris bagian-bagian serupa daun-daun yang kesamping tadi, seingkali terdapat sederetan bagian-bagina semacam daun lagi yang terletak pada sisi bawah, dan dinamakan daundaun perut atau amfigastrium. Perkembangan anteridium dan perkembangan permulaan embrionya sedikit menyimpang dari cara-cara yang telah kita kenal pada hepaticae. Pada jurgermaniales yang tubuhnya bersifat talus, arkegoniumnya diliputi oleh periketium yang dikelilingi oleh bagin-bagian yang mempunyai bentuk yang khusus, seperti pada bunga tumbuhan tinggi (Angiospermae) bagian itu disini juga dinamakan periantium. Menurut duduknya sporangium, Jungermniales dibedakan dalam tiga suku: Suku anacrogynaceae ujung talus tidak ikut mengambil bagian dalam pembetukan arkegonium; sporogonium terdapat pada sisi punggung, dan pada beberapa jenis diliputi oleh periketium yangtergolong di sini antara lain:
- Pelia epiphilla, talus menyerupai marchantia, hidup di atas tanah yang basah.
- Metzgeria furcata, talus berbentuk pita sempit , bercabang-cabang menggarpu , hidup pada batang pohon atau juga batu padas.
- Metzgeria conjugate
- Blasia pusilla, talus lebar, mempunyai rusuk tengah, pada tepi talusnya mulai tampak terbentuknya alat-alat sepeti daun.
ilum Anthocerophyta tumbuh pada lingkungan yang lembab dan tertutup kanopi atau tidak terkena cahaya secara langsung (Postlethwait and Hopson,2006). Lumut tanduk memiliki bentuk tipis dan panjang sporofit seperti tanduk yang tumbuh di atas tumbuhan (Postlethwait and Hopson,2006). Talus tanpa sporofit, tanduk akan terlihat seperti talus (Postlethwait and Hopson,2006). Sporofit akan tertutup kutikula dan memiliki stomata (Postlethwait and Hopson,2006). Anthoceropsida atau lumut tanduk mempunyai gametofit bertalus dengan sporofit indeterminate dan berklorofil. Berbeda dengan bryophyta lainnya, selsel talus Anthocerpsida mempunyai satu kloroplas besar pada masing-masing selnya. Kapsul berbentuk silindris memanjang dimulai dari bagian ujung kapsul (Hasan dan Ariyanti 2004). Anthoceropsida atau lumut tanduk mempunyai gametofit bertalus dengan sporofit indeterminate dan berklorofil. Berbeda dengan bryophyta lainnya, sel-sel talus Anthocerpsida mempunyai satu kloroplas besar pada masing-masing selnya. Kapsul berbentuk silindris memanjang dimulai dari bagian ujung kapsul (Hasan dan Ariyanti, 2004). lumut tanduk (Anthocerotopyhta) hanya 500 spesies (Rizal, 2016). Bangsa ini hanya memuat beberapa marga yang biasanya dimauki dalam satu suku kerja, yaitu suku Anthocerotaceae. Berlainan dengan golongan mulut hati lainnya, sporogonium Anthocerotales mempunyai susunan dalam yang lebih rumit. Gametofit mempunya talus bentuk cakram denga tepi bertoreh, biasanya melekat pada tanah denga perantara rizoid-rizoid. Susunan talusnya masih sederhana. Sel-sel hanya mempunyai satu kloroplas sel-sel ganggang. Sporogonium tidak bertangkai, mempunya bentuk seperti buah polongan. Sepanjang poros bujurnya terdapat jaringan yang terdiri atas deretan sel-sel mandul yang dinamakan kolumela. Kolumela itu diselubungi oleh jaringan yang kemudian akan menghaislkan spora yang disebut arkespora. Selain spora arkespora juga menghasilkan sel-sel mandul yang dinamakan elatera. Anthocerotales hanya terdiri atas satu suku, yaitu Anthocerataceae, yang mencakup antara lain Anthoceros leavis, A.fusiformis, Notothylus valvata.

Bryopsida dikenal sebagai lumut daun atau lumut sejati, merupakan kelas yang terbesar dalam bryophyta. Filum Bryophyta merupakan tumbuhan pioner karena tumbuhan yang menempati suatu tempat untuk pertama kali (Postlethwait and Hopson,2006). Filum Bryophyta selanjutnya mengumpulkan materi inorganik dan organik pada permukaan batu (Postlethwait and Hopson,2006). Adanya kumpulan materi inorganik dan organik akan menyediakan lapisan tanah untuk pertumbuhan tumbuhan lainnya (Postlethwait and Hopson,2006).  Filum Bryophyta pada gametofit, ‘daun’ tidak memiliki jaringan mesofil, stomata, vein seperti tumbuhan tingkat tinggi (Bidlack and Jansky, 2008). Talus briofita tidak berlobus ataupun bercabang (Bidlack and Jansky, 2008). Hampir semua anggotanya mempunyai gametofit yang telah terdifferensiasi sehingga dapat dibedakan bentuk-bentuk seperti batang, cabang dan daun. Sporofit bryopsida berumur panjang, berwarna kecokelatan terdiri atas kaki yang berfungsi untuk menyerap nutrien dari gametofit, dan kapsul yang disangga oleh suatu tangkai disebut seta. Spora masak dibebaskan dari kapsul setelah operculum (struktur semacam tutup pada kapsul) membuka secara perlahan-lahan melalui satu atau dua baris gigi-gigi yang disebut peristom. Takakiopsida hanya mempunyai satu marga yaitu Takakia, dikenal sebagai suatu kelompok baru Bryopsida. Takakiopsida mempunyai ciri-ciri gabungan antara lumut sejati dan lumut hati (Mishler et al., 2003). Lumut daun disebut juga lumut sejati karena tubuhnya berbentuk tumbuhan kecil dengan bagian akar, batang, dan daun yang dapat dibedakan dengan jelas (Triyantio, 2006). Lumut daun hidup berkelompok membentuk hamparan tebal seperti beludru (Triyantio, 2006). Yang termasuk lumut daun adalah Polytrichum dan Sphagnum (Triyantio, 2006). Lumut daun (Bryopsida) memiliki 12.000-14.500 spesies dan 670 genus (Semple, 1999). Lumut daun meliputi kurang lebih 12.000 jenis yang mempunyai daerah agihan yang sangat luas. Lumut daun dapat tumbuh di atas tanah gundul yang periodik mengalami masa kekeringan, bahkan di atas pasir yang bergerakpun dapat tumbuh. Selanjutnya lumut ini dapat kita jumpai di antar rerumputan, di atas batu cadas, pada batang batang dan cabang cabang pohon, di rawa-rawa, jarang di dalam air. Mengingat tempat tumbuhnya yang bermacam-macam itu, maka tubuhnya pun memeperlihatkan struktur yang bermacam-macam pula. Kebanyakan lumut daun suka tempat yang basah, tetapi ada pula yang tumbuh di tempat yang kering. Beberapa jenis diantaranya dapat sampai berbulan-bulan menahan kekeringan dengan tidak mengalami kerusakan, bahkan ada yang tahan kekeringan sampai bertahun-tahun. Di tempat-tempat yang kering lumut itu membentuk badan berupa bantalan, sedangkan yang hidup di tanah hutan,membentuk lapisan seperti permadani. Dalam hutan dipegunungan daerah tropika batang dan cabang-cabang pohon penuh dengan lumut yang menempel, berupa lapisan yang kadang-kadang sangat tebal dan karena basahnya selalu mengucurkan air. Hutan demikian itulah yang disebut hutan lumut, yang sering juga disebut hutan kabut, karena hutan itu hampir selalu diselimuti kabut ( elfin forest ). Di daerah gambut lumut dapat menutupi areal yang luasnya sampai ribuan km kuadrat, demikian pula di daerah tundra di sekitar Kutub Utara. Lumut daun yang tenggelam jarang kita temukan. Lumut yang membentuk bantalan karena tidak berakar hampir-hampir tidak mengisap air dari tanah, bahkan melindungi tanah itu terhadap penguapan air yang terlalu besar. Spora lumut daun di tempat yang cocok berkecambah merupakan protonema, yang terdiri atas benang-benang berwarna hijau, bersifat fototrop positif, banyak bercabang-cabang, dan dengan mata biasa kelihatan seperti hifa cendawan yang berwarna hijau. Protonema itu mengeluarkan rizoidrizoid yang tidak berwarna, terdiri atas banyak sel dengan sekat-sekat miring, bersifat fototrop negatif, masuk ke dalam tanah dan bercabang-cabang. Rizoid telah mulai terbentuk pada pembelahan spora yang pertama pada sisi yang tidak terkena cahaya. Jika cukup mendapat cahaya, pada protonema lalu terbentuk kuncup yang akan berkembang menjadi tumbuhan lumut. Kuncup mula-mula berupa penonjolan- penonjolan ke samping dari sel-sel bawah pada suatu cabang protonema. Setelah kuncup itu merupakan 1 – 2 sel tangkai, maka dalam sel ujungnya lalu terjadi sel serupa pyramid, karena terbentuknya sekat - sekat yang miring. Sel-sel bentuk pyramid itulah yang seterusnya merupakan sel pemula yang meristematik. Sel itu tiap kali memisahkan suatu segmen sebagai sel-sel anakan baru, dan akhirnya berkembanglah tumbuhan lumutnya. Jika banyak terbentuk kuncup-kuncup demikian tadi , maka tumbuhan lumut seringkali tersusun seperti dalam suatu rumpun. Tumbuhan lumut daun selalu dapat dibedakan dalam bagianbagian berupa batang dengan daun-daun. Di samping itu terdapat rizoid-rizoid untuk melekat pada substrat. Pada Musci alat-alat kelamin terkumpul pada ujung batang atau pada ujung cabang-cabangnya, dan dikelilingi oleh daun-daun yang letaknya paling atas. Daun-daun itu kadang-kadang mempunyai bentuk dan susunan yang khusus dan seperti pada Jungermaniales juga dinamakan periantium. Kemudian alat-alat kelamin itu dikatakan bersifat banci atau berumah satu, jika dalam kelompok itu terdapat baik arkegonium mauoun anteridium, dan dinamakan berumah dua jika kumpulan arkegonium dan anteridium terpisah tempaynya. Di antara alat-alat kelamin dalam kelompok itu biasanya terdapat sejumlah rambut-rambut yang terdiri atas banyak sel dan dapat mengeluarkan suatu cairan. Seperti pada tubuh buah Fungi rambut-rambut steril itu dinamakan parafisis. Pada Musci tertentu yang berumah dua, tumbuhan jantan hanya kecil saja, dan setelah pembentukan beberapa daun, segera menghasilkan anteridium. Pada Buxbaumia aphylla tumbuhan jantan hanya berbentuk satu daun yang tidak berklorofil dan ergulung seperti bola,sedang tumbuhan betina mempunyai banyak daun. Juga spora yang dihasilkan tumbuhan jantan, serinykali lebih lebih kecil daripada spora yang dihasilkan oleh tumbuhan tumbuhan. Muncullah dengan ini peristiwa heterospori yang kita jumpai pada beberapa golongan Pteridophyta.
Musci dibedakan dalam 3 bangsa :
Bangsa Andreaeales Bangsa ini hanya memuat satu suku, yaitu suku Andreaeaceae, dengan satu marga Andreaea. Protonema berbentuk pita yang bercabang-cabang. Kapsul spora mula mula diselubungi oleh kaliptra yang bentuknya seperti kopiyah bayi. Jika sudah masak pecah dengan 4 katup-katup. Kolumela diselubungi oleh jaringan sporogen. Contoh- contoh : Andreaea petrophila, A. rupestris.
Bangsa Sphagnales ( lumut gambut ) Bangsa ini hanya terdapat satu suku Sphagnaceae dan satu marga Sphagnum. Marga ini meliputi sejumlah besar jenis lumut yang kebanyakan hidup di tempat-tempat yang berawa-rawa dan membentuk rumpun atau bantalan, yang dari atas tiap-tiap tahun tampak bertambah luas, sedang bagian-bagian bawah yang ada dalam air mati dan berubah menjadi gambut. Protonema tidak berbentuk benang, melainkan merupakan suatu badan berbentuk daun kecil, tepinya bertoreh-toreh dan hanya terdiri atas selapis sel saja. Batangnya banyak bercabang-cabang: cabang-cabang muda tumbuh tegak dan memebentuk roset pada ujungnya. Daun daun yang sudah tua terkulai dan menjadi pembalut bagian bawa batang. Suatu cabang di bawah puncuk tumbuh sama cepat dengan induk batang, sehingga kelihatan seperti batang lumut itu bercabang menggarpu. Karena batang dari bawah mati sedikit demi sedikit, maka cabang-cabang akhirnya merupakan tumbuhan yang terpisah-pisah. Kulit batang Sphagnum terdiri atas selapis sel-sel yang telah mati dan kosong. Jaringan kulit bersifat seperti sepon, dapat menghisap banyak air. Dinding yang membujur maupun yang melintang mempunyai liang-liang yang bulat. Juga dalam daunnya terdapat sel-sel yang menebal bentuk cincin atau spiral dan merupakan idioblas diantara sel-sel lainnya yang membentuk susunan seperti jala, terdiri atas sel-sel hidup, berbentuk panjang dan mengandung banyak klorofil. Susunan yang merupakan aparat kapilar itu berguna untuk memenuhi keperluan akan air dan garam makanan. Cabang-cabang batang ada yang mempunyai bentuk dan warna khusus, yaitu cabang yang menjadi pendukung alat-alat kelamin. Cabang-cabang tumbuhan jantan mempunyai anteridium yang bulat
dan bertangkai di ketiak ketiak daunnya. Cabang tumbuhan betina  mempunyai arkegonium pada ujungnya. Cabang pendukung arkegonium itu tidak mempunyai sel pemula yang berbentuk limas pada ujungnya, jadi seperti lumut hati, dan berbeda dengan lumut daun umumnya. Sporangium hanya berbentuk tangkai pendek dengan kaki yang membesar, dan sampai lama diselubingi oleh dinding arkegonium. Akhirnya dinding arkegonium itu pecah pada kaki sporangium. Kapsul spora berbentuk bulat, di dalamnya terdapat kolumela berbentuk setengah bola yang diselubungi oleh jaringan sporogen. Arkespora pada Sphagnum tidak berasal dari endotesium, tetapi berasal dari lapisan terdalam amfitesium. Kapsul spora mempunyai tutup yang akan membuka, jika spora sudah masak. Sporangium dengan kakinya yang melebar dan merupakan haustorium terdapat dalam suatu perpanjangan ujung batang. Sehabis pembuahan, kaki lalu memanjang seperti tangkai dan dinamakn pseudopodium.Contohcontoh lumut gambut ialah Sphagnum fimbriatum, S. squarrosum, S. acutifolium.
Bangsa Bryales Sebagian besar lumut daun tergolong dalam bangsa ini. Pada bangsa ini kapsul sporanyatelah mencapai diferensiasi yang palimg mendalam. Sporangiumnya mempunyai suatu tangkai yang elastis, yang dinamakn seta. Tangkai dengan kaki sporangiumnya tertanam dalam jaringan tumbuhan gametofitnya. Pada ujung tangkai terdapat kapsul sporanya yang bersifat radial atau dorsiventral dan mula-mula diselubungi oleh kaliptra. Kaliptra ini berasal dari bagian atas dinding arkegonium. Dengan bentangnya sporangium, dinding arkegonium akhirnya terpisah pada bagian perut arkegonium tadi, dan sebagai tudung ikut terangkat oleh sporangium yang memanjang itu. Leher dindimg arkegonium segera menjadi kering dan merupakan puncak kaliptra. Jadi sel-sel yang emnyusun kaliptra tidak merupakan sel-sel diploid akan tetapi terdiri atas sel-sel gametofit yang haploid. Sel-sel kaliptra yang masih memperoleh zat-zat makanan dari sporangium, dapat berkembang terus dan menghasilkan rambut-rambut yang menyerupai benang-benang protonema dengan pertumbuhan yang terbatas. Pada jenis lumut-lumut tertentu ( antara lain pada warga Funaria ) kaliptra melebar seperti perut dan berguna sperti penimbun air bagi sporangium yang amsih muda. Bagian atas seta dinamakan apofisis. Pada jenis-jenis lumut tertentu apofisis mempunyai bentuk dan warna yang khusus. Menurut poros bujurnya kapsul spora itu mempunyai jaringan kolumela. Ruang spora berbentuk tabung mengelilingi jaringan kolumela itu. Kolumela dan ruang spora dikelilingi oleh ruang antar sel yang terdapat di dalam jaringan dinding kapsul spora.

Pada famili Plagiochila memiliki oil body yang berfungsi untuk  melindungi sel dari kekeringan. Pada famili Frullaniaceae dan famili Lejeuneaceae memiliki lobule yang berfungsi sebagai kantung air untuk absorpsi, penyimpanan air, dan untuk mengurangi resiko kekeringan sehingga dapat bertahan hidup dengan baik (Gradstein & Pocs 1989).
Lumut memiliki fungsi sebagai peresap air, mempertahankan kelembaban, penghasil oksigen dan penyerap polutan (Bawaihaty,dkk. 2014).  Di ekosistem Hutan Hujan Tropis, lumut berperan penting dalam meningkatkan kemampuan hutan untuk menahan air (water holding capacity) (Bawaihaty,dkk. 2014).  Adanya lumut di suatu tempat memberikan habitat untuk hewan invertebrata (Bawaihaty,dkk. 2014). Tanpanya adanya lumut, anggrek tidak dapat tumbuh dengan baik (Bawaihaty,dkk. 2014). Selain itu, tumbuhan tinggi memanfaatkan adanya lumut sebagai media perkecambahan (Bawaihaty,dkk. 2014). pemanfaatan lumut unutk menyisir kelembaban atmosfir yaitu untuk menyimpan air agar dapat menjaga keseimbangan air dalam hutan, hal itu dapat dibuktikan dengan cara yang sederhana yaitu dengan cara memeras lumut dengan tangan untuk melihat kandungan air yang masih terkandung di dalamnya, dan ternyata dapat dibuktikan hasil air yang didapatkan dari perasan lumut tersebut seimbang dengan kondisi ukuran lumut tersebut (Bawaihaty,dkk. 2014). Selain lumut bisa menjadi penyeimbangan air dapat juga dilihat yaitu lumut sebagai tumbuhan pioneer atau sebagai tumbuhan perintis, itu dapat dilihat dan dibuktikan dengan adanya lumut yang tumbuh pada pada lahan yang sudah tidak sehat karena adanya penebangan liar dengan menggunakan mesin disitu lumut bisa tumbuh (Bawaihaty,dkk. 2014).  Lumut dapat digunakan sebagai bahan untuk hiasan rumah tangga, obat-obatan, bahan untuk ilmu pengetahuan dan sebagai indikator biologi untuk mengetahui degradasi lingkungan (Bawaihaty, 2014). Beberapa contoh lumut yang dapat digunakan tersebut adalah Calymperes, Campylopus dan Sphagnum (Gradstein 2003). Sphagnum kadang-kadang digunakan sebagai media alternatif untuk mengerami telur buaya oleh para petani buaya di Philipina. Bahkan dilaporkan pula penggunaan lumut yang dikeringkan sebagai bahan bakar dan bahan untuk konstruksi rumah-rumah di daerah-daerah panas tetapi hal ini tidak dapat diterapkan di wilayah Asia Tenggara (Bawaihaty, 2014). Berdasarkan hasil penelitian di Cina, lebih dari 40 jenis lumut telah digunakan oleh masyarakat Cina sebagai bahan obat-obatan terutama untuk mengobati gatal-gatal dan penyakit lain yang disebabkan oleh bakteri dan jamur (Gradstein 2003). Lumut bisa menjadi penyeimbangan air dapat juga dilihat yaitu
lumut sebagai tumbuhan pionir atau sebagai tumbuhan perintis, itu dapat dilihat dan dibuktikan dengan adanya lumut yang tumbuh pada lahan yang sudah tidak sehat, karena adanya penebangan liar dengan menggunakan mesin, di situ lumut bisa tumbuh, lumut biasanya tumbuh pada pohon yang ditebang, lumut juga tumbuh pada pohon lapuk dan pohon yang sudah mati, akan tetapi kondisi lumut yang tumbuh disana tidak sesubur dengan kondisi lumut yang tumbuh pada pohon yang masih baik dan kelembaban suhunya masih terjaga baik seperti pada hutan primer dengan ketinggian tertentu (Bawaihaty, 2014). Jenis lumut yang biasa tumbuh pada pohon yang sudah lapuk dan mati adalah jenis lumut Floribundaria dan Vesicularia, kedua jenis lumut tersebut termasuk dalam kelas Musci (Bawaihaty, 2014). Lumut sering juga digunakan untuk pertamanan dan rumah kaca. Spagnum merupakan komponen pembentuk tanah gambut, pengganti kapas dan sebagai bahan bakar (Master,J. 2015). Lumut hati (Marchantia) sebagai indikator daerah yang lembab dan dipakai obat penyakit hatIi (hepatitis) (Master,J. 2015).  Lumut bersama dengan algae membentuk liken (lumut kerak) yang merupakan tumbuhan pionir bagi tempat yang gersang (Master,J. 2015). Di hutan bantalan lumut berfungsi menyerap air hujan dan salju yang mencair, sehingga mengurangi kemungkinan adanya banjir dan kekeringan di musim panas.  Lumut gambut di rawa dapat dijadikan sebagai pupuk penyubur tanah (Master,J. 2015). Lumut sendiri memiliki fungsi sebagai pembangun tanah untuk menyiapkan lahan bagi pertumbuhan organisme lain (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Pada jenis Marchantia ada beberapa jenis yang bermanfaat sebagai obat radang hati yaitu Marchantia polymorpha (Rizal, 2016).
Distribusi dan kemelimpahan setiap spesies tumbuhan lumut terestrial sangat bervariasi,tergantung asosiasi dengan tumbuhan di sekitarnya (Setyawan dan Sugiyarto, 2001).
Beberpa lumut bersifat kosmopolit, dapat ditemukan dimana-mana. Lain-lain jenis mempunyai daerah distribusi yang terbatas. Pada bermacam-macam tempat, misalnya tanah dalam rimba, batu-batu, cadas-cadas, gambut, kulit pohon, dan lain-lain. Lumut-lumut itu merupakan asosiasi tumbuhan yang karakteristik.
Penyebaran lumut meliputi banyak tempat antara lain pada hutan hujan tropis yang terdapat pada tiga benua yaitu Amerika, Asia, dan Afrika (Bawaihaty, 2014).   Pada hutan hujan topis di Asia ditemukan jenis-jenis lumut sbb:Mitthridium (Calymperaceae), Dicranolomadan Braunfelsia (Dicranaceae), Macrothamnium (Hylocomiaceae), Cyathophorela (Hyppoterygiaceae), Aerobryum (Meteoryceae), Homaliondenrom (Neckeraceae), Pterobyella, Mphysodontella, Rchyloma (Pterobryoideae), Acroporium, Trismegistia, Trachypodaceae (Graidstein dan Pocs 1990). Secara ekologis lumut (Bryophyta) berperan penting di dalam fungsi ekosistem. Seperti lahan gambut sangat tergantung pada lapisan atau tutupan lumut (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Sehingga keberadaan lumut sebagai penutup permukaan tanah juga memepengaruhi produktivitas, decomposisi serta pertumbuhan komunitas di hutan (Saw dan Goffinet, 2000).
Peningkatan kekayaan jenis lumut seiring dengan peningkatan elevasi juga berpengaruh, pernah dilaporkan oleh Graidstein dan Culmse (2010), Akmal (2012), serta Ariyanti dan Sulistijorini (2011), namun demikian ada juga penelitian lain yaitu pada ketinggian lebih dari 2300 mdpl terjadi penurunan kekayaan jenis lumut (Enroth 1990). Pernyataan tersebut dapat dibuktikan dengan berbedanya jumlah jenis lumut yang lebih banyak di hutan primer dengan elevasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan di hutan tanaman dan di hutan kebun buah yang elevasinya lebih rendah. (Bawaihaty, 2014). 
      Keanekaragaman jenis lumut di Indonesia masih belum banyak terungkap sehingga hasil penelitian tentang keanekaragaman lumut juga masih terbatas. Keanekaragaman jenis lumut cenderung dipengaruhi oleh tipe habitat (Adhitya, dkk. 2014). Habitat yang heterogen memiliki keanekaragaman yang lebih banyak dibandingkan dengan habitat yang homogen  (Adhitya, dkk. 2014). Ada 24.000 spesies Bryophyta yang dikenal, dan semua tumbuhan lumut membutuhkan kondisi lingkungan yang lembab yang masuk kedalam siklus kehidupan tumbuhan tersebut (Rizal, 2016). Diketahui bahwa telah teridentifikasi lebih dari 200 jenis lumut yang berada di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, baik yang termasuk dalam kelompok lumut sejati (mosses), lumut hati maupun lumut tanduk. Berdasarkan data yang diambil dari Universitas di Singapura total marga lumut sejati (mosses) yang telah teridentifikasi di Indonesi yaitu sebanyak 247 marga (Bawaihaty, 2014). Sementara itu keberadaan lumut sejati tersebut di TNGP terutama di jalur Cibodas Cibeureum telah diteliti mempunyai jumlah 79 marga atau sepertiga dari seluruh jumlah marga lumut sejati (mosses) yang berada di Indonesia (Hasan dan Ariyanti 2004).Beberaapa suku lumut yang terdapat di Indonesia adalah:
Calymperaceae tumbuh tegak (acrocarpus), mengelompok, jarang menjalar (pleurocarpus) kecuali marga Mitthyridium. Ujung daun kadang-kadang terdapat reseptakel berbentuk seperti kuncup (gemma). Sporofit terminal (Windadri, 2007). Beberapa contoh spesies  dalam Calymperaceae adalah:
a.       Calymperes afzeli  Daun linear hingga subulate, atau pendek dan berligula; sel-sel lamina rata. Seta kurang dari 2 mm panjangnya, halus; kapsul tegak, silindris; kaliptra besar dan persisten. Habitus berukuran agak kecil. Daun panjang, bagian pangkal tegak, mengkerut dan menggulung jika kering, tepi daun menebal, kosta berakhir sebelum ujung daun. Sel-sel lamina kecil membundar atau persegi, terdapat sel-sel kosong yang sangat berbeda bentuknya dengan sel-sel lamina. Ekologi dan persebaran: Umumnya tumbuh diranting pohon,perakaran yang terbuka, kayu lapuk, kayu mati dan kadang-kadang di bebatuan lembab di hutan dataran rendah pada ketinggian 100-800 m di atas permukaan laut. Jenis ini tersebar luas di kawasan tropis
b.      Calymperes serratum . Daun linear hingga subulate, atau pendek dan berligula; sel-sel lamina rata. Seta kurang dari 2 mm panjangnya, halus; kapsul tegak, silindris; kaliptra besar dan persisten.Koloni hijau pudar, tidak berbatang atau batang sangat pendek, mempunyai percabangan bebas, rhizoid coklat kemerahan. Daun memita, pangkal pendek melebar, tepi bergigi tidak beraturan, kosta menonjol dibagian bawah. Sel-sel lamina kecil, berdinding tebal dengan lumen membundar telur. Sporofit jika ada, panjang setanya 4-6 mm. Ekologi dan persebaran: Umumnya tumbuh ranting pohon, sebagian besar di hutan dataran rendah dan jarang ditemukan pada ketinggian lebih dari 1000 m di atas permukaan laut. Jenis ini tersebar di Afrika tropis, Sri Lanka dan Thailand hingga Malesia, Polynesia dan Australia bagian utara
c.       Mitthyridium undulatum.  Batang primer menjalar, bercabang tegak, memberkas, hijau atau kekuningan; rhizoid melimpah. Daun-daun cabang menyebar, lamina bergelombang, berkerut dan keriting jika kering; pangkalnya terdapat sel-sel jernih, tepi berpembatas lebar, ujungnya runcing hingga tumpul. Kosta berkembang baik, biasanya berakhir sebelum ujung daun, halus di bagian pangkal, dan kasar di bagian atas, pita stereid berkembang baik. Sel-sel lamina bagian atas kecil, transparant, berpapila banyak. Sel-sel alar berukuran besar, mendominasi pangkal daun, sel-sel leukosis persegi, berlubang besar di luarnya. Seta ramping, halus; kapsul silindris. Berukuran medium, lebih kecil dari M. fasciculatum dan lebih besar dari M. jungquilianum. Panjang cabang mencapai 4 cm. Daun tersebar tegak jika basah, kadangkadang kaku. Sel-sel lamina bagian atas tidak beraturan. Sel-sel kosong menempati ¼ - 1/3 panjang daun. Gemma (kuncup) jika ada terbentuk pada permukaan adaxial kosta. Sporofit jarang ditemukan. Ekologi dan persebaran: Umum ditemukan mendekati pantai di kawasan Asia Tropis, Malesia dan Polynesia.
d.      Syrrhopodon spiculosus. Merupakan marga yang heterogen, tumbuh tegak memberkas, rhizoid muncul di bagian yang lebih tua, tinggi mencapai 10 cm. Batang tipis, sederhana atau bercabang, berwarna gelap. Daun bervariasi, biasanya ramping, berpembatas, tegak, pangkalnya mengelilingi dan melekat pada batang, kosta halus atau berpapila, biasanya ditutupi oleh selapis sel-sel pendek, berakhir pada atau mendekati ujung daun, bagian ujung biasanya menghasilkan gemma (Kuncup). Sel-sel lamina berkhlorofil sedangkan pembatasnya terdiri dari sel-sel memanjang, bagian pangkal daun didominasi oleh sel-sel kosong, berbentuk persegi , jernih, berdinding tipis. Kapsul muncul dari seta yang tipis dengan bermacam-macam ukuran (biasanya 4-15 mm), silindris, tutup kapsul tegak, berseludangberparuh; peristom sederhana, terdiri dari 16 gigi, ramping, berpapila kasar; kaliptra relatif ramping, gugur jika tua. Tumbuhan berukuran kecil, hijau muda, tinggi mencapai 4 cm. Daun tegak, bagian pangkalnya tidak berwarna dan ramping, tepinya berpembatas, tepi bagian atas menggulung, ujung tumpul atau runcing melebar, bergerigi, kosta berakhir di bawah ujung daun, gemma (kuncup) yang dihasilkan biasanya melimpah. Sel-sel daun berdinding tebal, persegi, sel-sel pembatas di tepi daun bagian bawah membentuk pita ramping terdiri dari sel-sel rectangular yang berdinding tebal. Sporofit jika ada dengan seta 6-10 mm panjangnya, kapsul tegak, silindris. Ekologi dan persebaran: umumnya tumbuh di batang pohon, ranting atau kayu lapuk di tempat lembab dan teduh di hutan dataran rendah Daerah persebarannya mulai dari India dan Sri Lanka hingga Thailand; Kamboja, seluruh Malesia hingga Polynesia dan Australia bagian utara.
Fissidentaceae Suku ini hanya mempunyai satu marga yaitu Fissidens. Karakter pokok yang dimiliki adalah generasi gametofit, terpusat pada daunnya yang tersusun dua deret (distichous) dan masing-masing mempunyai duplikat daun berbentuk seperti perahu di sisi adaksialnya, disebut “vaginant lamina”. Adapun marga ini berperawakan seperti pakis, pucuk tegak atau melengkung horizontal. Daun pipih, berkosta; tepinya kadang-kadang berpembatas. Sel-sel lamina bervariasi, halus, berpapila atau bermamila. Seta beberapa atau 2 mm, halus atau berpapila; kapsul kecil, silindris pendek, tegak atau menggantung, tutupnya berparuh. Peristom jika tidak mereduksi bergigi ganda jumlahnya 16. Marga ini terdiri dari beberapa ratus jenis, yang tersebar di seluruh dunia dan ditemukan dalam beberapa tipe habitat. Dilaporkan bahwa kehadiran marga ini di kawasan Malesia cukup baik. Beberapa contoh spesies  dalam Fissidentaceae adalah:
a.       Fissidens cristatus Tumbuhan hijau kuning hingga coklat emas, sederhana. Daun melengkung, keriting jika kering, lanset, ujungnya runcing, kadang-kadang bergigi kasar dan tidak teraturan, kosta kuat dan menonjol, ’vaginant lamina’ menempati 3/5- 2/3 panjang daun. Sel-sel lamina kecil , bermamila, berdinding tebal, 3-4 deret sel di bagian tepi berukuran lebih besar membentuk pita marginal. Seta sering lebih dari satu setiap batang, panjang 5 -10 mm, kapsul berukuran besar untuk genus ini, kadang-kadang merunduk dan tidak simetris. Ekologi dan persebaran: umumnya ditemukan pada batuan lembab di area pegunungan, di lokasi penelitian ditemukan tumbuh pada batu cadas di hutan. Persebarannya: daerah temperate dan kawasan Malesia yang hanya ditemukan di Jawa dan Filipina.
Hypnaceae Tumbuhan berukuran kecil hingga agak besar, biasanya mengkilat, menjalar, padat dan membentuk jalinan. Batang merayap, sering bercabang menyirip atau agak menyirip. Daun membundar telur atau membundar telur lanset, ujungnya meruncing, sering melengkung pada satu arah; kosta pendek dan rangkap atau tidak ada. Sel-sel sebagian besar linear, ujung dinding selnya saling tumpang tindih, halus atau berpapila; sel-sel alar kecil dan kurang berbeda nyata dengan sel-sel lainnya. Seta memanjang, ramping, halus; kapsul membulat telur, tidak simetris, mendatar atau menggantung; peristom biasanya rangkap, tutup kapsul pendek, kaliptra mengangguk. Beberapa contoh spesies  dalam Hypnaceae adalah:
a.       Ctenidium lychnites Berukuran medium, mengkilat, hijau kekuningan atau keemasan, membentuk bantalan yang tebal. Batang menjalar, panjang mencapai 4 cm, bercabang menyirip tidak teratur. Daun-daun batang membundar telur, bercuping pada pangkalnya, melengkung, ujung meruncing, bergerigi kuat dan tajam. Sel-sel memanjang. Daun-daun cabang lebih kecil, pangkal membundar telur, ujungnya berduri atau bergerigi tak beraturan. Seta 1,5-2 cm panjangnya, merah, kapsul besar, membulat telur-silindris,menebal dibagian belakang, tutup kapsul mengerucut tajam, kaliptra tidak tampak. Ekologi dan persebaran: Umumnya tumbuh di bebatuan atau batang pohon di Khasia, Nilghiri, dan Ceylon
Meteoriaceae Berperawakan ramping atau kekar, sering menggantung di pohon dalam masa yang berbulu. Batang primer berbentuk benang, menjalar, batang sekunder memanjang, membelit, bercabang, berdaun padat. Daun membundar telur-lanset, meruncing, biasanya kosta tunggal, ramping, berakhir di bawah ujung daun. Sel-sel memanjang, sering berpapila. Kapsul ramping dan menonjol di atas seta yang pendek, peristom rangkap, bertutup pendek, kaliptra kecil, mengangguk. Suku ini terdiri dari beberapa marga, salah satu diantaranya marga Barbella enervis, Berperawakan ramping, lembut, coklat muda, mengkilat. Batang sekunder mencapai 20 cm atau lebih panjangnya, bercabang menyirip, sebagian besar memanjang membentuk seperti cambuk. Daun bagian bawah tersebar, pipih, membundar lanset, pangkalnya bercuping, perlahanlahan meramping hingga ujungnya meruncing linear, tak berkosta, tepi bergigi. Daun-daun cabang berbentuk cambuk lebih pipih, lebih ramping, ujungnya berbentuk kapiler panjang, sel-selnya berpapila. Sporofit jarang terlihat. Ekologi dan persebaran: umumnya tumbuh di batangbatang pohon dan tersebar di Himalaya, Ceylon, Australia, Pulau Lord Howe dan New Caledonia.
Neckeraceae Berperawakan ramping atau kekar, mengkilat. Batang primer berbentuk benang, menjalar, batang sekunder  tegak atau menggantung, bercabang menyirip, sangat pipih. Daun rata, sering bergelombang transversal, ujung pendek, kosta tunggal, jarang rangkap dan pendek. Sel-sel halus, segi enam membundar ke arah ujung, linear ke arah pangkal. Sporofit lateral, muncul pada cabang batang sekunder, kapsul dengan peristom rangkap. Beberapa contoh spesies  dalam Neckeraceae adalah:
a.     Homaliodendron exiguum. Berperawakan seperti pohon. Batang sekunder bercabang ganda atau rangkap tiga dari satu tangkai berkayu, menyebar, sangat pipih dan kadang-kadang ramping. Daun-daun tidak bergelombang, bergigi kasar di ujung, spathula membundar, agak rata, kosta tunggal, halus, berakhir di pertengahan daun. Sel-sel rhomboid, halus, bagian pangkal lebih memanjang. Seta pendek, kapsul membulat telur- silindris, peristom rangkap, gigi transversal beralur di bagian bawah, kaliptra kecil, berbulu. Berperawakan ramping, hijau cerah, jarang memberkas.Batang sekunder liat, panjang mencapai 5 cm, percabangan menyebar, cabang pipih, membentuk cambuk di ujungnya. Daun-daun bagian bawah kecil, pipih, bagian atas melebar, menyebar, pipih. Spatula melebar, membundar di bagaian atas dan bergigi membulat dipersimpangan ujungnya, kosta berakhir mendekati pertengahan daun. Sel-sel membundar telur, halus, dinding sel menebal, perlahan-lahan memanjang ke arah pangkal. Daun-daun cabang lebih kecil dan lebih membundar. Sporofit jarang ditemukan. Ekologi dan persebaran: umumnya tumbuh di batang pohon, sering membentuk bantalan kecil di ranting pohon bersama dengan jenis lainnya, tersebar di Himalaya, Ceylon, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Sulawesi,Australia dan New Guinea
b.     Neckeropsis lepineana  Berperawakan seperti pohon. Batang sekunder bercabang ganda atau rangkap tiga dari satu tangkai berkayu, menyebar, sangat pipih dan kadang-kadang ramping. Daun-daun tidak bergelombang, bergigi kasar di ujung, spathula membundar, agak rata, kosta tunggal, halus, berakhir di pertengahan daun. Sel-sel rhomboid, halus, bagian pangkal lebih memanjang. Seta pendek, kapsul membulat telur- silindris, peristom rangkap, gigi transversal beralur di bagian bawah, kaliptra kecil, berbulu. Berperawakan kekar, hijau kekuningan, mengelompok,menggantung. Batang sekunder mencapai 30 cm panjangnya, bercabang tidak beraturan. Daun bergelombang, ujung bergerigi kecil, kosta pendek dan halus, berbentuk garpu tidak sama panjang. Sel-sel daun romboid, tebal dinding sel tidak sama. Sporofit pendek, bercabang lateral, kapsul dengan gigi peristom berpapila. Ekologi dan persebaran: Umumnya tumbuh di batang pohon atau ranting, tersebar di Afrika Timur, Malesia, Pulau Pasifik hingga Hawaii
Phyllogoniaceae Sangat mengkilat dengan cabang menyebar, batang sekunder sangat pipih. Daun kaku, dua deret, berhadapan, seperti perahu, ujung tumpul, tidak berkosta. Sel-sel linear, halus. Beberapa contoh spesies  dalam Phyllogoniaceae adalah:
a.      Orthorrhynchium phyllogonioides Batang sekunder tegak, kaku, sederhana, mengkilat, hijau muda, panjang mencapai 4 cm. Daun tersebar tegak, tepinya rata, mencapai 3 mm panjangnya, berkosta sangat pendek dan halus. Sel-sel daun linear, kadang-kadang seperti cacing, lebih pendek dan lebih lebar dibagian pangkal dan ujung daun, sel-sel alar jernih, lebih kecil dari sel yang lain, terkumpul pada satu sisi. Sporofit jarang ditemukan. Ekologi dan persebaran: umumnya tumbuh di batang pohon, tersebar di Jawa, New Guinea dan Pulau Chrismast.
Famili Lejeuneaceae memiliki karakteristik tumbuhan berwarna hijau, kekuningan, coklat, hitam atau keputih – putihan. Batang tumbuh merayap hingga ascending atau pendent, menyirip, bercabang dua atau bercabang tidak teratur,  susunan daun incubous, terbagi menjadi lobe dan lobule (Gradstein et al., 2001). Ada beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan suku Lejeuneaceae banyak dijumpai, yaitu Lejeuneaceae merupakan suku dari lumut hati berdaun yang memiliki jumlah jenis terbesar (Adhitya, dkk. 2014).Memiliki kantung air yang memungkinkannya dapat beradaptasi untuk menyimpan air dan mengurangi resiko kekeringan, sehingga menyebabkannya dapat bertahan hidup dengan baik (Adhitya, dkk. 2014).
Pterobryaceae Berperawakan besar, sering menyerupai pohon. Batang sekunder berkayu, kaku, berdaun pada pada semua sisinya, sederhana atau bercabang. Daun membundar, meruncing, kosta tunggal atau rangkap dan pendek. Sel-sel memanjang, incrassate dan porus, biasanya halus, sel alar sering berkembang baik. Seta biasanya pendek, kapsul halus, peristom rangkap, tutup berparuh pendek, kaliptra kecil. Beberapa contoh spesies  dalam Pterobryaceae adalah:
a.      Garovaglia plicata Batang sekunder kaku, hijau keemasan di ujung dan coklat di bawah, panjang mencapai 8 cm, tegak atau melengkung, pipih, biasanya sederhana. Daun mencapai 6mm panjangnya, membundar telur melebar- melanset,terlipat atau kadang-kadang bergelombang, bergerigi tajam ke arah ujung. Sel-selnya ramping, elip, berdinding porus, linear kearah pangkal, sel alar berkembang baik. Daun pelindung beberapa, kapsul tenggelam, seta sangat pendek. Ekologi dan persebaran: umumnya tumbuh di batang pohon, tersebar di Sikkim, Filipina, Sumatra, Jawa, Sulawesi dan Seram.
Thuidiaceae Berperawakan ramping atau kekar, tidak mengkilat. Batang bercabang banyak, sering menyrip teratur 2 atau 3 kali, biasanya berparafilia. Daun sering dua bentuk, daun cabang lebih kecil dan terdeferensiasi dengan baik, membundar telur, cekung, berujung pendek; kosta tunggal, kaku. Sel-sel kecil, membundar, berpapila. Seta memanjang, halus, kapsul mendatar, peristom rangkap, sempurna, tutup berparuh mengerucut; kaliptra biasanya berparuh, kadang berpapila atau hispid. Beberapa contoh spesies  dalam Thuidiaceae adalah:
a.       Thuidium investe. Pertumbuhannya memipih, membentuk jalinan seperti bulu. Batang menjalar, menyirip rangkap dua atau tiga, dengan parafilia melimpah. Daun dalam dua bentuk; daun batang lebih besar, melebar, pangkalnya menjantung, meruncing panjang; daun cabang kecil, membulat cekung, berujung pendek, kosta tunggal, sel-selnya membulat, berpapila; kapsul biasanya merunduk atau mendatar; tutp kapsul berparuh; peristom rangkap, sempurna, caliptra cuculate. Berukuran kecil, lembut, membentuk jalinan berwarna hijau kecoklatan. Batang menjalar, meyirip ganda,paraphylia kecil, cabang seperti kapiler. Daun daun batang halus, mebundar telur, meruncing pendek; daun-daun cabang lebih kecil, membulat blunt, melengkung jika kering; kosta berakhir sebelum ujung daun, seta 1 cm panjangnya, halus pada bagian bawah, kasar pada bagian atas; kapsul relatif besar, mendatar, tutup kapsul panjang dan berparuh ramping. Ekologi dan persebaran: umumnya ditemukan tumbuh di bebatuan dan tersebar di Burma
b.      Thuidium plumulosum Pertumbuhannya memipih, membentuk jalinan seperti bulu. Batang menjalar, menyirip rangkap dua atau tiga, dengan parafilia melimpah. Daun dalam dua bentuk; daun batang lebih besar, melebar, pangkalnya menjantung, meruncing panjang; daun cabang kecil, membulat cekung, berujung pendek, kosta tunggal, sel-selnya membulat, berpapila; kapsul biasanya merunduk atau mendatar; tutp kapsul berparuh; peristom rangkap, sempurna, caliptra cuculate. Koloni membentuk jaringan yang berbelit-belit , hijau tua. Batang memanjang, keras dan liat, tegak atau melengkung, bercabang menyirip ganda sangat teratur dan rapi, paraphylia padat, bermacam-macam bentuk. Daun pada batang tiba-tiba meruncing dari bagian yang lebar, pangkalnya segitiga-membundar telur, terlipat halus, tepinya melengkung; kosta berakhir sebagai ujung yang ramping. Daun cabang lebih kecil, membundar telur, berujung pendek, sel-sel apical dengan 2-3 papila. Sel-sel segi enam tak beraturan, dengan papilla tunggal diatas lumen. Seta kaku, berpapila, 2.5-3 mm panjangnya, kapsul menggantung, melengkung, oblong-silindris, peristom besar, kemerahan, tutup kapsul mengerucut berparuh, kaliptra cuculate. Ekologi dan persebaran: di kawasan Malesia umumnya ditemukan tumbuh di bagian dasar pohon (base of tree), kayu mati, dan bebatuan kapur, dominan pada ketinggian kurang dari 500 m dari permukaan laut.
c.       Thuidium velatum  Pertumbuhannya memipih, membentuk jalinan seperti bulu. Batang menjalar, menyirip rangkap dua atau tiga, dengan parafilia melimpah. Daun dalam dua bentuk; daun batang lebih besar, melebar, pangkalnya menjantung, meruncing panjang; daun cabang kecil, membulat cekung, berujung pendek, kosta tunggal, sel-selnya membulat, berpapila; kapsul biasanya merunduk atau mendatar; tutp kapsul berparuh; peristom rangkap, sempurna, caliptra cuculate. Tumbuhan hijau kekuningan, Batang utama memanjang, menjalar, berakar dan berparafilia, bercabangmenyirip rangkap , teratur, cabang primer tersebar mendatar, 4-5 cm panjangnya. Daun batang tersebar tegak, ujungnya membentuk rambut, pangkalnya melebar menjantung, tepi melengkung ke dalam, kosta berakhir di ujung daun. Daun-daun cabang lebih kecil, membundar telur lebar, ujungnya pendek, tidak simetris dibagi oleh kosta, bergigi di seluruh , kosta berakhir sebelum ujung daun. Sel-sel daun persegi atau persegi enam, berpapila tunggal. Seta 1,5 cm panjangnya, melengkung ujungnya, kapsul mendatar atau merunduk, membulat telur pendek, tutup dengan satu pemanjangan dari paruh, kaliptra besar,melonceng. Ekologi dan persebaran: Di kawasan Malesia jenis ini ditemukan tumbuh dalam hutan dengan substrat berupa ranting pohon, akar, kayu lapuk, dan batu kapur, pada ketinggian mencapai 1000 m dan dominan di ketinggian kurang dari 500 m di atas permukaan laut. Daerah persebarannya: Malesia, Siam, Kepulauan Pasifik hingga Samoa.
Marchantia polymorpha (L.). Berbentuk lembaran-lembaran dengan daun yang berwarna hijau dan bagian-bagian tepinya berlekuk seperti kuping, lumut ini tumbuh menggerombol dan tingginya hanya beberapa sentimeter (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Rhizoid yang berada di bawah permukaan daunnya berfungsi untuk mengumpulkan zat hara dari tanah. Hanya terdiri atas rhizoid dan thalus, biasanya tersusun berkelompok (cluster).
Reboulia hemisphaerica (L.) Raddi Lumut ini termasuk ke dalam lumut hati berthalus. Sering terlihat di tempat-tempat yang basah dan sangat lembab, misalnya di sepanjang aliran sungai, gunung atau bukit yang memiliki suhu yang dingin (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Umumnya tumbuhan epifit di batu atau terrestrial diatas permukaan tanah. Struktur tubuh gametofitnya hanya terdiri atas rhizoid dan thalus. Rhizoid membantu melekatkan thalus di atas substrat, biasanya tersusun berkelompok (cluster). Thalusnya melebar, berwarna hijau terang sammpai hijau tua.
Marchantia streimannii Bischler Lumut ini termasuk ke dalam lumut hati berthalus. Umumnya tumbuhan epifit di batu atau terrestrial diatas permukaan tanah (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Struktur tubuh gametofitnya hanya terdiri atas rhizoid dan thalus. Rhizoid membantu melekatkan thalus di atas substrat, biasanya tersusun berkelompok (cluster).
Aneura sp. Lumut ini ditemukan di tempat yang lembab, biasanya tumbuh terrestrial menutupi permukaan tanah (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Merupakan kelompok hati berthalus, yang struktur tubuhnya hanya terdiri atas hamparan thalus dan melekat di permukaan tanah dengan bantuan rhizoid. Berwarna hijau, tidak memiliki midrib/tulang daun.
Marchantia geminata Reinw., Blume & Nees Lumut ini ditemukan di tempat yang lembab, biasanya tumbuh terrestrial menutupi permukaan tanah. Lumut ini termasuk ke dalam lumut hati berthalus (Mundir, dkk. Tanpa tahun).
Bazzania sp. Lumut ini termasuk ke dalam lumut hati berdaun, yang tumbuh di atas humus atau menempel pada batang pohon. Daun tersusun incubous, bentuknya melengkung dengan ujung tepi daun membulat (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Tidak memiliki lobul tetapi memiliki daun ventral (underleaf).
Pogonatum neesii (C.Mull.) Dozy  Lumut ini tumbuh tegak di atas tanah, dan umumnya terrestrial. Tumbuh di tanah dengan campuran pasir dan cadas (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Daunnya linear memanjang, ujungnya runcing, dengan tepi bergigi. Penyebarab cukup luas banyak ditemui di alam. Banyak digunakan sebagai penghias taman.
Phaeoceros laevis (L.) Prosk. Lumut ini termasuk ke dalam lumut tanduk. Umumnya di tempat yang lembab di atas tanah. Thalusnya membentuk cluster, percabangan menggarpu, dan thalus tidak memiliki midrib (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Memiliki sporofit berbentuk seperti tanduk. Kapsul memanjang silindris, tegak lurus terhadap thalus. Ujung kapsul ketika matang akan membelah dua bagian.
Orthorrhynchium phyllogonioides yang berperawakan cukup menarik seperti bulu ayam, hijau muda agak mengkilat, tumbuh di bebatuan lantai hutan Suaka Margasatwa Lambusango. Jenis ini sangat jarang ditemukan bahkan di Cagar Alam Kakenauwe yang lokasinya berdekatan  maupun pada kegiatan eksplorasi flora di kawasan suaka margasatwa Buton Utara di P. Buton pada tahun 2003 dan 2004 juga tidak ditemukan(6,7). Jenis ini merupakan “new record” untuk Sulawesi. Hal ini didasarkan pada laporan sebelumnya bahwa jenis ini hanya tumbuh tersebar di Jawa, Nugini dan Pulau Chrismast
Phaeoceros sp. Lumut ini termasuk ke dalam lumut tanduk. Thalusnya membentuk cluster, percabangan menggarpu, dan thalus tidak memiliki midrib. Memiliki sporofit berbentuk seperti tanduk (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Kapsul memanjang silindris, tegak lurus terhadap thalus. Ujung kapsul ketika Dalam kaitan asosiasi lumut dengan kelompok suku Pandanaceae (Windadri, 2009). Lumut hanya dijumpai pada beberapa pohon terutama pandan yang tumbuh ditempat lembab dan teduh (Windadri, 2009).
      Homaliodendron scapellifolium lumut ini berbentuk seperti pohon (Dendron) dengan batang tegak yang bercabang dikedua sisinya dan merupakan salah satu lumut yang besar dengan panjang 100 mm. batang keras dan menghasilkan batang skunder yang tegak teratur pada setiap interval. Daunnya berbentuk seperti kipas, berwarna hijau kekuning-kuningan dan mengkilap, bulat telur tetapi ujungnya begerigi dan tidak simetris, datar, batang daun tersusun rapi, pada dua sisi, percabangan daun tumpang tindih, dan padat, tulang daun menempati 2/3 panjang dan kadang bercabang/menggarpu, tepi daun halus kecuali pada ujungnya (Rizal, 2016)
Bryum billardieri Jenis lumut ini termasuk salah satu marga Bryum yang mempunyai ukuran besar. Daunnya berwarna hijau, lebar dengan titik pada ujungnya, tulang daun memanjang sampai ujung daun dan membentuk seperti susunan seperti bunga mawar. Jika kering semua daun akan menguncup kearah batang dan tepi daun mempunyai garis keperakan. Batang daun dari lumut ini tegak, panjangnya hingga 18 mm (Rizal, 2016).
Barbella flagelliferd Lumut ini sangat berbeda dengan lumut-lumut yang ditemukan dikawasan wisata air terjun Dholo. Jenis lumut ini banyak menghasilkan caabang-cabang yang berbentuk filament panjang dan tegak. Batang lumut ini berbentuk silinder, hijau, panjang lebih dari 100 mm. Daun melekuk, mempunyai alur yang panjang, mempunyai flagella yang panjang tulang daun tunggal tetapi tidak nyata (Rizal, 2016).
Leucoloma molle Lumut ini merupakan lumut yang umum ditemukan dipermukaan batu dan juga kayu. Daunnya yang sangat halus berwarna hijau keabuabuan, mengkilat, melengkung seperti arit dan tersusun berbentuk segitiga yang panjangnya hingga 10 mm. Batang lumut ini silinder dan dapat pula bercabang namun biasanya tunggal. Panjang batangnya dapat mencapai 40 mm (Rizal, 2016).
Leucobrium javense Lumut ini merupakan salah satu jenis Leucobryum yang berukuran besar, mencapai 50 mm atau lebih. Batang keras, tegak atau menggantung tergantung kondisi tempat tumbuh dengan tinggi 6-8 cm. daun tersusun lepas, berwarna hijau keputuh-putihan dengan permukaan daun berwarna metalik dan halus. Bentuk daun lanset dan melengkung seperti arit, panjang 15 mm, tepi daun involute dan halus, jika keadaan basah daun akan mekar dan sangat melengkung jika kering (Rizal, 2016).
Pallavicinia lyellii Jenis pallavicinia umumnya dijumpai pada permukaan tanah atau batu di tempat-tempat ternaungi ditepi jalan dan didekat selokan atau sumber air lainnya. Pallavicinia lyellii dicirikan dengan talus seperti pita berwarna hijau gelap mengkilap dan tampak jelas mempunyai midrip. Tekstur talusnya halus dan lebih tipis dari Marchantia dan dumortiera, tepi talus bergelombang rhizoidnya muncul dari bagian midrib pada permukaan ventral. Talus yang jantan menghasilkan anteridia dalam dua barisan sejajar disepanjang midrib pada permukaan ventral maupun dorsal, sedangkan talus yang betina manghasilkan arkegonium dalam struktur menyerupai cawan dan muncul agak jauh dari ujung talus. Sporofit lumut ini mempunyai seta panjang berwarna putih bening agak transparan dengan kapsul silindris berwarna hitam. Di wisata air terjun Dholo, lumut hati ini dapat ditemukan hidup bersama dengan jenis lumut hati bertalus lainnya terutama ditempat-tempat yang lembab dan berair (Rizal, 2016).
Marchantia geminate Lumut ini termasuk lumut hati berthalus. Tubuhnya tidak mempunyai batang daun. Talus berbentuk seperti pita pada marchantia umumnya. Dicirikan dengan pecabangan menggarpu, tampak berdaging dan adanya kuncup eram. Pada permukaan talus bagian dorsal dapat diamati dengan jelas adanya midrip dan poripori dari ruang udara dalam talus. Talus bagian ventral akan dijumpai rhizoid dan empat baris sisiksisik ungu kecoklatan. Organ reproduksinya, baik anteridum maupun arkegoniumnya, terdapat pada reseptakel bertangkai, sporofitnya berkembang direseptakel betina. Lumut ini dicirikan oleh reseptakel betina yang terbagi sangat dalam (lebih dari sepertiga diameternya) membentuk lebih dari 6-11 cuping seperti jejari paying, ujung setiap cuping hanya berlekuk dangkal (Rizal, 2016).
Plagiochilion opposites Lumut ini dicirikan oleh daunnya yang tersusun dalam dua baris tersusun berhadapan, sehingga lumut ini tidak dijumpai daun lateral. Berdasarkan susunan daunnya, jenis lumut ini dinamakan “opposites” yang berarti berhadapan. Bentuk daun agak membundar sampai membundar dengan tepi daun dari bagian ke ujung daun bergigi kasar berbentuk segitiga. Lumut ini berwarna hijau tua sampai kecoklatan, tumbuh tegak (Rizal, 2016).
Leucobryum aduncum Lumut ini warna hijau keabuabuan dalam bentuk kelompok yang lepas pada permukaan yang lembab dan batang pohon. Ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan L.javanse dengan karakteristik yaitu mempunyai daun yang lanset/panjang (Rizal, 2016).
Hypopterygium tenellum Jenis lumut ini merupakan jenis lumut kecil yang indah dengan daun seperti bercabang-cabang. Lumut ini sangat mudah dikenali dengan bentuknya seperti ekor burung merak sehingga lumut ini dijuluki “Peacock Moss”. Batang lumut ini panjang dan tidak tegak (menjalar), daunnya berwarna hijau terang, berbentuk segitiga dan tumpang tindih secara padat (Rizal, 2016).
Ptychanthus striatus Jenis lumut ini epifit, berwarna hijau gelap atau ketika kering hijau kecoklatan. Batangnya kaku, bercabang menyirip atau menyirip ganda. Daunnya tiga baris; daun lateral tersusun incubous, bagian cuping besarnya membentuk bulat telur dengan ujung runcing dan tepi bergerigi, sel-sel di tengah helaian cuping mempunyai trigon menjantung, bagian cuping kecilnya berbentuk persegiempat memanjang dengan 1-3 gigi dibagian ujungnya; daun ventral menyirap, berbentuk bulat telur atau seperti dengan ujung rata dan tepi bergerigi, tetapi tepi di bagian lateral rata. Perianth dihasilkan pada cabang pendek, berbentuk bulat telur berbalik dan memanjang dengan lipatan membentuk alur-alur berjumlah 8-9 (Rizal, 2016).
Hypnodendron sp. umut ini merupakan salah satu kelompok lumut yang merfologinya menyerupai pohon. Batang tegak, tidak bercabang atau kadang bercabang pendek. Daun rata dan bersirip dengan percabangan seperti payung (Rizal, 2016).
Marchantia polymarpha Lumut ini terlihat epifat pada akar terestrial di permukaan tanah. Tumbuh ditempat yang basah dan lembab tergolong kedalam lumut hati berdaun dengan beberapa ciri khusus yang dimiliki oleh marga ini diantaranya memiliki daun ventral (underlerf) yang lebih besar dibanding daun dorsal. Batangnya tumbuh merayap dan menjuntai ke bawah. Tapi daun bergigi, setiap gigi tersusun dari 2- 4 sel. Sel-sel daun membulat atau membentuk heksagocal. Rhizoidnya tumbuh tersebar dibagian ventral maupun lateral (Rizal, 2016).
Mastigophora diclados Jenis lumut ini epifit, berwarna hijau kekuningan sampai merah kecoklatan, pada spesimen kering berwarna coklat, batangnya bercabang menyirip, cabangnya semakin keujung semakin meruncing, daunnya tersusundalam 3 baris, daun lateral incubous, daun ventral mempunyai ukuran dan bentuk yang sama dengan daun lateral yaitu bulat telur berbagi menjadi dua cuping segitiga dengan ujung runcing,dan tepi daun rata (Rizal, 2016).
Marchantia treubii Marchantia treubii seperti Marchantia geminata. Reseptakel jantan dan betina dari kedua jenis ini mirip tetapi jumlah cupit pada marchantia treubii bervariasi yaitu antara tiga sampai enam cupit (Rizal, 2016).
Dumortiera hirsute Bentuk lembaran-lembaran dengan daun yang berwarna hijau dan bagian tepinya berlekuk-lekuk seperti kuping, lumut ini tumbuh menggerombol dan tingginya hanya beberapa sentimeter. Rhizoid yang berada dibawah dipermukaan daunnya berfungsi untuk mengumpulkan zat hara dari tanah hanya terdiri atas rhizoid dan thalus, biasanya tersusun berkelompok (cluster) (Rizal, 2016).
Lumut yang menempel pada bidur ditemukan pada bagian perakaran, sedang bagian batang dan daun tidak ditemukan. Permukaan akar bidur pada umumnya kasar dan kadang–kadang retak. Dengan kondisi seperti ini memungkinkan untuk singgahnya spora atau kuncup (gemma) lumut dan air di celah-celah retakan. Adanya permukaan perakaran yang retak-retak dan didukung oleh lingkungan yang lembab serta sinar matahari cukup maka kuncup dan spora lumut dapat berkecambah dan meneruskan kehidupannya. Sedangkan di bagian batang dan daun bidur tidak ditemukan lumut karena permukaannya halus dan licin sehingga tidak memungkinkan singgahnya spora atau kuncup lumut dan air, meskipun kelembaban sekitarnya mendukung untuk perkecambahannya (Windadri, 2009).
Biological Assessment terkait lumut masih jarang sekali untuk dilakukan karena lumut dianggap sebagai organisme yang memiliki status berlimpah sehingga dianggap tidak perlu dilakukan assessment. Biological Assessment umum dilakukan pada spesies-spesies yang dianggap terancam kepunahan (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Metode pengukuran biomassa dan mineral batuan dalam Biological Assessment, dilakukan dengan cara: biomassa lumut dan mineral batuan dipisahkan menggunakan metode penyaringan. Kemudian biomassa lumut dikeringkan dalam oven pada suhu 60 oC hingga beratnya tetap dan partikel pasir disaring menggunakan kertas Whatman no. 60. Partikel pasir kemudian dibakar dalam furnace pada suhu 900 oC. Terakhir berat dari biomassa lumut dan partikel pasir ditimbang untuk dibandingkan menghitung indeks konversi tutupan lumut terhadap jumlah pasir yang dibawa ketika lumut diambil dari batuan (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Metode pemisahan biomassa dan mineral batuan dengan cara penyaringan masih belum dapat memisahkan biomassa dan partikel pasir secara sempurna (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Semakin dalam rhizoid maka semakin besar kerusakan pada batuan yang ditimbulkan oleh lumut. Rhizoid lumut yang tumbuh pada batuan candi dapat menembus hingga 2-3 milimeter ke dalam batu (Gunawan et al., 2007). Oleh karena itu partikel pasir akan terbawa oleh rhizoid lumut tersebut dan menyebabkan kerusakan pada batuan (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Meskipun biomassa lumut kecil, jika kandungan air pada lumut tinggi maka kelembaban pada batuan yang akan menjadi tinggi. Tingginya kelembaban pada batuan menyebabkan mineral batuan yang dapat terdegradasi menjadi lebih banyak (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Lumut merupakan organisme perintis sehingga tidak terlepas kemungkinan adanya organisme lain yang sudah mulai hidup dan mempengaruhi biomassa yang terkoleksi sedangkan organisme lain tidak berkontribusi pada pelapukan batuan (Purawijaya dan Priyantika, 2013).
Lumut  akan membuar air menjadi air, penuh dengan rumput dan berbau (Arinaldi dan Ferdian, 2013).

Daftar Pustaka
Adhitya, F., N. S. Ariyanti, dan N. R. Djuita. 2014. Keanekaragaman Lumut Epifit pada Gymnospermae Di Kebun Raya Bogor. Floribunda. 4(8): 212-217.
Anonim. Tanpa Tahun. Chapter II. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20433/4/Chapter%20II.pdf. Diakses pada 29 Mei 2016 pukul 20.35.
Anonim.2007. Buku Ajar Taksonomi Tumbuhan. http://janaaha.com/wp-content/uploads/2015/10/Buku-ajar-Taksonomi-Tumbuhan.pdf. Diakses pada 30 Mei 2016 pukul 09.35.
Arinaldi dan Ferdian. 2013. Pengelolahan Air Lumut dengan Kombinasi Proses Koagulasi dan Ultrafiltrasi. J. Teknologi Kimia dan Industri. 2(2): 8-13.
Bawaihaty,N., Istomo, dan I. Hilwan. 2014. Keanekaragaman dan Peran Ekologi Bryophyta di Hutan Sesaot Lombok, Nusa Tenggara Barat. J. Silvikultur Tropika. 5 (1):13-17.
Bidlack, J. E. And S. H. Jansky. 2008. Stern’s Introductory Plant Biology 12th Ed. McGraw Hill. New York.p. 381
Master, J. 2015. Biologi Umum. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung. Lampung.
Mubarokah-S, A. U. 2015. Iventarisasi BryopsidProgram Epifit di Hutan Alam Turgo Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi Yogyakarta (Skripsi). Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
Mundir, M. I., E. Seowati, dan A. M. Santoso. Tanpa tahun.  Inventarisasi Lumut Terestrial di Kawasan Wisata Air Terjun Irenggolo Kabupaten Kediri. Seminar Nasional X Pendidikan Biologi FKIP UNS.
Postlethwait, J. H. & J. L. Hopson. 2006. Modern biology. Holt, Rinehart and Winston. New York. P. 567, 568, 569
Purawijaya, D. A. Dan G. Priyantika.2013. Biological Assessment Pertumbuhan Lumut di Candi Borobudur pada Sisi Utara dan Selatan Lorong 2. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur. 7 (1): 60-65.
Putrika, A. 2012. Komunitas Lumut Epifit di Kampus Universitas Indonesia Depok. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Pascasarjana Program Studi Biologi. Depok.
Rizal, M. Inventarisasi Pola Persebaran dan Keanekaragaman Bryophyta di Kawasan Wisata Dholo, Kabupaten Kediri. Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri.
Schooley, J. 1997. Introductionto Botany. Delmar Publisher. Washington.p. 221
Setyawan, A. D. Dan Sugiyarto. 2011. Keanekaragaman Flora Hutan Jobolarangan Gunung Lawu: 1. Cryptogamae. Biodiversitas. 2 (1): 115-122.
Sulistyowati, D.A., L. K. Perwati, dan E. Wiryni.2014. Keanekaragaman Marchantiophyta Epifit Zona Montana di Kawasan Gunung Ungaran, Jawa Tengah. Bioma. 16 (1): 26-32.
Triyantio, K. 2006. Perbandingan Tool Untuk Membangun Ontology Berbasis RDF/OWL. (Skripsi). Fakultas Ilmu Komputer Universitas Gunadarma. Jakarta.
Windadri, F. I. 2007. Lumut (Musci) di Kawasan Cagar Alam Kakenauwe dan Suaka Margasatwa Lambusango, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Biodiversitas. 18 (3): 197-203.

Windadri, F. I. 2009. Keragaman Lumut pada Marga Pandanus di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. J. Natur Indonesia.  11(2): 89-93.Lumut
      Lumut merupakan kumpulan tumbuhan yang tidak punya jaringan konduksi dan jaringan vaskuler seperti xilem dan floem (Schooley, 1997). Lumut masih termasuk dalam tumbuhan rendah dan belum memiliki banyak perhatian (Windadri, 2007). Lumut juga dapat mengabsorbsi air dari udara (Schooley, 1997). Tumbuhan lumut memiliki rhizoid yang berfungsi untuk menetrasi tanah dan mengambil air. Lumut dapat tumbuh pada berbagai tipe substar (Putrika, 2012). Tumbuhan lumut merupakan suatu tumbuhan darat yang tubuhnya tidak dapat dibedakan antara akar, batang, daun (Triyantio, 2006). Ada beberapa jenis lumut yang tubuhnya masih berupa lembaran (Talus) dan ada yang sudah memiliki bagian tubuh yang mirip dengan akar, batang, daun (Triyantio, 2006). Lumut termasuk golongan tumbuhan tingkat rendah yang filogenetiknya lebih tinggi dibandingkan dengan algae karena dalam susunan tubuhnya sudah ada penyesuaian terhadap lingkungan hidup di darat, gametagium dan sporangiumnya multiseluler, dan perkembangan sporofitnya sudah membentuk embrio (Anonim2008). Bryophyta merupakan tumbuhan darat, dan yang tumbuh di air tawar hanya merupakan adaptasi sekunder terhadap kehidupan air. Sifat ini tercermin dari kenyataan bahwa bryophyta air tetap mempertahankan sifat yang khas bagi tumbuhan darat, antara lain sporanya mengandung kutin dan dipencarkan oleh angin (Loveless, 1983: 57). Menurut Tjitrosoepomo (2005) tumbuhan lumut masih tergolongkan dalam tumbuhan talus dan belum digolongkan ke dalam tumbuhan kormus.Tumbuhan ini sudah menunjukan diferensiasi yang tegas antara organ penyerap hara dan organ fotosintetik namun belum memiliki akar dan daun sejati. Lumut juga belum memiliki pembuluh sejati, penyerap haranya adalah rizoid dan daun tumbuhan lumut dapat berfotosintesis (Anonim 2008). Lumut merupakan kelompok tumbuhan yang telah beradaptasi dengan lingkungan darat. Kelompok tumbuhan ini penyebarannya menggunakan spora dan telah mendiami bumi semenjak kurang lebih 350 juta tahun yang lalu. Lumut merupakan organisme autotrof dengan memiliki pigmen klorofil dan karotenoid (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Lumut mempunyai sel-sel dengan plastida yang menghasilkan klorofil a dan b,  bersifat autotrof,  sudah memiliki dinding sel yang terdiri dari selulosa (Master,J. 2015). Batang lumut (apabila dilihat secara melintang) :
a.      Selapis sel kulit, beberapa sel diantaranya membentuk rizoid-rizoid epidermis
b.      Lapisan kulit dalam (korteks), silinder pusat yang terdiri sel-sel parenkimatik yang memanjang untuk mengangkut air dan garam-garam mineral; belum terdapat floem dan xilem.
c.       Silender pusat yang terdiri dari sel-sel parenkim yang memanjang dan berfungsi sebagai jaringan pengangkut (Master,J. 2015).
Daun lumut memiliki ciri seperti berikut:
a.       tersusun atas satu lapis sel,
b.      sel-sel daunnya kecil, sempit, panjang, dan mengandung kloroplas yang tersusun seperti jala.
c.       hanya dapat tumbuh memanjang tetapi tidak membesar, karena tidak ada sel berdinding sekunder yang berfungsi sebagai jaringan penyokong (Master,J. 2015).
Rizoid terdiri dari selapis sel (Master,J. 2015).
Tumbuhan lumut memiliki ciri:
a.       Berwarna hijau, karena sel-selnya memiliki kloroplas (plastida).
b.      Proses pengangkutan air dan zat mineral di dalam tubuh berlangsung secara difusi dan dibantu oleh aliran sitoplasma.
c.       Hidup di rawa-rawa atau tempat yang lembab.
d.      Ukuran tinggi tubuh ± 20 cm.
e.       Dinding sel tersusun atas sellulose.
f.       Gametangium terdiri atas anteredium dan archegoniom.
g.      Daun lumut tersusun atas selapis sel berukuran kecil mengandung kloroplas seperti jala, kecuali pada ibu tulang daunnya.
h.      Hanya mengalami pertumbuhan primer dengan sebuah sel pemula berbentuk tetrader
i.        Belum memiliki akar sejati, sehingga menyerap air dan mineral dalam tanah menggunakan rhizoid.
j.        Rhizoid terdiri atas beberapa lapis deretan sel parenkim.
k.      Sporofit terdiri atas kapsul dan seta.
l.        Sporofit yang ada pada ujung gametofit berwarna hijau dan memiliki klorofil, sehingga bisa melakukan fotosintesis. (Anonim, Tanpa Tahun).
Gambar 1. Tumbuhan Lumut (Sumber: Hasan dan Ariyanti, 2004)
Lumut merupakan organisme yang hidup pada daerah lembab dan umumnya hidup bersimbiosis dengan organisme lain seperti fungi dan alga (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Lumut merupakan  organisme yang memerlukan daerah berair karena lumut memerlukan air dalam siklus reproduksinya untuk membantu proses fertilisasi (Purawijaya dan Priyantika, 2013).
Lumut mengalami siklus hidup diplobiontik dengan pergantian generasi heteromorfik. Reproduksi lumut memiliki 2 siklus : Gametofit (menghasilkan sperma atau ovum), sporofit (menghasilkan spora). Pada tumbuhan lumut terdapat anteridium (♂) yang menghasilkan sperma; arkhegonium (♀) yang menghasilkan ovum. Berdasarkan letak gametangianya, lumut dibedakan menjadi dua yaitu :
a.       Jika anteridium dan arkegonium dalam satu individu disebut berumah satu (monoesis) contoh : lumut daun (Musci ).
b.       Jika dalam satu individu hanya terdapat anteridium atau arkegonium saja disebut berumah dua (diesis) contoh : lumut hati (Hepaticeae ).
Metagenesis tumbuhan lumut terjadi dengan proses: Antheridium yang masak akan mengeluarkan sel-sel sperma, kemudian sel sperma berenang menuju arkhegonium untuk membuahi ovum (pembuahan terjadi apabila kondisi basah). Ovum yang terbuahai akan tumbuh sporofit yang tidak mandiri, karena hidupnya masih disokong oleh gametofit. Sporofit ini bersifat diploid (x = 2n) serta berusia pendek (± 3-6 bulan untuk mencapai tahap
kemasakan). Sporofit akan membentuk kapsula yang disebut sporongonium pada bagian ujung. Sporongonium berisi spora haploid yang dibentuk melalui meiosis. Sporongonium yang masak akan mengeluarkan atau melepaskan spora. Spora tumbuh menjadi suatu berkas yang disebut dengan protonema, berkas ini akan tumbuh meluas dan pada tahap tertentu akan menumbuhkan gametofit baru. Kapsul merupakan tempat dihasilkannya spora melalui meiosis. Setelah spora masak dan dibebaskan dari dalam kapsul berarti satu siklus hidup telah lengkap (Hasan dan Ariyanti, 2004).

Gambar 1. Metagenesis tumbuhan lumut.
Gambar 2. Gametofit pada lumut. 
Selain pembiakan dengan spora, pada lumut tersdapat pula pembiakan vegetatif dengan kuncup eram, yang terjadi dengan bermacam-macam cara pada protonema, talus atau bagian-bagian lain pada tubuh lumut. Kuncup eram dapat melepaskan diri dari induknya dan tumbuh menjadi individu baru. Selain dari itu, semua bagian tubuh lumut jika dipotong menunjukkan daya regenerasi yang sangat besar. Daun-daun mempunyai rusuk tengah, terdiri atas satu atau beberapa lapis sel (terutama dekat rusuk tengah,   selalu terdiri atas satu atau beberapa lapis sel), tetapi belummemperlihatkan adanya daging daun (mesofil). Sebagian tumbuhan lumut telah mempunyai semacam liang udara yang berguna untuk pertukaran gas, jadi mempunyai fungsi seperti stoma pada tumbuhan tinggi.
Gametangium biasanya dilindungi oleh daun-daun khusus yang disebut bract (daun pelindung) atau oleh tipe struktur pelindung lainnya (Mishler et al., 2003). Gametangium jantan (antheredium) berbentuk bulat atau seperti gada, sedangkan gametogonium betinanya (arkegonium) berbentuk seperti botol dengan bagian lebar disebut perut dan bagian yang sempit disebut leher. Gametangia jantan dan betina dapat dihasilkan pada tanaman yang sama (monoceous) atau pada tanaman berbeda (dioceous) (Gradstein, 2003). Arkegonium adalah gametangium betina yang bentuknya seperti botol. bagian yang lebar disebut perut, dan bagian yang sempit leher.
Dalam skala evolusi lumut berada diantara ganggang hijau dan tumbuhan berpembuluh (tumbuhan paku dan tumbuhan berbiji) (Bawaihaty,dkk. 2014). Persamaan antara ketiga tumbuhan tersebut adalah ketiganya mempunyai pigmen fotosintesis berupa klorofil A dan B, dan pati sebagai cadangan makanan utama (Hasan dan Ariyanti 2004). Perbedaan mendasar antara ganggang dengan lumut dan tumbuhan berpembuluh telah beradaptasi dengan lingkungan darat yang kering dengan mempunyai organ reproduksi (gametangium dan sporangium), selalu terdiri dari banyak sel (multiselluler) dan dilindungi oleh lapisan sel-sel mandul, zigotnya berkembang menjadi embrio dan tetap tinggal di dalam
gametangium betina. Oleh karena itu lumut dan tumbuhan berpembuluh pada umumnya merupakan tumbuhan darat tidak seperti ganggang yang kebanyakan aquatik (Tjitrosoepomo, 1989). Lumut dapat dibedakan dari tumbuhan berpembuluh terutama karena lumut (kecuali Polytrichales) tidak mempunyai sistem pengangkut air dan makanan. Selain itu lumut tidak mempunyai akar sejati, lumut melekat pada substrat dengan menggunakan rhizoid. Siklus hidup lumut dan tumbuhan berpembuluh juga berbeda (Hasandan Ariyanti, 2004).Tumbuhan lumut merupakan kelompok terbesar kedua setelah tumbuhan berbunga (350.000 jenis) dan diperkirakan jumlahnya di dunia ada 15.000–25.000 jenis (Adhitya, dkk. 2014). Perbedaan mendasar antara ganggang dengan lumut dan tumbuhan berpembuluh telah beradaptasi dengan lingkungan darat yang kering dengan mempunyai organ reproduksi (gametangium dan sporangium), selalu terdiri dari banyak sel (multiselluler) dan dilindungi oleh lapisan sel-sel mandul, zigotnya berkembang menjadi embrio dan tetap tinggal di dalam gametangium betina. Oleh karena itu lumut dan tumbuhan berpembuluh pada umumnya merupakan tumbuhan darat tidak seperti ganggang yang kebanyakan aquatik (Tjitrosoepomo, 1989).
Lumut dapat dibedakan dari tumbuhan berpembuluh terutama karena lumut (kecuali Polytrichales) tidak mempunyai sistem pengangkut air dan makanan. Selain itu lumut tidak mempunyai akar sejati, lumut melekat pada substrat dengan menggunakan rhizoid. Siklus hidup lumut dan tumbuhan berpembuluh juga berbeda (Hasan dan Ariyanti 2004). Tumbuhan berpembuluh, di alam merupakan generasi aseksual (sporofit), sedangkan generasi gametofitnya sangat tereduksi. Sebaliknya pada lumut, sporofit lumut sangat tereduksi dan selama perkembangannya melekat dan tergantung pada gametofit (Polunin 1990).
Tumbuhan lumut lazim terdapat pada pohon, batu, kayu gelondongan dan di tanah. Pada setiap bagian di dunia lumut hampir terdapat di setiap habitat kecuali di laut (Bawaihaty,dkk. 2014).  Loveless (1990) mengatakan lumut tumbuh subur pada lingkungan yang lembab, khususnya di hutan-hutan tropis dan di tanah hutan daerah iklim sedang yang lembab (Bawaihaty,dkk. 2014).
      Faktor iklim seperti suhu udara, kelembaban udara dan intensitas cahaya akan mempengaruhi persebaran, komposisi dan kemelimpahan lumut (Putrika, 2012). Lumut ditemukan pada area yang terkena cahaya sedikit dan lembab (Bawaihaty,dkk. 2014). Menurut Damayanti (2006)  intensitas cahaya berpengaruh terhadap suhu dan kelembaban, yaitu semakin rendah intensitas cahaya yang sampai ke permukaan bumi, maka suhu akan semakin rendah dan kelembaban semakin tinggi (Sulistyowati, dkk. 2014).  Peningkatan elevasi akan mempengaruhi persebaran lumut (Bawaihaty,dkk. 2014).  Suhu lingkungan mempengaruhi persebaran lumut dan peningkatan elevasi akan menyebabkan penurunan dari suhu lingkungan tersebut tipis (Bawaihaty,dkk. 2014). Tumbuhan lumut pada umumnya hidup pada tempat yang lembab dengan suhu yang rendah (Sulistyowati, dkk. 2014). Asakawa (2007) melaporkan bahwa lumut hidup pada lingkungan yang lembab dan akan tumbuh optimal pada suhu berkisar 15–25 oC, serta dengan kelembaban udara di atas 50% (Adhitya, dkk. 2014). Kelembaban udara lingkungan lumut mempengaruhi persebarannya dikarenakan lapisan kutikula lumut sangat tipis (Bawaihaty,dkk. 2014).  Menurut Mujiono (2002), lumut dapat hidup pada kisaran kelembaban antara 70% - 98%  (Sulistyowati, dkk. 2014). Tumbuhan lumut merupakan taksa dengan kebutuhan air cukup tinggi (Setyawan dan Sugiyarto, 2001).Tingkat kelembaban batu dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan kelembaban udara sehingga secara tidak langsung, intensitas cahaya dan kelembaban udara berpengaruh terhadap biomassa lumut (Ryan et al., 2012).
Bignal et al. (2008) melaporkan bahwa pada daerah kota atau daerah yang dekat dengan sumber polusi dengan konsentrasi asap yang tinggi sudah tidak ditemukan keragaman lumut yang sempurna lagi, itu di karenakan lumut dapat menyerap polutan melalui permukaan daun dan mengakumulasinya di dalam sel (Bawaihaty,dkk. 2014). Kondisi lumut di pinggir jalan dengan kondisi lumut di dalam hutan berbeda, kalau lumut di dalam hutan lebih sehat dibandingkan dengan kondisi lumut yang tumbuh di kawasan pinggir jalan, itu sebabnya lumut bisa dijadikan sebagai indikator pencemaran lingkungan (Bawaihaty,dkk. 2014).
      Lumut merupakan satu kelompok tumbuhan yang umumnya menyukai lingkungan lembab, teduh dan realtif bersih, sehingga pada tempat-tempat yang sangat terbuka dan panas serta lingkungan kurang bersih jarang ditemukan kelompok tumbuhan ini daun (Uji dan Windadri, 2007). Lumut hanya ditemukan pada lokasi-lokasi dengankerapatan pohon dan kelembaban cukup tinggi, teduh serta lokasi bertopografi datar.
Adapun beberapa substrat yang menjadi habitat bagi lumut adalah batuan, tanah mineral, tanah asam, sisi sungai, tanah berhumus, batang kayu, ranting kayu, dan lain-lain (Purawijaya dan Priyantika, 2013)
Lumut epifit merupakan tumbuhan yang sensitif pada perubahan lingkungan (Putrika, 2012). Lumut epifit merupakan lumut yang memiliki habitat pohon atau belukar. Pertumbuhan lumut sangat tergantung spesies tumbuhan inang (Setyawan dan Sugiyarto, 2001). Lumut merupakan kelompok tumbuhan epifit yang banyak ditemukan tumbuh di batang pohon, kayu mati, kayu lapuk, tanah, atau batuan, dengan kondisi lingkungan lembab dan penyinaran yang cukup (Windadri, 2009). Tekstur kulit pohon kemungkinan besar merupakan faktor penting yang ikut mempengaruhi distribusi lumut epifit (Adhitya, dkk. 2014). Gradstein & Culmsee (2010) melaporkan bahwa batang pohon yang berkulit kasar memiliki jumlah jenis lumut epifit yang lebih banyak dibandingkan dengan batang pohon yang berkulit halus (Adhitya, dkk. 2014).Apriana (2010), yang meneliti tentang lumut hati pada Angiospermae, menemukan bahwa jenis lumut epifit lebih sering dijumpai pada bagian timur, sedangkan pada penelitian Junita (2010) juga di Angiospermae, jenis lumut sejati epifit lebih sering dijumpai pada pohon bagian barat dengan persentase penutupan dan jumlah jenis lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain. Dalam penelitian Mežaka & Znotina (2006) dilaporkan bahwa jumlah jenis lumut epifit lebih sering pada arah selatan dibandingkan arah lainnya. Banyaknya lumut pada arah mata angin tersebut dikarenakan pada arah selatan jarang terkena cahaya matahari dan lebih lembab, selain itu posisinya bertolak belakang dengan arah utara yang lebih banyak terkena cahaya matahari yang membuatnya menjadi lebih kering. Friedel et al. (2006) dan Ariyanti et al. (2008) menyebutkan bahwa banyak jenis lumut menyukai tempat yang ternaungi dan kelembaban yang tinggi (Adhitya, dkk. 2014). Lumut lebih banyak dijumpai pada bagian pangkal pohon 0–100 cm (10 jenis) daripada bagian pohon yang lebih tinggi 100–200 cm (8 jenis) (Gambar 4). Pada penelitian Apriana (2010) dan Junita (2010) didapatkan hasil yang sama, bahwa lumut lebih banyak dijumpai pada bagian tersebut. Hal ini dikarenakan pada pangkal pohon terdapat banyak humus atau dekat dengan tanah, sehingga jenis-jenis lumut yang tumbuh di tanah dapat juga tumbuh di pangkal pohon (Adhitya, dkk. 2014)
Tumbuhan lumut terbagi menjadi Lumut Hati, Lumut Tanduk dan Briopita (Schooley, 1997).  Pada kebanyakan lumut thalloid selain rhizoid juga dijumpai sisik-sisik. Sporofit pada kelompok lumut ini hidupnya hanya sebentar, lunak dan tidak berklorofil. Spora yang telah masak dikeluarkan dari kapsul dengan cara kapsul pecah menjadi 4 bagian memanjang atau lebih (Gradstein 2003).
      Talus gametofit lumut hati memiliki percabangan dikotom dengan lebar 2 cm dan panjang 4-6 cm (Schooley, 1997). Seluruh lumut hati hidup dengan merebah ke tanah, dengan demikian tumbuhan ini langsung mengabsorbsi air di tanah (Postlethwait and Hopson,2006). Gametofit lumut hati mempunyai struktur morfologi bervariasi. Ada 2 tipe lumut hati yaitu lumut hati bertalus (thallose liverwort) dan lumut hati berdaun (leafy liverwort). Lumut hati melekat pada substrat denganrhizoid uniselluler (Hasan & Ariyanti 2004). Crandall-Stotler et al. (2009), membedakan Divsi Marchantiophyta menjadi 3 kelas yaitu Haplomitriopsida, Marchantiopsida, dan  Jungermaniopsida. Kelas Jungermaniopsida terdiri dari subkelas Pelliidae, Metzgeriidae, Jungermanniidae. Sub kelas Jungermanniidae merupakan kelas yang memiliki jenis lumut hati terbanyak (Sulistyowati, dkk. 2014). Menurut Hasan dan Ariyanti, (2004) ada 2 tipe lumuthati yaitu lumut hati bertalus (thallose liverwort) dan lumut hati berdaun (leafy liverwort). Lumut hati melekat pada substrat dengan rhizoid uniselluler (Sulistyowati, dkk. 2014). Lumut Hati berthalus memiliki suatu talus yang dikotomus bercabang dan umumnya terdiri dari beberapa sel tebal (Sulistyowati, dkk. 2014).  Jaringan (dorsal) atas bersifat longgar, yang dihasilkan dari ruang udara internal, dan umumnya memiliki pori-pori (Sulistyowati, dkk. 2014).  Permukaan bawah (perut) biasanya memiliki dua jenis rhizoid, yaitu halus dan dengan tonjolan serta biasanya memiliki sisik (Glime, 2006). Lumut hati berdaun memiliki rhizoid yang terdiri atas 1 sel (uniseluler), berfungsi sebagai alat untuk melekatkan diri pada substrat. Beberapa spesies memiliki 2 – 3 baris daun yang melekat pada batang, terbagi atas dua baris daun dorsal (lobe), satu baris daun ventral (under leaf) yang biasanya memiliki ukuran lebih kecil daripada daun dorsal, atau bahkan tidak ada (Sulistyowati, dkk. 2014).  Pada beberapa spesies, daunnya memiliki modifikasi membentuk cuping yang disebut lobule. Lobule adalah  perluasan daun yang bisa menangkap atau  menampung air yang berada di bagian ventral (Damayanti, 2006). Lumut hati dapat dibedakan dari semua bryoflora lainnya karena secara umum  memproduksi oil body yang berfungsi untuk melindungi sel dari kekeringan (Sulistyowati, dkk. 2014). Jika keadaan kering, oil body ini akan pecah (Suire, 2000). Lumut hati berdaun/ Leafy liverworts (kelas Jungermaniopsida) merupakan mayoritas jenis dari lumut hati dan secara morfologi merupakan  kelompok yang memiliki keanekaragaman tinggi. Jenis morfologi yang beranekaragam pada kelompok ini  kemungkinkan dapat bertoleransi pada berbagai macam habitat, sehingga jenis dari kelompok ini mempunyai distribusi yang luas (He-Nygre, et al. 2006). Lumut hati (Hepatophyta) dengan 9000 spesies (Rizal, 2016). Hepaticae banyak ditemukan tumbuh pada habitat berupa batang dan ranting-ranting pepohonan serta daun (Uji dan Windadri, 2007). Kebanyakan lumut hati hidup di tempat-tempat yang basah, oleh sebab itu tubuhnya mempunyai struktur yang higromorf. Bentuk lain jarang ditemukan meskipun ada pula yang terdapat pada tempat-tempat yang amat kering, misalnya pada kulit-kulit pohon, di atas tanah atau cadas, sehingga tubuhnya perlu mempunyai struktur yang xeromorf. Dan karena hidupnya di atas daun lumut tadi merupakan satu bentuk ekologi yang khusus yang dinamakan epifil.
Bangsa Marchantiales. Sebagian lumut hati yang tergolong dalam bangsa ini mempunyai susunan talus yang agak rumit. Sebagai contoh Marchantia polymorpha. Talus seperti pita ± 2 cm, lebarnya, agak tebal berdaging, bercabang-cabang menggarpu, dan mempunyai satu rusuk tengah yang tidak begitu jelas menonjol. Pada sisi bawah talus terdapat selapis sel-sel yang menyerupai daun yang dinamakan sisiksisik perut atau sisik-sisik vertal. Dinding liang itu terdiri atas 4 cincin, masing-masing cincin terdiri atas empat sel.
Bangsa jungermaniales. Lumut hati yang kebanyakan kecil hidup di atas tanah atau batang-batang pohon, di daerah tropika juga sebagai efifit pada daun pohon-pohonan dalam hutan. Bangsa ini meliputi 90 % dari semua Hepaticae. Bentuk-bentuk tubuh yang masih sederhana sangat menyerupai Marchantia, talus berbentuk pita, sempit dan bercabang-cabang mennggarpu. Kebanyakan Jungermaniales telah mempunyai semacam batang yang bercabang-cabang banyak dan tumbuh dorsivental. Selain dua baris bagian-bagian serupa daun-daun yang kesamping tadi, seingkali terdapat sederetan bagian-bagina semacam daun lagi yang terletak pada sisi bawah, dan dinamakan daundaun perut atau amfigastrium. Perkembangan anteridium dan perkembangan permulaan embrionya sedikit menyimpang dari cara-cara yang telah kita kenal pada hepaticae. Pada jurgermaniales yang tubuhnya bersifat talus, arkegoniumnya diliputi oleh periketium yang dikelilingi oleh bagin-bagian yang mempunyai bentuk yang khusus, seperti pada bunga tumbuhan tinggi (Angiospermae) bagian itu disini juga dinamakan periantium. Menurut duduknya sporangium, Jungermniales dibedakan dalam tiga suku: Suku anacrogynaceae ujung talus tidak ikut mengambil bagian dalam pembetukan arkegonium; sporogonium terdapat pada sisi punggung, dan pada beberapa jenis diliputi oleh periketium yangtergolong di sini antara lain:
- Pelia epiphilla, talus menyerupai marchantia, hidup di atas tanah yang basah.
- Metzgeria furcata, talus berbentuk pita sempit , bercabang-cabang menggarpu , hidup pada batang pohon atau juga batu padas.
- Metzgeria conjugate
- Blasia pusilla, talus lebar, mempunyai rusuk tengah, pada tepi talusnya mulai tampak terbentuknya alat-alat sepeti daun.
Gambar 5. Lumut Hati serta bagian-bagiannya
Filum Anthocerophyta tumbuh pada lingkungan yang lembab dan tertutup kanopi atau tidak terkena cahaya secara langsung (Postlethwait and Hopson,2006). Lumut tanduk memiliki bentuk tipis dan panjang sporofit seperti tanduk yang tumbuh di atas tumbuhan (Postlethwait and Hopson,2006). Talus tanpa sporofit, tanduk akan terlihat seperti talus (Postlethwait and Hopson,2006). Sporofit akan tertutup kutikula dan memiliki stomata (Postlethwait and Hopson,2006). Anthoceropsida atau lumut tanduk mempunyai gametofit bertalus dengan sporofit indeterminate dan berklorofil. Berbeda dengan bryophyta lainnya, selsel talus Anthocerpsida mempunyai satu kloroplas besar pada masing-masing selnya. Kapsul berbentuk silindris memanjang dimulai dari bagian ujung kapsul (Hasan dan Ariyanti 2004). Anthoceropsida atau lumut tanduk mempunyai gametofit bertalus dengan sporofit indeterminate dan berklorofil. Berbeda dengan bryophyta lainnya, sel-sel talus Anthocerpsida mempunyai satu kloroplas besar pada masing-masing selnya. Kapsul berbentuk silindris memanjang dimulai dari bagian ujung kapsul (Hasan dan Ariyanti, 2004). lumut tanduk (Anthocerotopyhta) hanya 500 spesies (Rizal, 2016). Bangsa ini hanya memuat beberapa marga yang biasanya dimauki dalam satu suku kerja, yaitu suku Anthocerotaceae. Berlainan dengan golongan mulut hati lainnya, sporogonium Anthocerotales mempunyai susunan dalam yang lebih rumit. Gametofit mempunya talus bentuk cakram denga tepi bertoreh, biasanya melekat pada tanah denga perantara rizoid-rizoid. Susunan talusnya masih sederhana. Sel-sel hanya mempunyai satu kloroplas sel-sel ganggang. Sporogonium tidak bertangkai, mempunya bentuk seperti buah polongan. Sepanjang poros bujurnya terdapat jaringan yang terdiri atas deretan sel-sel mandul yang dinamakan kolumela. Kolumela itu diselubungi oleh jaringan yang kemudian akan menghaislkan spora yang disebut arkespora. Selain spora arkespora juga menghasilkan sel-sel mandul yang dinamakan elatera. Anthocerotales hanya terdiri atas satu suku, yaitu Anthocerataceae, yang mencakup antara lain Anthoceros leavis, A.fusiformis, Notothylus valvata.
Gambar 6. Lumut Tanduk
Bryopsida dikenal sebagai lumut daun atau lumut sejati, merupakan kelas yang terbesar dalam bryophyta. Filum Bryophyta merupakan tumbuhan pioner karena tumbuhan yang menempati suatu tempat untuk pertama kali (Postlethwait and Hopson,2006). Filum Bryophyta selanjutnya mengumpulkan materi inorganik dan organik pada permukaan batu (Postlethwait and Hopson,2006). Adanya kumpulan materi inorganik dan organik akan menyediakan lapisan tanah untuk pertumbuhan tumbuhan lainnya (Postlethwait and Hopson,2006).  Filum Bryophyta pada gametofit, ‘daun’ tidak memiliki jaringan mesofil, stomata, vein seperti tumbuhan tingkat tinggi (Bidlack and Jansky, 2008). Talus briofita tidak berlobus ataupun bercabang (Bidlack and Jansky, 2008). Hampir semua anggotanya mempunyai gametofit yang telah terdifferensiasi sehingga dapat dibedakan bentuk-bentuk seperti batang, cabang dan daun. Sporofit bryopsida berumur panjang, berwarna kecokelatan terdiri atas kaki yang berfungsi untuk menyerap nutrien dari gametofit, dan kapsul yang disangga oleh suatu tangkai disebut seta. Spora masak dibebaskan dari kapsul setelah operculum (struktur semacam tutup pada kapsul) membuka secara perlahan-lahan melalui satu atau dua baris gigi-gigi yang disebut peristom. Takakiopsida hanya mempunyai satu marga yaitu Takakia, dikenal sebagai suatu kelompok baru Bryopsida. Takakiopsida mempunyai ciri-ciri gabungan antara lumut sejati dan lumut hati (Mishler et al., 2003). Lumut daun disebut juga lumut sejati karena tubuhnya berbentuk tumbuhan kecil dengan bagian akar, batang, dan daun yang dapat dibedakan dengan jelas (Triyantio, 2006). Lumut daun hidup berkelompok membentuk hamparan tebal seperti beludru (Triyantio, 2006). Yang termasuk lumut daun adalah Polytrichum dan Sphagnum (Triyantio, 2006). Lumut daun (Bryopsida) memiliki 12.000-14.500 spesies dan 670 genus (Semple, 1999). Lumut daun meliputi kurang lebih 12.000 jenis yang mempunyai daerah agihan yang sangat luas. Lumut daun dapat tumbuh di atas tanah gundul yang periodik mengalami masa kekeringan, bahkan di atas pasir yang bergerakpun dapat tumbuh. Selanjutnya lumut ini dapat kita jumpai di antar rerumputan, di atas batu cadas, pada batang batang dan cabang cabang pohon, di rawa-rawa, jarang di dalam air. Mengingat tempat tumbuhnya yang bermacam-macam itu, maka tubuhnya pun memeperlihatkan struktur yang bermacam-macam pula. Kebanyakan lumut daun suka tempat yang basah, tetapi ada pula yang tumbuh di tempat yang kering. Beberapa jenis diantaranya dapat sampai berbulan-bulan menahan kekeringan dengan tidak mengalami kerusakan, bahkan ada yang tahan kekeringan sampai bertahun-tahun. Di tempat-tempat yang kering lumut itu membentuk badan berupa bantalan, sedangkan yang hidup di tanah hutan,membentuk lapisan seperti permadani. Dalam hutan dipegunungan daerah tropika batang dan cabang-cabang pohon penuh dengan lumut yang menempel, berupa lapisan yang kadang-kadang sangat tebal dan karena basahnya selalu mengucurkan air. Hutan demikian itulah yang disebut hutan lumut, yang sering juga disebut hutan kabut, karena hutan itu hampir selalu diselimuti kabut ( elfin forest ). Di daerah gambut lumut dapat menutupi areal yang luasnya sampai ribuan km kuadrat, demikian pula di daerah tundra di sekitar Kutub Utara. Lumut daun yang tenggelam jarang kita temukan. Lumut yang membentuk bantalan karena tidak berakar hampir-hampir tidak mengisap air dari tanah, bahkan melindungi tanah itu terhadap penguapan air yang terlalu besar. Spora lumut daun di tempat yang cocok berkecambah merupakan protonema, yang terdiri atas benang-benang berwarna hijau, bersifat fototrop positif, banyak bercabang-cabang, dan dengan mata biasa kelihatan seperti hifa cendawan yang berwarna hijau. Protonema itu mengeluarkan rizoidrizoid yang tidak berwarna, terdiri atas banyak sel dengan sekat-sekat miring, bersifat fototrop negatif, masuk ke dalam tanah dan bercabang-cabang. Rizoid telah mulai terbentuk pada pembelahan spora yang pertama pada sisi yang tidak terkena cahaya. Jika cukup mendapat cahaya, pada protonema lalu terbentuk kuncup yang akan berkembang menjadi tumbuhan lumut. Kuncup mula-mula berupa penonjolan- penonjolan ke samping dari sel-sel bawah pada suatu cabang protonema. Setelah kuncup itu merupakan 1 – 2 sel tangkai, maka dalam sel ujungnya lalu terjadi sel serupa pyramid, karena terbentuknya sekat - sekat yang miring. Sel-sel bentuk pyramid itulah yang seterusnya merupakan sel pemula yang meristematik. Sel itu tiap kali memisahkan suatu segmen sebagai sel-sel anakan baru, dan akhirnya berkembanglah tumbuhan lumutnya. Jika banyak terbentuk kuncup-kuncup demikian tadi , maka tumbuhan lumut seringkali tersusun seperti dalam suatu rumpun. Tumbuhan lumut daun selalu dapat dibedakan dalam bagianbagian berupa batang dengan daun-daun. Di samping itu terdapat rizoid-rizoid untuk melekat pada substrat. Pada Musci alat-alat kelamin terkumpul pada ujung batang atau pada ujung cabang-cabangnya, dan dikelilingi oleh daun-daun yang letaknya paling atas. Daun-daun itu kadang-kadang mempunyai bentuk dan susunan yang khusus dan seperti pada Jungermaniales juga dinamakan periantium. Kemudian alat-alat kelamin itu dikatakan bersifat banci atau berumah satu, jika dalam kelompok itu terdapat baik arkegonium mauoun anteridium, dan dinamakan berumah dua jika kumpulan arkegonium dan anteridium terpisah tempaynya. Di antara alat-alat kelamin dalam kelompok itu biasanya terdapat sejumlah rambut-rambut yang terdiri atas banyak sel dan dapat mengeluarkan suatu cairan. Seperti pada tubuh buah Fungi rambut-rambut steril itu dinamakan parafisis. Pada Musci tertentu yang berumah dua, tumbuhan jantan hanya kecil saja, dan setelah pembentukan beberapa daun, segera menghasilkan anteridium. Pada Buxbaumia aphylla tumbuhan jantan hanya berbentuk satu daun yang tidak berklorofil dan ergulung seperti bola,sedang tumbuhan betina mempunyai banyak daun. Juga spora yang dihasilkan tumbuhan jantan, serinykali lebih lebih kecil daripada spora yang dihasilkan oleh tumbuhan tumbuhan. Muncullah dengan ini peristiwa heterospori yang kita jumpai pada beberapa golongan Pteridophyta.
Musci dibedakan dalam 3 bangsa :
Bangsa Andreaeales Bangsa ini hanya memuat satu suku, yaitu suku Andreaeaceae, dengan satu marga Andreaea. Protonema berbentuk pita yang bercabang-cabang. Kapsul spora mula mula diselubungi oleh kaliptra yang bentuknya seperti kopiyah bayi. Jika sudah masak pecah dengan 4 katup-katup. Kolumela diselubungi oleh jaringan sporogen. Contoh- contoh : Andreaea petrophila, A. rupestris.
Bangsa Sphagnales ( lumut gambut ) Bangsa ini hanya terdapat satu suku Sphagnaceae dan satu marga Sphagnum. Marga ini meliputi sejumlah besar jenis lumut yang kebanyakan hidup di tempat-tempat yang berawa-rawa dan membentuk rumpun atau bantalan, yang dari atas tiap-tiap tahun tampak bertambah luas, sedang bagian-bagian bawah yang ada dalam air mati dan berubah menjadi gambut. Protonema tidak berbentuk benang, melainkan merupakan suatu badan berbentuk daun kecil, tepinya bertoreh-toreh dan hanya terdiri atas selapis sel saja. Batangnya banyak bercabang-cabang: cabang-cabang muda tumbuh tegak dan memebentuk roset pada ujungnya. Daun daun yang sudah tua terkulai dan menjadi pembalut bagian bawa batang. Suatu cabang di bawah puncuk tumbuh sama cepat dengan induk batang, sehingga kelihatan seperti batang lumut itu bercabang menggarpu. Karena batang dari bawah mati sedikit demi sedikit, maka cabang-cabang akhirnya merupakan tumbuhan yang terpisah-pisah. Kulit batang Sphagnum terdiri atas selapis sel-sel yang telah mati dan kosong. Jaringan kulit bersifat seperti sepon, dapat menghisap banyak air. Dinding yang membujur maupun yang melintang mempunyai liang-liang yang bulat. Juga dalam daunnya terdapat sel-sel yang menebal bentuk cincin atau spiral dan merupakan idioblas diantara sel-sel lainnya yang membentuk susunan seperti jala, terdiri atas sel-sel hidup, berbentuk panjang dan mengandung banyak klorofil. Susunan yang merupakan aparat kapilar itu berguna untuk memenuhi keperluan akan air dan garam makanan. Cabang-cabang batang ada yang mempunyai bentuk dan warna khusus, yaitu cabang yang menjadi pendukung alat-alat kelamin. Cabang-cabang tumbuhan jantan mempunyai anteridium yang bulat
dan bertangkai di ketiak ketiak daunnya. Cabang tumbuhan betina  mempunyai arkegonium pada ujungnya. Cabang pendukung arkegonium itu tidak mempunyai sel pemula yang berbentuk limas pada ujungnya, jadi seperti lumut hati, dan berbeda dengan lumut daun umumnya. Sporangium hanya berbentuk tangkai pendek dengan kaki yang membesar, dan sampai lama diselubingi oleh dinding arkegonium. Akhirnya dinding arkegonium itu pecah pada kaki sporangium. Kapsul spora berbentuk bulat, di dalamnya terdapat kolumela berbentuk setengah bola yang diselubungi oleh jaringan sporogen. Arkespora pada Sphagnum tidak berasal dari endotesium, tetapi berasal dari lapisan terdalam amfitesium. Kapsul spora mempunyai tutup yang akan membuka, jika spora sudah masak. Sporangium dengan kakinya yang melebar dan merupakan haustorium terdapat dalam suatu perpanjangan ujung batang. Sehabis pembuahan, kaki lalu memanjang seperti tangkai dan dinamakn pseudopodium.Contohcontoh lumut gambut ialah Sphagnum fimbriatum, S. squarrosum, S. acutifolium.
Bangsa Bryales Sebagian besar lumut daun tergolong dalam bangsa ini. Pada bangsa ini kapsul sporanyatelah mencapai diferensiasi yang palimg mendalam. Sporangiumnya mempunyai suatu tangkai yang elastis, yang dinamakn seta. Tangkai dengan kaki sporangiumnya tertanam dalam jaringan tumbuhan gametofitnya. Pada ujung tangkai terdapat kapsul sporanya yang bersifat radial atau dorsiventral dan mula-mula diselubungi oleh kaliptra. Kaliptra ini berasal dari bagian atas dinding arkegonium. Dengan bentangnya sporangium, dinding arkegonium akhirnya terpisah pada bagian perut arkegonium tadi, dan sebagai tudung ikut terangkat oleh sporangium yang memanjang itu. Leher dindimg arkegonium segera menjadi kering dan merupakan puncak kaliptra. Jadi sel-sel yang emnyusun kaliptra tidak merupakan sel-sel diploid akan tetapi terdiri atas sel-sel gametofit yang haploid. Sel-sel kaliptra yang masih memperoleh zat-zat makanan dari sporangium, dapat berkembang terus dan menghasilkan rambut-rambut yang menyerupai benang-benang protonema dengan pertumbuhan yang terbatas. Pada jenis lumut-lumut tertentu ( antara lain pada warga Funaria ) kaliptra melebar seperti perut dan berguna sperti penimbun air bagi sporangium yang amsih muda. Bagian atas seta dinamakan apofisis. Pada jenis-jenis lumut tertentu apofisis mempunyai bentuk dan warna yang khusus. Menurut poros bujurnya kapsul spora itu mempunyai jaringan kolumela. Ruang spora berbentuk tabung mengelilingi jaringan kolumela itu. Kolumela dan ruang spora dikelilingi oleh ruang antar sel yang terdapat di dalam jaringan dinding kapsul spora.
Gambar 7. Lumut Daun
Pada famili Plagiochila memiliki oil body yang berfungsi untuk  melindungi sel dari kekeringan. Pada famili Frullaniaceae dan famili Lejeuneaceae memiliki lobule yang berfungsi sebagai kantung air untuk absorpsi, penyimpanan air, dan untuk mengurangi resiko kekeringan sehingga dapat bertahan hidup dengan baik (Gradstein & Pocs 1989).
Lumut memiliki fungsi sebagai peresap air, mempertahankan kelembaban, penghasil oksigen dan penyerap polutan (Bawaihaty,dkk. 2014).  Di ekosistem Hutan Hujan Tropis, lumut berperan penting dalam meningkatkan kemampuan hutan untuk menahan air (water holding capacity) (Bawaihaty,dkk. 2014).  Adanya lumut di suatu tempat memberikan habitat untuk hewan invertebrata (Bawaihaty,dkk. 2014). Tanpanya adanya lumut, anggrek tidak dapat tumbuh dengan baik (Bawaihaty,dkk. 2014). Selain itu, tumbuhan tinggi memanfaatkan adanya lumut sebagai media perkecambahan (Bawaihaty,dkk. 2014). pemanfaatan lumut unutk menyisir kelembaban atmosfir yaitu untuk menyimpan air agar dapat menjaga keseimbangan air dalam hutan, hal itu dapat dibuktikan dengan cara yang sederhana yaitu dengan cara memeras lumut dengan tangan untuk melihat kandungan air yang masih terkandung di dalamnya, dan ternyata dapat dibuktikan hasil air yang didapatkan dari perasan lumut tersebut seimbang dengan kondisi ukuran lumut tersebut (Bawaihaty,dkk. 2014). Selain lumut bisa menjadi penyeimbangan air dapat juga dilihat yaitu lumut sebagai tumbuhan pioneer atau sebagai tumbuhan perintis, itu dapat dilihat dan dibuktikan dengan adanya lumut yang tumbuh pada pada lahan yang sudah tidak sehat karena adanya penebangan liar dengan menggunakan mesin disitu lumut bisa tumbuh (Bawaihaty,dkk. 2014).  Lumut dapat digunakan sebagai bahan untuk hiasan rumah tangga, obat-obatan, bahan untuk ilmu pengetahuan dan sebagai indikator biologi untuk mengetahui degradasi lingkungan (Bawaihaty, 2014). Beberapa contoh lumut yang dapat digunakan tersebut adalah Calymperes, Campylopus dan Sphagnum (Gradstein 2003). Sphagnum kadang-kadang digunakan sebagai media alternatif untuk mengerami telur buaya oleh para petani buaya di Philipina. Bahkan dilaporkan pula penggunaan lumut yang dikeringkan sebagai bahan bakar dan bahan untuk konstruksi rumah-rumah di daerah-daerah panas tetapi hal ini tidak dapat diterapkan di wilayah Asia Tenggara (Bawaihaty, 2014). Berdasarkan hasil penelitian di Cina, lebih dari 40 jenis lumut telah digunakan oleh masyarakat Cina sebagai bahan obat-obatan terutama untuk mengobati gatal-gatal dan penyakit lain yang disebabkan oleh bakteri dan jamur (Gradstein 2003). Lumut bisa menjadi penyeimbangan air dapat juga dilihat yaitu
lumut sebagai tumbuhan pionir atau sebagai tumbuhan perintis, itu dapat dilihat dan dibuktikan dengan adanya lumut yang tumbuh pada lahan yang sudah tidak sehat, karena adanya penebangan liar dengan menggunakan mesin, di situ lumut bisa tumbuh, lumut biasanya tumbuh pada pohon yang ditebang, lumut juga tumbuh pada pohon lapuk dan pohon yang sudah mati, akan tetapi kondisi lumut yang tumbuh disana tidak sesubur dengan kondisi lumut yang tumbuh pada pohon yang masih baik dan kelembaban suhunya masih terjaga baik seperti pada hutan primer dengan ketinggian tertentu (Bawaihaty, 2014). Jenis lumut yang biasa tumbuh pada pohon yang sudah lapuk dan mati adalah jenis lumut Floribundaria dan Vesicularia, kedua jenis lumut tersebut termasuk dalam kelas Musci (Bawaihaty, 2014). Lumut sering juga digunakan untuk pertamanan dan rumah kaca. Spagnum merupakan komponen pembentuk tanah gambut, pengganti kapas dan sebagai bahan bakar (Master,J. 2015). Lumut hati (Marchantia) sebagai indikator daerah yang lembab dan dipakai obat penyakit hatIi (hepatitis) (Master,J. 2015).  Lumut bersama dengan algae membentuk liken (lumut kerak) yang merupakan tumbuhan pionir bagi tempat yang gersang (Master,J. 2015). Di hutan bantalan lumut berfungsi menyerap air hujan dan salju yang mencair, sehingga mengurangi kemungkinan adanya banjir dan kekeringan di musim panas.  Lumut gambut di rawa dapat dijadikan sebagai pupuk penyubur tanah (Master,J. 2015). Lumut sendiri memiliki fungsi sebagai pembangun tanah untuk menyiapkan lahan bagi pertumbuhan organisme lain (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Pada jenis Marchantia ada beberapa jenis yang bermanfaat sebagai obat radang hati yaitu Marchantia polymorpha (Rizal, 2016).
Distribusi dan kemelimpahan setiap spesies tumbuhan lumut terestrial sangat bervariasi,tergantung asosiasi dengan tumbuhan di sekitarnya (Setyawan dan Sugiyarto, 2001).
Beberpa lumut bersifat kosmopolit, dapat ditemukan dimana-mana. Lain-lain jenis mempunyai daerah distribusi yang terbatas. Pada bermacam-macam tempat, misalnya tanah dalam rimba, batu-batu, cadas-cadas, gambut, kulit pohon, dan lain-lain. Lumut-lumut itu merupakan asosiasi tumbuhan yang karakteristik.
Penyebaran lumut meliputi banyak tempat antara lain pada hutan hujan tropis yang terdapat pada tiga benua yaitu Amerika, Asia, dan Afrika (Bawaihaty, 2014).   Pada hutan hujan topis di Asia ditemukan jenis-jenis lumut sbb:Mitthridium (Calymperaceae), Dicranolomadan Braunfelsia (Dicranaceae), Macrothamnium (Hylocomiaceae), Cyathophorela (Hyppoterygiaceae), Aerobryum (Meteoryceae), Homaliondenrom (Neckeraceae), Pterobyella, Mphysodontella, Rchyloma (Pterobryoideae), Acroporium, Trismegistia, Trachypodaceae (Graidstein dan Pocs 1990). Secara ekologis lumut (Bryophyta) berperan penting di dalam fungsi ekosistem. Seperti lahan gambut sangat tergantung pada lapisan atau tutupan lumut (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Sehingga keberadaan lumut sebagai penutup permukaan tanah juga memepengaruhi produktivitas, decomposisi serta pertumbuhan komunitas di hutan (Saw dan Goffinet, 2000).
Peningkatan kekayaan jenis lumut seiring dengan peningkatan elevasi juga berpengaruh, pernah dilaporkan oleh Graidstein dan Culmse (2010), Akmal (2012), serta Ariyanti dan Sulistijorini (2011), namun demikian ada juga penelitian lain yaitu pada ketinggian lebih dari 2300 mdpl terjadi penurunan kekayaan jenis lumut (Enroth 1990). Pernyataan tersebut dapat dibuktikan dengan berbedanya jumlah jenis lumut yang lebih banyak di hutan primer dengan elevasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan di hutan tanaman dan di hutan kebun buah yang elevasinya lebih rendah. (Bawaihaty, 2014). 
      Keanekaragaman jenis lumut di Indonesia masih belum banyak terungkap sehingga hasil penelitian tentang keanekaragaman lumut juga masih terbatas. Keanekaragaman jenis lumut cenderung dipengaruhi oleh tipe habitat (Adhitya, dkk. 2014). Habitat yang heterogen memiliki keanekaragaman yang lebih banyak dibandingkan dengan habitat yang homogen  (Adhitya, dkk. 2014). Ada 24.000 spesies Bryophyta yang dikenal, dan semua tumbuhan lumut membutuhkan kondisi lingkungan yang lembab yang masuk kedalam siklus kehidupan tumbuhan tersebut (Rizal, 2016). Diketahui bahwa telah teridentifikasi lebih dari 200 jenis lumut yang berada di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, baik yang termasuk dalam kelompok lumut sejati (mosses), lumut hati maupun lumut tanduk. Berdasarkan data yang diambil dari Universitas di Singapura total marga lumut sejati (mosses) yang telah teridentifikasi di Indonesi yaitu sebanyak 247 marga (Bawaihaty, 2014). Sementara itu keberadaan lumut sejati tersebut di TNGP terutama di jalur Cibodas Cibeureum telah diteliti mempunyai jumlah 79 marga atau sepertiga dari seluruh jumlah marga lumut sejati (mosses) yang berada di Indonesia (Hasan dan Ariyanti 2004).Beberaapa suku lumut yang terdapat di Indonesia adalah:
Calymperaceae tumbuh tegak (acrocarpus), mengelompok, jarang menjalar (pleurocarpus) kecuali marga Mitthyridium. Ujung daun kadang-kadang terdapat reseptakel berbentuk seperti kuncup (gemma). Sporofit terminal (Windadri, 2007). Beberapa contoh spesies  dalam Calymperaceae adalah:
a.       Calymperes afzeli  Daun linear hingga subulate, atau pendek dan berligula; sel-sel lamina rata. Seta kurang dari 2 mm panjangnya, halus; kapsul tegak, silindris; kaliptra besar dan persisten. Habitus berukuran agak kecil. Daun panjang, bagian pangkal tegak, mengkerut dan menggulung jika kering, tepi daun menebal, kosta berakhir sebelum ujung daun. Sel-sel lamina kecil membundar atau persegi, terdapat sel-sel kosong yang sangat berbeda bentuknya dengan sel-sel lamina. Ekologi dan persebaran: Umumnya tumbuh diranting pohon,perakaran yang terbuka, kayu lapuk, kayu mati dan kadang-kadang di bebatuan lembab di hutan dataran rendah pada ketinggian 100-800 m di atas permukaan laut. Jenis ini tersebar luas di kawasan tropis
b.      Calymperes serratum . Daun linear hingga subulate, atau pendek dan berligula; sel-sel lamina rata. Seta kurang dari 2 mm panjangnya, halus; kapsul tegak, silindris; kaliptra besar dan persisten.Koloni hijau pudar, tidak berbatang atau batang sangat pendek, mempunyai percabangan bebas, rhizoid coklat kemerahan. Daun memita, pangkal pendek melebar, tepi bergigi tidak beraturan, kosta menonjol dibagian bawah. Sel-sel lamina kecil, berdinding tebal dengan lumen membundar telur. Sporofit jika ada, panjang setanya 4-6 mm. Ekologi dan persebaran: Umumnya tumbuh ranting pohon, sebagian besar di hutan dataran rendah dan jarang ditemukan pada ketinggian lebih dari 1000 m di atas permukaan laut. Jenis ini tersebar di Afrika tropis, Sri Lanka dan Thailand hingga Malesia, Polynesia dan Australia bagian utara
c.       Mitthyridium undulatum.  Batang primer menjalar, bercabang tegak, memberkas, hijau atau kekuningan; rhizoid melimpah. Daun-daun cabang menyebar, lamina bergelombang, berkerut dan keriting jika kering; pangkalnya terdapat sel-sel jernih, tepi berpembatas lebar, ujungnya runcing hingga tumpul. Kosta berkembang baik, biasanya berakhir sebelum ujung daun, halus di bagian pangkal, dan kasar di bagian atas, pita stereid berkembang baik. Sel-sel lamina bagian atas kecil, transparant, berpapila banyak. Sel-sel alar berukuran besar, mendominasi pangkal daun, sel-sel leukosis persegi, berlubang besar di luarnya. Seta ramping, halus; kapsul silindris. Berukuran medium, lebih kecil dari M. fasciculatum dan lebih besar dari M. jungquilianum. Panjang cabang mencapai 4 cm. Daun tersebar tegak jika basah, kadangkadang kaku. Sel-sel lamina bagian atas tidak beraturan. Sel-sel kosong menempati ¼ - 1/3 panjang daun. Gemma (kuncup) jika ada terbentuk pada permukaan adaxial kosta. Sporofit jarang ditemukan. Ekologi dan persebaran: Umum ditemukan mendekati pantai di kawasan Asia Tropis, Malesia dan Polynesia.
d.      Syrrhopodon spiculosus. Merupakan marga yang heterogen, tumbuh tegak memberkas, rhizoid muncul di bagian yang lebih tua, tinggi mencapai 10 cm. Batang tipis, sederhana atau bercabang, berwarna gelap. Daun bervariasi, biasanya ramping, berpembatas, tegak, pangkalnya mengelilingi dan melekat pada batang, kosta halus atau berpapila, biasanya ditutupi oleh selapis sel-sel pendek, berakhir pada atau mendekati ujung daun, bagian ujung biasanya menghasilkan gemma (Kuncup). Sel-sel lamina berkhlorofil sedangkan pembatasnya terdiri dari sel-sel memanjang, bagian pangkal daun didominasi oleh sel-sel kosong, berbentuk persegi , jernih, berdinding tipis. Kapsul muncul dari seta yang tipis dengan bermacam-macam ukuran (biasanya 4-15 mm), silindris, tutup kapsul tegak, berseludangberparuh; peristom sederhana, terdiri dari 16 gigi, ramping, berpapila kasar; kaliptra relatif ramping, gugur jika tua. Tumbuhan berukuran kecil, hijau muda, tinggi mencapai 4 cm. Daun tegak, bagian pangkalnya tidak berwarna dan ramping, tepinya berpembatas, tepi bagian atas menggulung, ujung tumpul atau runcing melebar, bergerigi, kosta berakhir di bawah ujung daun, gemma (kuncup) yang dihasilkan biasanya melimpah. Sel-sel daun berdinding tebal, persegi, sel-sel pembatas di tepi daun bagian bawah membentuk pita ramping terdiri dari sel-sel rectangular yang berdinding tebal. Sporofit jika ada dengan seta 6-10 mm panjangnya, kapsul tegak, silindris. Ekologi dan persebaran: umumnya tumbuh di batang pohon, ranting atau kayu lapuk di tempat lembab dan teduh di hutan dataran rendah Daerah persebarannya mulai dari India dan Sri Lanka hingga Thailand; Kamboja, seluruh Malesia hingga Polynesia dan Australia bagian utara.
Fissidentaceae Suku ini hanya mempunyai satu marga yaitu Fissidens. Karakter pokok yang dimiliki adalah generasi gametofit, terpusat pada daunnya yang tersusun dua deret (distichous) dan masing-masing mempunyai duplikat daun berbentuk seperti perahu di sisi adaksialnya, disebut “vaginant lamina”. Adapun marga ini berperawakan seperti pakis, pucuk tegak atau melengkung horizontal. Daun pipih, berkosta; tepinya kadang-kadang berpembatas. Sel-sel lamina bervariasi, halus, berpapila atau bermamila. Seta beberapa atau 2 mm, halus atau berpapila; kapsul kecil, silindris pendek, tegak atau menggantung, tutupnya berparuh. Peristom jika tidak mereduksi bergigi ganda jumlahnya 16. Marga ini terdiri dari beberapa ratus jenis, yang tersebar di seluruh dunia dan ditemukan dalam beberapa tipe habitat. Dilaporkan bahwa kehadiran marga ini di kawasan Malesia cukup baik. Beberapa contoh spesies  dalam Fissidentaceae adalah:
a.       Fissidens cristatus Tumbuhan hijau kuning hingga coklat emas, sederhana. Daun melengkung, keriting jika kering, lanset, ujungnya runcing, kadang-kadang bergigi kasar dan tidak teraturan, kosta kuat dan menonjol, ’vaginant lamina’ menempati 3/5- 2/3 panjang daun. Sel-sel lamina kecil , bermamila, berdinding tebal, 3-4 deret sel di bagian tepi berukuran lebih besar membentuk pita marginal. Seta sering lebih dari satu setiap batang, panjang 5 -10 mm, kapsul berukuran besar untuk genus ini, kadang-kadang merunduk dan tidak simetris. Ekologi dan persebaran: umumnya ditemukan pada batuan lembab di area pegunungan, di lokasi penelitian ditemukan tumbuh pada batu cadas di hutan. Persebarannya: daerah temperate dan kawasan Malesia yang hanya ditemukan di Jawa dan Filipina.
Hypnaceae Tumbuhan berukuran kecil hingga agak besar, biasanya mengkilat, menjalar, padat dan membentuk jalinan. Batang merayap, sering bercabang menyirip atau agak menyirip. Daun membundar telur atau membundar telur lanset, ujungnya meruncing, sering melengkung pada satu arah; kosta pendek dan rangkap atau tidak ada. Sel-sel sebagian besar linear, ujung dinding selnya saling tumpang tindih, halus atau berpapila; sel-sel alar kecil dan kurang berbeda nyata dengan sel-sel lainnya. Seta memanjang, ramping, halus; kapsul membulat telur, tidak simetris, mendatar atau menggantung; peristom biasanya rangkap, tutup kapsul pendek, kaliptra mengangguk. Beberapa contoh spesies  dalam Hypnaceae adalah:
a.       Ctenidium lychnites Berukuran medium, mengkilat, hijau kekuningan atau keemasan, membentuk bantalan yang tebal. Batang menjalar, panjang mencapai 4 cm, bercabang menyirip tidak teratur. Daun-daun batang membundar telur, bercuping pada pangkalnya, melengkung, ujung meruncing, bergerigi kuat dan tajam. Sel-sel memanjang. Daun-daun cabang lebih kecil, pangkal membundar telur, ujungnya berduri atau bergerigi tak beraturan. Seta 1,5-2 cm panjangnya, merah, kapsul besar, membulat telur-silindris,menebal dibagian belakang, tutup kapsul mengerucut tajam, kaliptra tidak tampak. Ekologi dan persebaran: Umumnya tumbuh di bebatuan atau batang pohon di Khasia, Nilghiri, dan Ceylon
Meteoriaceae Berperawakan ramping atau kekar, sering menggantung di pohon dalam masa yang berbulu. Batang primer berbentuk benang, menjalar, batang sekunder memanjang, membelit, bercabang, berdaun padat. Daun membundar telur-lanset, meruncing, biasanya kosta tunggal, ramping, berakhir di bawah ujung daun. Sel-sel memanjang, sering berpapila. Kapsul ramping dan menonjol di atas seta yang pendek, peristom rangkap, bertutup pendek, kaliptra kecil, mengangguk. Suku ini terdiri dari beberapa marga, salah satu diantaranya marga Barbella enervis, Berperawakan ramping, lembut, coklat muda, mengkilat. Batang sekunder mencapai 20 cm atau lebih panjangnya, bercabang menyirip, sebagian besar memanjang membentuk seperti cambuk. Daun bagian bawah tersebar, pipih, membundar lanset, pangkalnya bercuping, perlahanlahan meramping hingga ujungnya meruncing linear, tak berkosta, tepi bergigi. Daun-daun cabang berbentuk cambuk lebih pipih, lebih ramping, ujungnya berbentuk kapiler panjang, sel-selnya berpapila. Sporofit jarang terlihat. Ekologi dan persebaran: umumnya tumbuh di batangbatang pohon dan tersebar di Himalaya, Ceylon, Australia, Pulau Lord Howe dan New Caledonia.
Neckeraceae Berperawakan ramping atau kekar, mengkilat. Batang primer berbentuk benang, menjalar, batang sekunder  tegak atau menggantung, bercabang menyirip, sangat pipih. Daun rata, sering bergelombang transversal, ujung pendek, kosta tunggal, jarang rangkap dan pendek. Sel-sel halus, segi enam membundar ke arah ujung, linear ke arah pangkal. Sporofit lateral, muncul pada cabang batang sekunder, kapsul dengan peristom rangkap. Beberapa contoh spesies  dalam Neckeraceae adalah:
a.     Homaliodendron exiguum. Berperawakan seperti pohon. Batang sekunder bercabang ganda atau rangkap tiga dari satu tangkai berkayu, menyebar, sangat pipih dan kadang-kadang ramping. Daun-daun tidak bergelombang, bergigi kasar di ujung, spathula membundar, agak rata, kosta tunggal, halus, berakhir di pertengahan daun. Sel-sel rhomboid, halus, bagian pangkal lebih memanjang. Seta pendek, kapsul membulat telur- silindris, peristom rangkap, gigi transversal beralur di bagian bawah, kaliptra kecil, berbulu. Berperawakan ramping, hijau cerah, jarang memberkas.Batang sekunder liat, panjang mencapai 5 cm, percabangan menyebar, cabang pipih, membentuk cambuk di ujungnya. Daun-daun bagian bawah kecil, pipih, bagian atas melebar, menyebar, pipih. Spatula melebar, membundar di bagaian atas dan bergigi membulat dipersimpangan ujungnya, kosta berakhir mendekati pertengahan daun. Sel-sel membundar telur, halus, dinding sel menebal, perlahan-lahan memanjang ke arah pangkal. Daun-daun cabang lebih kecil dan lebih membundar. Sporofit jarang ditemukan. Ekologi dan persebaran: umumnya tumbuh di batang pohon, sering membentuk bantalan kecil di ranting pohon bersama dengan jenis lainnya, tersebar di Himalaya, Ceylon, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Sulawesi,Australia dan New Guinea
b.     Neckeropsis lepineana  Berperawakan seperti pohon. Batang sekunder bercabang ganda atau rangkap tiga dari satu tangkai berkayu, menyebar, sangat pipih dan kadang-kadang ramping. Daun-daun tidak bergelombang, bergigi kasar di ujung, spathula membundar, agak rata, kosta tunggal, halus, berakhir di pertengahan daun. Sel-sel rhomboid, halus, bagian pangkal lebih memanjang. Seta pendek, kapsul membulat telur- silindris, peristom rangkap, gigi transversal beralur di bagian bawah, kaliptra kecil, berbulu. Berperawakan kekar, hijau kekuningan, mengelompok,menggantung. Batang sekunder mencapai 30 cm panjangnya, bercabang tidak beraturan. Daun bergelombang, ujung bergerigi kecil, kosta pendek dan halus, berbentuk garpu tidak sama panjang. Sel-sel daun romboid, tebal dinding sel tidak sama. Sporofit pendek, bercabang lateral, kapsul dengan gigi peristom berpapila. Ekologi dan persebaran: Umumnya tumbuh di batang pohon atau ranting, tersebar di Afrika Timur, Malesia, Pulau Pasifik hingga Hawaii
Phyllogoniaceae Sangat mengkilat dengan cabang menyebar, batang sekunder sangat pipih. Daun kaku, dua deret, berhadapan, seperti perahu, ujung tumpul, tidak berkosta. Sel-sel linear, halus. Beberapa contoh spesies  dalam Phyllogoniaceae adalah:
a.      Orthorrhynchium phyllogonioides Batang sekunder tegak, kaku, sederhana, mengkilat, hijau muda, panjang mencapai 4 cm. Daun tersebar tegak, tepinya rata, mencapai 3 mm panjangnya, berkosta sangat pendek dan halus. Sel-sel daun linear, kadang-kadang seperti cacing, lebih pendek dan lebih lebar dibagian pangkal dan ujung daun, sel-sel alar jernih, lebih kecil dari sel yang lain, terkumpul pada satu sisi. Sporofit jarang ditemukan. Ekologi dan persebaran: umumnya tumbuh di batang pohon, tersebar di Jawa, New Guinea dan Pulau Chrismast.
Famili Lejeuneaceae memiliki karakteristik tumbuhan berwarna hijau, kekuningan, coklat, hitam atau keputih – putihan. Batang tumbuh merayap hingga ascending atau pendent, menyirip, bercabang dua atau bercabang tidak teratur,  susunan daun incubous, terbagi menjadi lobe dan lobule (Gradstein et al., 2001). Ada beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan suku Lejeuneaceae banyak dijumpai, yaitu Lejeuneaceae merupakan suku dari lumut hati berdaun yang memiliki jumlah jenis terbesar (Adhitya, dkk. 2014).Memiliki kantung air yang memungkinkannya dapat beradaptasi untuk menyimpan air dan mengurangi resiko kekeringan, sehingga menyebabkannya dapat bertahan hidup dengan baik (Adhitya, dkk. 2014).
Pterobryaceae Berperawakan besar, sering menyerupai pohon. Batang sekunder berkayu, kaku, berdaun pada pada semua sisinya, sederhana atau bercabang. Daun membundar, meruncing, kosta tunggal atau rangkap dan pendek. Sel-sel memanjang, incrassate dan porus, biasanya halus, sel alar sering berkembang baik. Seta biasanya pendek, kapsul halus, peristom rangkap, tutup berparuh pendek, kaliptra kecil. Beberapa contoh spesies  dalam Pterobryaceae adalah:
a.      Garovaglia plicata Batang sekunder kaku, hijau keemasan di ujung dan coklat di bawah, panjang mencapai 8 cm, tegak atau melengkung, pipih, biasanya sederhana. Daun mencapai 6mm panjangnya, membundar telur melebar- melanset,terlipat atau kadang-kadang bergelombang, bergerigi tajam ke arah ujung. Sel-selnya ramping, elip, berdinding porus, linear kearah pangkal, sel alar berkembang baik. Daun pelindung beberapa, kapsul tenggelam, seta sangat pendek. Ekologi dan persebaran: umumnya tumbuh di batang pohon, tersebar di Sikkim, Filipina, Sumatra, Jawa, Sulawesi dan Seram.
Thuidiaceae Berperawakan ramping atau kekar, tidak mengkilat. Batang bercabang banyak, sering menyrip teratur 2 atau 3 kali, biasanya berparafilia. Daun sering dua bentuk, daun cabang lebih kecil dan terdeferensiasi dengan baik, membundar telur, cekung, berujung pendek; kosta tunggal, kaku. Sel-sel kecil, membundar, berpapila. Seta memanjang, halus, kapsul mendatar, peristom rangkap, sempurna, tutup berparuh mengerucut; kaliptra biasanya berparuh, kadang berpapila atau hispid. Beberapa contoh spesies  dalam Thuidiaceae adalah:
a.       Thuidium investe. Pertumbuhannya memipih, membentuk jalinan seperti bulu. Batang menjalar, menyirip rangkap dua atau tiga, dengan parafilia melimpah. Daun dalam dua bentuk; daun batang lebih besar, melebar, pangkalnya menjantung, meruncing panjang; daun cabang kecil, membulat cekung, berujung pendek, kosta tunggal, sel-selnya membulat, berpapila; kapsul biasanya merunduk atau mendatar; tutp kapsul berparuh; peristom rangkap, sempurna, caliptra cuculate. Berukuran kecil, lembut, membentuk jalinan berwarna hijau kecoklatan. Batang menjalar, meyirip ganda,paraphylia kecil, cabang seperti kapiler. Daun daun batang halus, mebundar telur, meruncing pendek; daun-daun cabang lebih kecil, membulat blunt, melengkung jika kering; kosta berakhir sebelum ujung daun, seta 1 cm panjangnya, halus pada bagian bawah, kasar pada bagian atas; kapsul relatif besar, mendatar, tutup kapsul panjang dan berparuh ramping. Ekologi dan persebaran: umumnya ditemukan tumbuh di bebatuan dan tersebar di Burma
b.      Thuidium plumulosum Pertumbuhannya memipih, membentuk jalinan seperti bulu. Batang menjalar, menyirip rangkap dua atau tiga, dengan parafilia melimpah. Daun dalam dua bentuk; daun batang lebih besar, melebar, pangkalnya menjantung, meruncing panjang; daun cabang kecil, membulat cekung, berujung pendek, kosta tunggal, sel-selnya membulat, berpapila; kapsul biasanya merunduk atau mendatar; tutp kapsul berparuh; peristom rangkap, sempurna, caliptra cuculate. Koloni membentuk jaringan yang berbelit-belit , hijau tua. Batang memanjang, keras dan liat, tegak atau melengkung, bercabang menyirip ganda sangat teratur dan rapi, paraphylia padat, bermacam-macam bentuk. Daun pada batang tiba-tiba meruncing dari bagian yang lebar, pangkalnya segitiga-membundar telur, terlipat halus, tepinya melengkung; kosta berakhir sebagai ujung yang ramping. Daun cabang lebih kecil, membundar telur, berujung pendek, sel-sel apical dengan 2-3 papila. Sel-sel segi enam tak beraturan, dengan papilla tunggal diatas lumen. Seta kaku, berpapila, 2.5-3 mm panjangnya, kapsul menggantung, melengkung, oblong-silindris, peristom besar, kemerahan, tutup kapsul mengerucut berparuh, kaliptra cuculate. Ekologi dan persebaran: di kawasan Malesia umumnya ditemukan tumbuh di bagian dasar pohon (base of tree), kayu mati, dan bebatuan kapur, dominan pada ketinggian kurang dari 500 m dari permukaan laut.
c.       Thuidium velatum  Pertumbuhannya memipih, membentuk jalinan seperti bulu. Batang menjalar, menyirip rangkap dua atau tiga, dengan parafilia melimpah. Daun dalam dua bentuk; daun batang lebih besar, melebar, pangkalnya menjantung, meruncing panjang; daun cabang kecil, membulat cekung, berujung pendek, kosta tunggal, sel-selnya membulat, berpapila; kapsul biasanya merunduk atau mendatar; tutp kapsul berparuh; peristom rangkap, sempurna, caliptra cuculate. Tumbuhan hijau kekuningan, Batang utama memanjang, menjalar, berakar dan berparafilia, bercabangmenyirip rangkap , teratur, cabang primer tersebar mendatar, 4-5 cm panjangnya. Daun batang tersebar tegak, ujungnya membentuk rambut, pangkalnya melebar menjantung, tepi melengkung ke dalam, kosta berakhir di ujung daun. Daun-daun cabang lebih kecil, membundar telur lebar, ujungnya pendek, tidak simetris dibagi oleh kosta, bergigi di seluruh , kosta berakhir sebelum ujung daun. Sel-sel daun persegi atau persegi enam, berpapila tunggal. Seta 1,5 cm panjangnya, melengkung ujungnya, kapsul mendatar atau merunduk, membulat telur pendek, tutup dengan satu pemanjangan dari paruh, kaliptra besar,melonceng. Ekologi dan persebaran: Di kawasan Malesia jenis ini ditemukan tumbuh dalam hutan dengan substrat berupa ranting pohon, akar, kayu lapuk, dan batu kapur, pada ketinggian mencapai 1000 m dan dominan di ketinggian kurang dari 500 m di atas permukaan laut. Daerah persebarannya: Malesia, Siam, Kepulauan Pasifik hingga Samoa.
Marchantia polymorpha (L.). Berbentuk lembaran-lembaran dengan daun yang berwarna hijau dan bagian-bagian tepinya berlekuk seperti kuping, lumut ini tumbuh menggerombol dan tingginya hanya beberapa sentimeter (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Rhizoid yang berada di bawah permukaan daunnya berfungsi untuk mengumpulkan zat hara dari tanah. Hanya terdiri atas rhizoid dan thalus, biasanya tersusun berkelompok (cluster).
Reboulia hemisphaerica (L.) Raddi Lumut ini termasuk ke dalam lumut hati berthalus. Sering terlihat di tempat-tempat yang basah dan sangat lembab, misalnya di sepanjang aliran sungai, gunung atau bukit yang memiliki suhu yang dingin (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Umumnya tumbuhan epifit di batu atau terrestrial diatas permukaan tanah. Struktur tubuh gametofitnya hanya terdiri atas rhizoid dan thalus. Rhizoid membantu melekatkan thalus di atas substrat, biasanya tersusun berkelompok (cluster). Thalusnya melebar, berwarna hijau terang sammpai hijau tua.
Marchantia streimannii Bischler Lumut ini termasuk ke dalam lumut hati berthalus. Umumnya tumbuhan epifit di batu atau terrestrial diatas permukaan tanah (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Struktur tubuh gametofitnya hanya terdiri atas rhizoid dan thalus. Rhizoid membantu melekatkan thalus di atas substrat, biasanya tersusun berkelompok (cluster).
Aneura sp. Lumut ini ditemukan di tempat yang lembab, biasanya tumbuh terrestrial menutupi permukaan tanah (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Merupakan kelompok hati berthalus, yang struktur tubuhnya hanya terdiri atas hamparan thalus dan melekat di permukaan tanah dengan bantuan rhizoid. Berwarna hijau, tidak memiliki midrib/tulang daun.
Marchantia geminata Reinw., Blume & Nees Lumut ini ditemukan di tempat yang lembab, biasanya tumbuh terrestrial menutupi permukaan tanah. Lumut ini termasuk ke dalam lumut hati berthalus (Mundir, dkk. Tanpa tahun).
Bazzania sp. Lumut ini termasuk ke dalam lumut hati berdaun, yang tumbuh di atas humus atau menempel pada batang pohon. Daun tersusun incubous, bentuknya melengkung dengan ujung tepi daun membulat (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Tidak memiliki lobul tetapi memiliki daun ventral (underleaf).
Pogonatum neesii (C.Mull.) Dozy  Lumut ini tumbuh tegak di atas tanah, dan umumnya terrestrial. Tumbuh di tanah dengan campuran pasir dan cadas (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Daunnya linear memanjang, ujungnya runcing, dengan tepi bergigi. Penyebarab cukup luas banyak ditemui di alam. Banyak digunakan sebagai penghias taman.
Phaeoceros laevis (L.) Prosk. Lumut ini termasuk ke dalam lumut tanduk. Umumnya di tempat yang lembab di atas tanah. Thalusnya membentuk cluster, percabangan menggarpu, dan thalus tidak memiliki midrib (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Memiliki sporofit berbentuk seperti tanduk. Kapsul memanjang silindris, tegak lurus terhadap thalus. Ujung kapsul ketika matang akan membelah dua bagian.
Orthorrhynchium phyllogonioides yang berperawakan cukup menarik seperti bulu ayam, hijau muda agak mengkilat, tumbuh di bebatuan lantai hutan Suaka Margasatwa Lambusango. Jenis ini sangat jarang ditemukan bahkan di Cagar Alam Kakenauwe yang lokasinya berdekatan  maupun pada kegiatan eksplorasi flora di kawasan suaka margasatwa Buton Utara di P. Buton pada tahun 2003 dan 2004 juga tidak ditemukan(6,7). Jenis ini merupakan “new record” untuk Sulawesi. Hal ini didasarkan pada laporan sebelumnya bahwa jenis ini hanya tumbuh tersebar di Jawa, Nugini dan Pulau Chrismast
Phaeoceros sp. Lumut ini termasuk ke dalam lumut tanduk. Thalusnya membentuk cluster, percabangan menggarpu, dan thalus tidak memiliki midrib. Memiliki sporofit berbentuk seperti tanduk (Mundir, dkk. Tanpa tahun). Kapsul memanjang silindris, tegak lurus terhadap thalus. Ujung kapsul ketika Dalam kaitan asosiasi lumut dengan kelompok suku Pandanaceae (Windadri, 2009). Lumut hanya dijumpai pada beberapa pohon terutama pandan yang tumbuh ditempat lembab dan teduh (Windadri, 2009).
      Homaliodendron scapellifolium lumut ini berbentuk seperti pohon (Dendron) dengan batang tegak yang bercabang dikedua sisinya dan merupakan salah satu lumut yang besar dengan panjang 100 mm. batang keras dan menghasilkan batang skunder yang tegak teratur pada setiap interval. Daunnya berbentuk seperti kipas, berwarna hijau kekuning-kuningan dan mengkilap, bulat telur tetapi ujungnya begerigi dan tidak simetris, datar, batang daun tersusun rapi, pada dua sisi, percabangan daun tumpang tindih, dan padat, tulang daun menempati 2/3 panjang dan kadang bercabang/menggarpu, tepi daun halus kecuali pada ujungnya (Rizal, 2016)
Bryum billardieri Jenis lumut ini termasuk salah satu marga Bryum yang mempunyai ukuran besar. Daunnya berwarna hijau, lebar dengan titik pada ujungnya, tulang daun memanjang sampai ujung daun dan membentuk seperti susunan seperti bunga mawar. Jika kering semua daun akan menguncup kearah batang dan tepi daun mempunyai garis keperakan. Batang daun dari lumut ini tegak, panjangnya hingga 18 mm (Rizal, 2016).
Barbella flagelliferd Lumut ini sangat berbeda dengan lumut-lumut yang ditemukan dikawasan wisata air terjun Dholo. Jenis lumut ini banyak menghasilkan caabang-cabang yang berbentuk filament panjang dan tegak. Batang lumut ini berbentuk silinder, hijau, panjang lebih dari 100 mm. Daun melekuk, mempunyai alur yang panjang, mempunyai flagella yang panjang tulang daun tunggal tetapi tidak nyata (Rizal, 2016).
Leucoloma molle Lumut ini merupakan lumut yang umum ditemukan dipermukaan batu dan juga kayu. Daunnya yang sangat halus berwarna hijau keabuabuan, mengkilat, melengkung seperti arit dan tersusun berbentuk segitiga yang panjangnya hingga 10 mm. Batang lumut ini silinder dan dapat pula bercabang namun biasanya tunggal. Panjang batangnya dapat mencapai 40 mm (Rizal, 2016).
Leucobrium javense Lumut ini merupakan salah satu jenis Leucobryum yang berukuran besar, mencapai 50 mm atau lebih. Batang keras, tegak atau menggantung tergantung kondisi tempat tumbuh dengan tinggi 6-8 cm. daun tersusun lepas, berwarna hijau keputuh-putihan dengan permukaan daun berwarna metalik dan halus. Bentuk daun lanset dan melengkung seperti arit, panjang 15 mm, tepi daun involute dan halus, jika keadaan basah daun akan mekar dan sangat melengkung jika kering (Rizal, 2016).
Pallavicinia lyellii Jenis pallavicinia umumnya dijumpai pada permukaan tanah atau batu di tempat-tempat ternaungi ditepi jalan dan didekat selokan atau sumber air lainnya. Pallavicinia lyellii dicirikan dengan talus seperti pita berwarna hijau gelap mengkilap dan tampak jelas mempunyai midrip. Tekstur talusnya halus dan lebih tipis dari Marchantia dan dumortiera, tepi talus bergelombang rhizoidnya muncul dari bagian midrib pada permukaan ventral. Talus yang jantan menghasilkan anteridia dalam dua barisan sejajar disepanjang midrib pada permukaan ventral maupun dorsal, sedangkan talus yang betina manghasilkan arkegonium dalam struktur menyerupai cawan dan muncul agak jauh dari ujung talus. Sporofit lumut ini mempunyai seta panjang berwarna putih bening agak transparan dengan kapsul silindris berwarna hitam. Di wisata air terjun Dholo, lumut hati ini dapat ditemukan hidup bersama dengan jenis lumut hati bertalus lainnya terutama ditempat-tempat yang lembab dan berair (Rizal, 2016).
Marchantia geminate Lumut ini termasuk lumut hati berthalus. Tubuhnya tidak mempunyai batang daun. Talus berbentuk seperti pita pada marchantia umumnya. Dicirikan dengan pecabangan menggarpu, tampak berdaging dan adanya kuncup eram. Pada permukaan talus bagian dorsal dapat diamati dengan jelas adanya midrip dan poripori dari ruang udara dalam talus. Talus bagian ventral akan dijumpai rhizoid dan empat baris sisiksisik ungu kecoklatan. Organ reproduksinya, baik anteridum maupun arkegoniumnya, terdapat pada reseptakel bertangkai, sporofitnya berkembang direseptakel betina. Lumut ini dicirikan oleh reseptakel betina yang terbagi sangat dalam (lebih dari sepertiga diameternya) membentuk lebih dari 6-11 cuping seperti jejari paying, ujung setiap cuping hanya berlekuk dangkal (Rizal, 2016).
Plagiochilion opposites Lumut ini dicirikan oleh daunnya yang tersusun dalam dua baris tersusun berhadapan, sehingga lumut ini tidak dijumpai daun lateral. Berdasarkan susunan daunnya, jenis lumut ini dinamakan “opposites” yang berarti berhadapan. Bentuk daun agak membundar sampai membundar dengan tepi daun dari bagian ke ujung daun bergigi kasar berbentuk segitiga. Lumut ini berwarna hijau tua sampai kecoklatan, tumbuh tegak (Rizal, 2016).
Leucobryum aduncum Lumut ini warna hijau keabuabuan dalam bentuk kelompok yang lepas pada permukaan yang lembab dan batang pohon. Ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan L.javanse dengan karakteristik yaitu mempunyai daun yang lanset/panjang (Rizal, 2016).
Hypopterygium tenellum Jenis lumut ini merupakan jenis lumut kecil yang indah dengan daun seperti bercabang-cabang. Lumut ini sangat mudah dikenali dengan bentuknya seperti ekor burung merak sehingga lumut ini dijuluki “Peacock Moss”. Batang lumut ini panjang dan tidak tegak (menjalar), daunnya berwarna hijau terang, berbentuk segitiga dan tumpang tindih secara padat (Rizal, 2016).
Ptychanthus striatus Jenis lumut ini epifit, berwarna hijau gelap atau ketika kering hijau kecoklatan. Batangnya kaku, bercabang menyirip atau menyirip ganda. Daunnya tiga baris; daun lateral tersusun incubous, bagian cuping besarnya membentuk bulat telur dengan ujung runcing dan tepi bergerigi, sel-sel di tengah helaian cuping mempunyai trigon menjantung, bagian cuping kecilnya berbentuk persegiempat memanjang dengan 1-3 gigi dibagian ujungnya; daun ventral menyirap, berbentuk bulat telur atau seperti dengan ujung rata dan tepi bergerigi, tetapi tepi di bagian lateral rata. Perianth dihasilkan pada cabang pendek, berbentuk bulat telur berbalik dan memanjang dengan lipatan membentuk alur-alur berjumlah 8-9 (Rizal, 2016).
Hypnodendron sp. umut ini merupakan salah satu kelompok lumut yang merfologinya menyerupai pohon. Batang tegak, tidak bercabang atau kadang bercabang pendek. Daun rata dan bersirip dengan percabangan seperti payung (Rizal, 2016).
Marchantia polymarpha Lumut ini terlihat epifat pada akar terestrial di permukaan tanah. Tumbuh ditempat yang basah dan lembab tergolong kedalam lumut hati berdaun dengan beberapa ciri khusus yang dimiliki oleh marga ini diantaranya memiliki daun ventral (underlerf) yang lebih besar dibanding daun dorsal. Batangnya tumbuh merayap dan menjuntai ke bawah. Tapi daun bergigi, setiap gigi tersusun dari 2- 4 sel. Sel-sel daun membulat atau membentuk heksagocal. Rhizoidnya tumbuh tersebar dibagian ventral maupun lateral (Rizal, 2016).
Mastigophora diclados Jenis lumut ini epifit, berwarna hijau kekuningan sampai merah kecoklatan, pada spesimen kering berwarna coklat, batangnya bercabang menyirip, cabangnya semakin keujung semakin meruncing, daunnya tersusundalam 3 baris, daun lateral incubous, daun ventral mempunyai ukuran dan bentuk yang sama dengan daun lateral yaitu bulat telur berbagi menjadi dua cuping segitiga dengan ujung runcing,dan tepi daun rata (Rizal, 2016).
Marchantia treubii Marchantia treubii seperti Marchantia geminata. Reseptakel jantan dan betina dari kedua jenis ini mirip tetapi jumlah cupit pada marchantia treubii bervariasi yaitu antara tiga sampai enam cupit (Rizal, 2016).
Dumortiera hirsute Bentuk lembaran-lembaran dengan daun yang berwarna hijau dan bagian tepinya berlekuk-lekuk seperti kuping, lumut ini tumbuh menggerombol dan tingginya hanya beberapa sentimeter. Rhizoid yang berada dibawah dipermukaan daunnya berfungsi untuk mengumpulkan zat hara dari tanah hanya terdiri atas rhizoid dan thalus, biasanya tersusun berkelompok (cluster) (Rizal, 2016).
Lumut yang menempel pada bidur ditemukan pada bagian perakaran, sedang bagian batang dan daun tidak ditemukan. Permukaan akar bidur pada umumnya kasar dan kadang–kadang retak. Dengan kondisi seperti ini memungkinkan untuk singgahnya spora atau kuncup (gemma) lumut dan air di celah-celah retakan. Adanya permukaan perakaran yang retak-retak dan didukung oleh lingkungan yang lembab serta sinar matahari cukup maka kuncup dan spora lumut dapat berkecambah dan meneruskan kehidupannya. Sedangkan di bagian batang dan daun bidur tidak ditemukan lumut karena permukaannya halus dan licin sehingga tidak memungkinkan singgahnya spora atau kuncup lumut dan air, meskipun kelembaban sekitarnya mendukung untuk perkecambahannya (Windadri, 2009).
Biological Assessment terkait lumut masih jarang sekali untuk dilakukan karena lumut dianggap sebagai organisme yang memiliki status berlimpah sehingga dianggap tidak perlu dilakukan assessment. Biological Assessment umum dilakukan pada spesies-spesies yang dianggap terancam kepunahan (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Metode pengukuran biomassa dan mineral batuan dalam Biological Assessment, dilakukan dengan cara: biomassa lumut dan mineral batuan dipisahkan menggunakan metode penyaringan. Kemudian biomassa lumut dikeringkan dalam oven pada suhu 60 oC hingga beratnya tetap dan partikel pasir disaring menggunakan kertas Whatman no. 60. Partikel pasir kemudian dibakar dalam furnace pada suhu 900 oC. Terakhir berat dari biomassa lumut dan partikel pasir ditimbang untuk dibandingkan menghitung indeks konversi tutupan lumut terhadap jumlah pasir yang dibawa ketika lumut diambil dari batuan (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Metode pemisahan biomassa dan mineral batuan dengan cara penyaringan masih belum dapat memisahkan biomassa dan partikel pasir secara sempurna (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Semakin dalam rhizoid maka semakin besar kerusakan pada batuan yang ditimbulkan oleh lumut. Rhizoid lumut yang tumbuh pada batuan candi dapat menembus hingga 2-3 milimeter ke dalam batu (Gunawan et al., 2007). Oleh karena itu partikel pasir akan terbawa oleh rhizoid lumut tersebut dan menyebabkan kerusakan pada batuan (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Meskipun biomassa lumut kecil, jika kandungan air pada lumut tinggi maka kelembaban pada batuan yang akan menjadi tinggi. Tingginya kelembaban pada batuan menyebabkan mineral batuan yang dapat terdegradasi menjadi lebih banyak (Purawijaya dan Priyantika, 2013). Lumut merupakan organisme perintis sehingga tidak terlepas kemungkinan adanya organisme lain yang sudah mulai hidup dan mempengaruhi biomassa yang terkoleksi sedangkan organisme lain tidak berkontribusi pada pelapukan batuan (Purawijaya dan Priyantika, 2013).
Lumut  akan membuar air menjadi air, penuh dengan rumput dan berbau (Arinaldi dan Ferdian, 2013).

Daftar Pustaka
Adhitya, F., N. S. Ariyanti, dan N. R. Djuita. 2014. Keanekaragaman Lumut Epifit pada Gymnospermae Di Kebun Raya Bogor. Floribunda. 4(8): 212-217.
Anonim. Tanpa Tahun. Chapter II. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20433/4/Chapter%20II.pdf. Diakses pada 29 Mei 2016 pukul 20.35.
Anonim.2007. Buku Ajar Taksonomi Tumbuhan. http://janaaha.com/wp-content/uploads/2015/10/Buku-ajar-Taksonomi-Tumbuhan.pdf. Diakses pada 30 Mei 2016 pukul 09.35.
Arinaldi dan Ferdian. 2013. Pengelolahan Air Lumut dengan Kombinasi Proses Koagulasi dan Ultrafiltrasi. J. Teknologi Kimia dan Industri. 2(2): 8-13.
Bawaihaty,N., Istomo, dan I. Hilwan. 2014. Keanekaragaman dan Peran Ekologi Bryophyta di Hutan Sesaot Lombok, Nusa Tenggara Barat. J. Silvikultur Tropika. 5 (1):13-17.
Bidlack, J. E. And S. H. Jansky. 2008. Stern’s Introductory Plant Biology 12th Ed. McGraw Hill. New York.p. 381
Master, J. 2015. Biologi Umum. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung. Lampung.
Mubarokah-S, A. U. 2015. Iventarisasi BryopsidProgram Epifit di Hutan Alam Turgo Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi Yogyakarta (Skripsi). Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
Mundir, M. I., E. Seowati, dan A. M. Santoso. Tanpa tahun.  Inventarisasi Lumut Terestrial di Kawasan Wisata Air Terjun Irenggolo Kabupaten Kediri. Seminar Nasional X Pendidikan Biologi FKIP UNS.
Postlethwait, J. H. & J. L. Hopson. 2006. Modern biology. Holt, Rinehart and Winston. New York. P. 567, 568, 569
Purawijaya, D. A. Dan G. Priyantika.2013. Biological Assessment Pertumbuhan Lumut di Candi Borobudur pada Sisi Utara dan Selatan Lorong 2. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur. 7 (1): 60-65.
Putrika, A. 2012. Komunitas Lumut Epifit di Kampus Universitas Indonesia Depok. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Pascasarjana Program Studi Biologi. Depok.
Rizal, M. Inventarisasi Pola Persebaran dan Keanekaragaman Bryophyta di Kawasan Wisata Dholo, Kabupaten Kediri. Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri.
Schooley, J. 1997. Introductionto Botany. Delmar Publisher. Washington.p. 221
Setyawan, A. D. Dan Sugiyarto. 2011. Keanekaragaman Flora Hutan Jobolarangan Gunung Lawu: 1. Cryptogamae. Biodiversitas. 2 (1): 115-122.
Sulistyowati, D.A., L. K. Perwati, dan E. Wiryni.2014. Keanekaragaman Marchantiophyta Epifit Zona Montana di Kawasan Gunung Ungaran, Jawa Tengah. Bioma. 16 (1): 26-32.
Triyantio, K. 2006. Perbandingan Tool Untuk Membangun Ontology Berbasis RDF/OWL. (Skripsi). Fakultas Ilmu Komputer Universitas Gunadarma. Jakarta.
Windadri, F. I. 2007. Lumut (Musci) di Kawasan Cagar Alam Kakenauwe dan Suaka Margasatwa Lambusango, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Biodiversitas. 18 (3): 197-203.
Windadri, F. I. 2009. Keragaman Lumut pada Marga Pandanus di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. J. Natur Indonesia.  11(2): 89-93.