Efek
Cahaya pada Germinansi
Respon
biji pada cahaya penting untuk mencegah peristiwa germinasi pada tempat dan
waktu yang tak tepat untuk perkembangan seedling (Fenner and Thompson, 2005). Dengan
demikian biji memiliki kemampuan untuk mendeteksi aspek cahaya di lingkungan
dan mengendalikan tempat dan waktu yang tepat untuk germinasi (Fenner and
Thompson, 2005). Menurut Lambers et al., (2008),
respon cahaya terhadap germinasi terbagi menjadi 3 tipe. Pertama, cahaya
dibutuhkan untuk germminasi biji yang terkubur dalam tanah. biji yang terkubur
sangat dalam pada tanah tak dapat bergerminasi karena tak terkena cahaya. Tipe
kedua berupa intensitas dan durasi terpapar cahaya akan mematahkan dormansi
yang terjadi karena tak adanya cahaya. Tipe ketiga adalah komposisi spektra
cahaya akibat modifikasi oleh daun pada kanopi yang terpengaruh oleh germinasi
setelah gangguan pada vegetasi.
Kesempatan
kesuksesan pembentukkan germinasi ditentukan dengan biji yang terkubur kedalam
tanah atau berada di permukaan (Fenner and Thompson, 2005). Apabila biji berada
terkubur ditanah, kedalaman menjadi krusial untuk kemunculannya (Fenner and
Thompson, 2005). Kedalaman tanah menjadi
hal yang krusial untuk kemunculan
kecambah dengan kondisi biji terkubur (Fenner and Thompson, 2005). Sedangkan
bila biji berada di permukaan tanah, tingkat naungan (terutama disekeliling
vegetasi) menjadi unsur krusial (Fenner and Thompson, 2005).
Biji
yang berada di permukaan tanah akan mengalami kondisi intensitas cahaya yang
tinggi akibat terpaar cahaya matahari yang kuat. Sensitivitas pada irradiasi
tinggi menyeduiakan mekanisme untuk mereduksi probabilitas kematian seedling
akibat temperatur tinggi dan kondisi kekeringan yang terjadi di permukaan
tanah.
Kebutuhan akan cahaya pada biji
berguna untuk mendeteksi adanya gap. Secara umum gangguan pada tanah terjadi
bersama dengan kerusakan bentuk vegetasi dan merupakan indikator yang baik
untuk mereduksi kompetisi dengan menentukan tumbuhan.
Biji akan mendeteksi cahaya yang
berintensitas rendah dengan fitokrom A. Fitokrom A ini akan mempercepat
germinasi biji dengan menginduksi kebutuhan cahaya (Fenner and Thompson, 2005).
Selain itu, fitokrom a dikenal memiliki respon sangat rendah pada fluence dan terlibat
range panjang gelombang yang luas saat densitas fluks foton rendah.
Pengembalian bentuk fitokrom b secara spontan dan gradual dari menaikkan proses
germinasi menjadi penghambat germinasi dari beberapa jam di dalam kegelapan
juga menyediakan mekanisme jam panjang hari dapat terdeteksi.
Cahaya bereaksi melalui efek
temperatur, terutama temperatur alternatif yang dibutuhkan biji untuk germinasi
(Luttge, 2008). Germinasi akan diregulasi oleh kualitas cahaya dan sistem
fitokrom daripada dengan intensitas
cahaya (Luttge, 2008).
Sumber:
Fenner,
M. And K. Thompson. 2005. The Ecology of
Seed. Cambrige University Press. Cambridge. p. 116, 117, 120
Lambers,
H., T. L. Pons, and F. S. Chapin III. 2008. Plant
physiological ecology. Springer. New York. p. 380
Luttge,
U. 2008. Physiological ecology of
tropical plants. 2nd ed. Springer. Berlin. P. 139
Ponsp,
T. L. 2000. Seeds Responses to Light. p. 249. Dalam M. Fenner. Seeds The Ecology of Regeneration in Plant
Communities. 2nd Ed. CABI. London.