Tuesday, January 12, 2016

pola reproduksi burung

A.    Siklus Hidup
      Burung dilahirkan dalam bentuk telur dengan cangkang keras. Untuk beberapa hari-minggu, telur akan dijaga tetap hangat oleh orang tuanya yang dinamakan inkubasi. Ketika telah menetas, anakan diberi makan oleh orang tuanya. Burung muda belajar terbang setelah terjadi perkembangan sayap. Burung yang telah ahli terbang akan kawin dan memiliki anak kembali pada tahun berikutnya.
B.     Sistem Reproduksi
       Burung termasuk hewan biseksual dengan organisme jantan dan betina yang terpisah (Gill, 2007). Hewan ini tidak berganti kelamin saat menginjak usia tertentu (Gill, 2007). Secara umum perbedaan seks dapat dilihat dari warna atau ukuran yang merupakan hasil dari pemilihal seksual (Gill, 2007). Gonad pada burung terletak pada didalam kapasitas tubuh diatas permukaan ginjal (Gill, 2007). Seks organ ini akan memproduksi hormon (Gill, 2007).
       Burung jantan mempunyai testis kecil yang berpasangan seperti bean sepanjang tahun (Hickman, et al., 2008; Gill, 2007). Tapi ketika musim kawin testis membesar 300 kali (Hickman, et al., 2008). Testis burung terletak pada ventral dari lobus renis paling cranial (Radiopoetro, dkk. 1996). Edidimis kecil dan berada di sisi dorsal testis (Radiopoetro, dkk. 1996). Epididimis ini berperan dalam memberikan jalan kepada spermatozoa ke ductus deferens (Radiopoetro, dkk. 1996). Ductus deferens hewan muda berbentuk lurus sedangkan hewan yang telah dewasa berbentuk berkelok-kelok (Radiopoetro, dkk. 1996). Ductus deferens akan menuju kaudal yang menyilangi ureter dan bermuara di kloaka sebelah lateral (Radiopoetro, dkk. 1996). Mesorchium burung berjumlah sepasang berguna untuk menggantung testis (Radiopoetro, dkk. 1996). Mesorchium merupakan lipatan dari peritoneum (Radiopoetro, dkk. 1996). Secara umum burung tak memiliki penis sehingga kopulasi dilakukan dengan menghubungkan kloakal dengan cara berdiri diatas punggung betina (Hickman, et al., 2008).

       Secara umum betina memiliki satu ovari yang terletak di kiri yang berasosiasi dengan oviduct (Gill, 2007). Ovari kiri ini mempunyai oosit dalam jumlah yang banyak (Hutchins et al., 2002). Ovari ini mirip sekali dengan kumpulan anggur (Gill, 2007). Sepasang ovari yang berfungsi merupakan tipikal dari raptor dan kiwi, tetapi beberapa merpati, gull dan beberapa passerin juga memiliki dua ovari yang berfungsi (Gill, 2007). Telur keluar dari ovari masuk ke dalam ruangan perluasan akhir dari oviduk yang disebut sebagai infundibulum (Hickman, et al., 2008). Oviduk betina muda lurus sedangkan pada dewasa berkelok-kelok uterus (Radiopoetro, dkk. 1996). Oviduk menurun secara posterior ke arah kloaka (Hickman, et al., 2008). Oviduk terdiri atas: infundibulum tubae, pars glandularis, isthmus, dan uterus (Radiopoetro, dkk. 1996). Infundibulum tubae merupakan oviduk sebelah kranial yang memiliki bentuk mirip corong dan berlubang yang disebut dengan ostium abdominale (Radiopoetro, dkk. 1996).  Pars glandularis adalah bagian oviduk  dengan kandungan banyak kelenjar (Radiopoetro, dkk. 1996). Isthmus merupakan organ yang terletak diantara  pars glandularis dan uterus (Radiopoetro, dkk. 1996). Uterus merupakan organ yang mengalami pelebaran oviduk ke kaudal (Radiopoetro, dkk. 1996).  Fertilisasi terjadi di oviduk bagian atas sebelum beberapa jam penambahan lapisan albumin, membran cangkang, dan cangkang (Hickman, et al., 2008).                        
C.     Pemilihan Pasangan Kawin
      Pemilihan pasangan kawin oleh betina dilakukan dengan melihat ornamen dan penampilan yang lebih disukai pada jantan (Gill, 2007).  Ornamen dan penampilan jantan menunjukkan kondisi superiornya (Gill, 2007).  Jantan dengan warna yang mencolok dan dapat survive di alam, menunjukkan tingkat stamina super dan kemampuan menghindar dari predator (Gill, 2007).  Aset ornamen plumage menunjukkan tingkat kesehatan penjantan yang secara umum menunjukkan resistensi terhadap patogen dan parasit (Gill, 2007).
      Secara umum burung merupakan monogami yang hanya tinggal dalam suatu wilayah teritori dengan satu pasang burung (Gill, 2007). Dalam pemilihan pasangan mating oleh betina diinisiasi dengan kompetisi antara  jantan dalam hal teritori breeding (Gill, 2007). Betina akan memilih jantan yang bermukim dengan  properti tertentu, seperti: ketersediaan makanan, kehadiran predator yang minim, kondisi lingkungan dan sebagainya (Gill, 2007).
D.    Sistem Mating
      Burung memiliki strategi-strategi untuk dapat melakukan mating dengan betina, walaupun betina telah memiliki pasangan yang tetap. Salah satu strateginya adalah dari ketika pejantan yang telah mating dengan betina menghilang, pejantan lain akan membunuh telur atau anak pejantan tersebut. Selanjutnya pejantan tersebut akan mengawini betina tersebut. Selain itu, ada burung muda yang dimanipulasi oleh burung dewasa sebagai pembantu. Pembantu sarang jantan dapat mating dengan ibu tirinya sedangkan pembantu betina dapat menitipkan telurnya sampai menetas.
      Groove-billed Anis, cuckoos besar hitam membentuk unit sosial yang terdiri dari 1-4 pasangan monogami yang akan bertelur dan mengerami dalam satu sarang.  Seluruh anggota member ini akan membantu menginkubasi dan memberi makan koloni anak burung sehingga mengurangi predasi saat nokturnal pada saat inkubasi serta meningkatkan survivalship.

E.     Sarang
      Secara umum burung membentuk sarang untuk mengasuh anaknya. Pembuatan sarang dilakukan untuk melindungi telur dan dirinya dari predator . selain itu sarang akan membuat mikroklimat yang cocok untuk inkubasi telur dan mengasuh anak. Secara umum burung memiliki nest secara soliter bersama dengan pasangannya dan 13% burung bersarang secara kolonial. Sarang yang dibuat burung berbeda tiap spesies. Pada burung dara, betina duduk dilokasi sarang dan mengumpulkan materi sarang didekatnya, sedangkan jantan mencari materi sarang dan memberikannya kebetina. Burung hantu menggunakan sarang bekas burung lain yang terletak di tebing atau tanah. 

F.      Inkubasi
      Inkubasi dilakukan bertujuan untuk memaksimalkan keberhasilan penetasan telur dengan mengontrol keadaan lingkungan agar stabil secara beberapa minggu. Inkubasi pada burung membutuhkan energi dan induk harus memiliki kamampuan untuk memberi makan diri mereka sendiri.  Hormon prolaktin akan memediasi perilaku inkubasi pada burung. Ketika salah satu induk lebih sering mengerami telur, induk tersebut akan memiliki hormon prolaktin relatif lebih tinggi (Gill, 2007). Pada burung, proses inkubasi dilakukan oleh betina sendiri berjumlah 17% famili dan jantan akan membawakan makanan. Proses inkubasi yang dilakukan oleh jantan sendiri adalah 6%
      Inkubasi pada burung dara dilakukan oleh jantan dan betina secara bergiliran. Pejantan mengerami dari pagi sampai siang sedangkan betina mengerami dari siang sampai pagi. Inkubasi pada burung hantu dilakukan oleh betina sedangkan jantan menyediakan makanan untuk betina dan anaknya. Pada burung  Cuckoos hanya diinkubasi secara internal sebelum diletakkan dan selanjutnya inkubasi dilakukan oleh spesies lain. Hal ini terjadi karena peletakkan telur burung ini di sarang burung spesies lain.
G.    Parental Care
      Dalam mengasuh anaknya burung memiliki beberapa strategi. Strategi brood parasitism dilakukan burung dengan meletakkan telur di sarang burung lain. Intraspesifik Brood parasitism dilakukan dengan meletakkan telur di sarang betina lain yang masih satu spesies, sedangkan obligatory Brood parasitism meletakkan telur di sarang spesies lainnya. Kooperatif breeding dilakukan dengan beberapa pembantu yang menjaga dan memberi makan anak di sarang. Male parental care, inkubasi dan proteksi burung muda dilakukan oleh jantan (Hutchins et al., 2002). Biparental care merupakan inkubasi dan memberi makan burung muda yang dilakukan oleh jantan dan betina secara bergiliran (Silver, 1983)
H.    Perkembangan Anak
      Telur mengandung nutrien penting yang akan digunakan untuk perkembangan embrio (Hutchins et al., 2002). Pertukaran gas dan air melewati cangkang, dan limbah dari embrio tersimpan di sac yang berkembang diluar embrio (Hutchins et al., 2002). Ketika inkubasi dimulai, perkembangannya berjalan cepat (Hutchins et al., 2002). Perkembangan cepat diinisiasi dengan panas yang berasal dari induknya atau dapat dari lingkungan (Hutchins et al., 2002). Beberapa hari kemudian embrio memiliki mata besar dan organ dasar (Hutchins et al., 2002). Dan ketika organ-organ tersebut berkembang yolk sac akan terabsorbsi dan embrio memenuhi cangkang (Hutchins et al., 2002). Setelah menetas, yolk akan benar-benar terabsorbsi semua dan embio akan menggerakkan paruh ke arah air sac serta memulai menghirup udara (Hutchins et al., 2002). Embrio menggunakan egg tooth pada ujung paruh untuk memecahkan dan membentuk  lingkaran di cangkang dan selanjutnya menetas (Hutchins et al., 2002). Fase perkembangan burung yang baru menetas sangat bervariasi. Precocial merupakan burung yang baru menetas yang dapat berlari atau berenang setelah plumage mereka kering (Hickman, et al., 2008).     
  Precocial muda dapat meninggalkan sarang setelah menetas tetapi masih diberi makan atau dilindungi dari predator oleh induknya (Hickman, et al., 2008). Altricial merupakan anak aves yang telanjang atau tak dapat melihat atau berjalan ketika menetas dan menetap di sarang untuk beberapa minggu atau lebih. Induk spesies altricial akan memberikan makanan kepada anakannya (Hickman, et al., 2008). Altricial dapat berkembang secara cepat (Hickman, et al., 2008). Telur spesies altricial relatif kecil dengan yolk minim suplai. Sedangkan menurut Gill (2007), kategori perkembangan aves yang baru menenetas terdapat pada tabel dibawah ini:


DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2015. Bird Life Cycle (Eastern Bluebird). http://www.exploringnature.org. Diakses pada 19 November 2015       pukul 10.50
Gill, F. B. 2007. Ornithology. 3th Ed. W. H. Freeman and Company. New York. p. 369, 398, 400, 401, 405, 447, 448, 468, 471
Hickman Jr, C. P., L. S. Roberts, S. L. Keen, A. Larson, H. I’Anson, and D. J. Eisenhour. 2008. Integrated Principles of Zoology. 14th Ed. McGraw-Hill. Boston. p. 604, 605
Hutchins, M., J. A. Jackson, W. J. Bock, and D. Olendorf. 2002. Grzimek’s Animal Life Encyclopedia, 2nd edition. Volumes 8, Birds I–IV  Farmington Hills, MI: Gale Group. New York. p. 30, 368.
Radiopoetro, Suharno, S. Djalal T., S. H. Suatoro, H. S. Djalal T., dan A. Muljo. 1996. Zoologi. Erlangga. Jakarta. Hal. 548-549

Silver, R. 1983. Biparental Care in Birds: Mechanisms Controlling Incubating Bout Duration. www.columbia.edu. Diakses  pada tanggal 25 Oktober 2015 pukul 8.31.

No comments:

Post a Comment