DISTRIBUSI DAN
KEMELIMPAHAN MAKROALGA
Latar
Belakang
Pantai Porok adalah salah
satu pantai pada sebelah selatan pulau jawa. Pantai Porok merupakan pantai yang
masuk wilayah Gunung Kidiul, DIY (8°08’02.73”S 110°33’17.47”T). Daerah
Gunung Kidul sendiri dikenal sebagai wilayah karst dengan pantai yang sering
ditemukan gua kapur dan pulau-pulau karang (Kusumawardhani, 2008). Daerah yang
demikian memungkinkan kehidupan algae
Alga merupakan organisme
yang dapat hidup di perairan dan daratan. Secara umum alga hidup di perairan,
baik perairan tawar maupun saline. Alga dapat hidup di zona intertidal dengan
melekat pada substrat atau melekar pada organisme lain. Alga yang hidup di
daerah intertidal dapat berupa alga merah, hijau dan coklat.
Zona intertidal merupakan
zona yang mengalami pasang-surut. Zona ini akan memiliki kadar salinitas yang
sangat bervariasi karena pasang-surut tersebut. Kadar salinitas yang bervariasi
akan direspon oleh alga makro maupun mikro sehingga organisme tersebut dapat bertahan
hidup. Pasang-surut akan memberikan niche yang banyak sehingga organisme
merespon dan menempatinya sesuai dengan kemampuan organisme tersebut.
I. Tinjauan Pustaka
Secara
umum makroalga dikelompokkan menjadi 3 kelompok berdasarkan pigmentasinya,
yaitu: Chlorophyta (algae hijau), Phaeophyta (algae coklat), dan Rhodophyta
(algae merah) (Haryatfrehni, et al., 2015).
Chlorophyta merupakan alga yang memiliki
pigmen dominan chl a dan chl b (Haryatfrehni, et al., 2015). Cadangan
makanan yang dibentuk berupa pati. Komponen dinding selnya berupa polisakarida
serta selulosa. Phaeophyta memiliki pigmen dominan chl a
dan pikobilin (Haryatfrehni, et al., 2015).
Pigmen fucoxanthin ini
yang memberikan warna coklat. Simpanan makanannya berupa laminarin. Dinding
selnya terdiri dari selulosa dengan asam alginic. Algae coklat secara umum
merupakan organisme laut termasuk rumput laut dan kelps. Holdfast pada algae
coklat berfungsi sebagai pelekat pada dasar laut. Stipe merupakan bagian algae
yang mirip batang. Blade pada algae coklat merupakan bagian tubuh yang mirip
dengan daun. Rhodophyta memiliki pigmen dominan dan fukosiantin dan
chl c (Haryatfrehni, et al., 2015). Talus dari algae merah berbentuk
filamen yang bercabang serta membentuk pola sulaman, dan memiliki holdfast yang
merupakan dasar dari talus. Algae merah tidak memiliki flagela dalam siklus
hidupnya sehingga bergantung pada arus air dalam penyatuan gamet saat
fertilisasi. Simpanan makanan dari algae merah disimpan dalam bentuk pati.
Komposisi dinding selnya berupa selulosa/pektin dengan banyak kalsium karbonat.
Pigmen yang berbeda pada ketiga alga tersebut
merupakan hasil adaptasi lingkungan yang dibutuhkan untuk menangkap cahaya
matahari pada kedalaman yang berbeda sehingga alga dapat melaksanakan
fotosintesis (Haryatfrehni, et al., 2015).
Menurut
penelitian Haryatfrehni, et al., (2015),
makroalgae yang ditemukan pada pantai Porok berupa: Ulva
fasciata, Chaetomorpha crassa, Enteromorpha
intestinalis, Gracilaria verrucosa, Acanthophora spicifera, dan
Laurencia cartilagine.
Distribusi dan kemelimpahan makroalgae
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Diaz (2008) dalam Setphani dkk.,
(2014) faktor yang mempengaruhi berupa: cahaya, karbondioksida, mineral
nutrien, susbtrat, suhu, salinitas, pergerakan air, dan interaksi biologis.
Daerah intertidal
merupakan daerah yang memiliki variasi lingkungan. Hal ini terjadi karena
lingkungan yang tergenang dan terbuka secara bergantian sehingga komunitas
hewan dan tumbuhan khas berkembang (Setphani dkk., 2014). Daerah
pasang-surut, sangat terpengaruh oleh paparan sinar matahari yang akan
mempengaruhi makroalga. Sinar matahari mempengaruhi alga dalam hal proses
fotosintesis (Nurmiyati, 2013)
Dari kedua hasil total
presen penutupan dan presen penutupan alga yang paling banyak adalah Chaetomorpha sp. Chaetomorpha sp. merupakan anggota dari Chlorophyta dan termasuk
alga epifit (Haryatfrehni, et al., 2015).
Menurut Haryatfrehni, et al., (2015)
alga ini dapat mengambil nutrien dari organisme lain. Morfologi Chaetomorpha sp. yang mirip benang kusut
membuatnya dapat hidup secara epifit pada makroalga lain juga pada
karang-karang mati (Setphani dkk., 2014).
bentuk talus dan cara hidup yang epifit pada Chaetomorpha sp. membuatnya mudah tumbuh karena dapat mengkaitkan
dirinya pada mikroalgae lain serta
didukung oleh suhu air yang hangat. Suhu air yang hangat ini terjadi karena
intensitas cahaya tinggi, dan hal tersebut mendukung fotosintesis. Susbtrat
dominan berupa batu mendukung perkembangan alga karena substrat ini mengandung
banyak oksigen, persediaan makan yang baik dan menyediakan tempat yang baik
untuk berlindung. Chaetomorpha sp. dimanfaatkan oleh petani rumput laut di da.erah
Kukup sampai Sundak (Kusumawardhani, 2008)
Gracillaria sp.
merupakan salah satu anggota Rhodophyta. Hasil total presen penutupan dan
presen penutupan alga yang paling rendah adalah Gracillaria sp. dapat terjadi karena Rhodophyta substratnya tidak
cocok. Rhodophyta dapat tumbuh dengan baik dan mendominasi ketika berada di
substrat karang mati serta kecepatan arus yang stabil (Setphani
dkk., 2014). Dengan demikian, kemelimpahan Gracillaria sp. rendah karena lokasi sampling berada di zona
intertidal yang merupakan zona pasang-surut. Gracillaria sp. hidup dengan melekat pada substrat batu, pasir,
lumpur dan sebagainya. Spesies ini hidup di daerah perairan tenang dan memiliki
toleransi tinggi terhadap kisaran salinitas yang besar. Selain itu, Gracillaria sp. menyukai tempat tinggal
dengan intensitas cahaya tinggi dan temperatur optimumnya 20-28° C. Dengan
temperatur optimalnya 20-28° C, sedangkan temperatur di lokasi 30-32°C Gracillaria sp. tidak dapat tumbuh
dengan baik, sehingga totap persen penutupannya paling rendah dari keseluruhan
makroalgae yang ditemukan. Selain faktor suhu, faktor salinitas yang
berubah-ubah mempengaruhi penutupannya. Gracillaria sp. termasuk stenohaline
yang merupakan organisme yang tidak tahan terhadap fluktuasi salinitas
tinggi (Amalia, 2013). Gracillaria sp.
juga dimanfaatkan oleh petani rumput laut (Kusumawardhani, 2008).
Divisi Chlorophyta memiliki penutupan lokasi paling
besar dari kedua divisi lainnya.
Pertumbuhan mikroorganisme dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti: sumber nutrien, sumber
karbon, dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan dapat berupa: oksigen
terlarut, suhu, pH, gerakan air, nitrat, fosfat, dan salinitas. Salinitas air
akan mempengaruhi tekanan osmosis sel alga, tekanan ion, dan perubahan rasio
ionik akibat permeabilitas membran; sedangkan pH mempengaruhi kinerja enzim dalam
metabolisme sel (Isnadiana dan Hermana, 2013). Gerakkan air mempengaruhi
pertumbuhan algae karena mempengaruhi ketersediaan makanan, pertumbuhan epifit
dan pengendapan. Faktor internal seperti jenis, bagian talus dan umur mempengaruhi
pertumbuhan rumput laut.
Beberapa spesies alga memiliki persen penutupan dan
total persen penutupan yang sedikit dapat dikarenakan diambil oleh warga di
daerah Pantai Porok. Di pantai ini, alga telah dimanfaatkan dan dijual sebagai
oleholeh kripik lumput laut. Salah satu spesies yang sering dimanfaatkan untuk
dijual adalah Enteromorpha sp.
spesies ini maupun spesies lain baik yang ditemukan maupun tidak dalam
praktikum ini memiliki persen penutupan rendah karena pemanen yang
terus-menerus tanpa mengenal berhenti dan tidak melihat musim yang baik.
Makroalgae yang memiliki nilai ekonomi adalah Gracilaria, Sargassum dan Gellidium yang merupakan bahan agar.
Pembuatan karagenan membutuhkan alga seperti Gigartina stellata, Eucheuma, Hypnea, Chondrococcus hornemannii,
Halymenia venusta, Laurencia papillosa, Sarconema filiforme, dan Endocladia,
Gelidium tertentu, Gymnogongrus, Rhodoglossum, Rissoella, Yatabella species
dan Rumput laut Merah lainnya. Rumput laut sebagai bahan makanan seperti: Porphyra tenera (nori), Laminaria sp., dan sebagainya (Suparmi
dan Sahri, 2009).
I.
Kesimpulan
Makroalgae
yang melimpah adalah Chaetomorpha sp. dan makroalgae banyak terdistribusi pada daerah bersusbtrat batu berpasir.
II.
Daftar
Pustaka
Amalia,
D. R. N. 2013. Efek Temperatur terhadapt
Pertumbuhan Gracilaria verrucosa (Skripsi).
Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Jember.
Campbell, N. A., J. B. Reece, L. A. Urry, M. L. Cain,
S. A. Wasserman, P. V. Minorsky, & R. B. Jackson. 2010. Biologi. Erlangga. Jakarta. Hal. 154
Haryatfrehni,
R., S. C. Dewi, A. Meilianda, S. Rahmawati, and I. Z. R. Sari. 2015.
Preliminary Study the Potency of Macroalgae in Yogyakarta: Extraction and
Analysis of Algal Pigments from Common Gunungkidul Seaweeds. Procedia Chemistry. 14(2015): 373-380.
Isnadina,
D. R. M. Dan J. Hermana. 2013. Pengaruh Konsentrasi Bahan Organik, Salinitas,
dan pH terhadapt Laju Pertumbuhan Alga. Seminar
Nasional Pascasarjana XIII-ITS.
Kusumawardhani,
A. D. 2008. Wilayah Intensitas Budidaya
Rumput Laut di Pantai Karts Kabupaten Gunung Kidul (Skripsi). Departemen
Geografi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
Depok.
Nurmiyati.
2013. Keragaman, Distribusi dan Nilai Penting Makro Alga
Di Pantai Sepanjang Gunung Kidul. Bioeduksi. 6(1):12-21.
Di Pantai Sepanjang Gunung Kidul. Bioeduksi. 6(1):12-21.
Postlethwait,
J. H. & J. L. Hopson. 2006. Modern
biology. Holt, Rinehart and Winston. New York. P. 511-513
Stephani,
W., G. W. Santosa, dan Sunaryo. 2014. Distribusi Makroalgae di Wilayah
Intertidal Pantai Krakal, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Journal of Marine Research. 3(4):633-641.
Suparmi
dan A. Sahri. 2009. Mengenal Potensi Rumput Laut: Kajian Pemanfaatan Sumber
Daya Rumput Laut dari Aspek Industri dan Kesehatan. Sultan Agung. XLIV (118): 95-116.
No comments:
Post a Comment