Sunday, February 25, 2018

KULTIVASI MIKROALGA

KULTIVASI MIKROALGA
Menurut Chisti (2008) dalam Kawaroe, dkk. (2009) Chlorella merupakan salah satu mikroalga yang sering diteliti dan dimanfaatkan. Chlorella dapat dimanfaatkan dari sebagai makanan sampai mendukung persediaann energi terbarui. Chlorella sendiri merupakan salah satu anggota Chlorophyeceae yang telah digunakan sebagai pakan.
Chlorella sp. sebagai mikroalga yang banyak digunakan dalam berbagai bidang, dalam sebuah penelitian maupun pemanfaatannya membutuhkan stok. Stok Chlorella dibuat dengan menggunakan berbagai medium. Medium pertumbuhan Chlorella yang digunakan dari medium Walne, Guillard’s dan Erdschrelber. Media yang digunakan dalam pertumbuhan Chlorella yang berbeda akan menghasilkan pertumbuhan yang berbeda pula.
Secara umum mikroalga menggunakan cahaya dan karbondioksida sebagai sumber energi dan sumber karbon (Ariyanti dan Handayani, Tanpa tahun). Pertumbuhan optimal mikroalga adalah pada suhu 15-30° C (Ariyanti dan Handayani, Tanpa tahun).  Media pertumbuhan harus memiliki kandungan nutrien anorganik yang akan berfungsi dalam pembentukkan sel seperti: nitrogen, fosfor dan besi (Ariyanti dan Handayani, Tanpa tahun).
Kultivasi merupakan salah satu proses bioteknologi mikroalga (Ariyanti dan Handayani, Tanpa tahun). Kultivasi bertujuan memenuhi kebutuhan stok biomassa mikro alga (Kawaroe, dkk. 2009).  Metode kultivasi mikroalga secara umum terdapat 2 metode, yaitu: open raceway pond dan closed photobioreactor (Ariyanti dan Handayani, Tanpa tahun). Sistem open pond memiliki kelemahan berupa kontaminasi, sedangkan photobioreactor memerlukan biaya yang banyak akan tetapi kontaminasi dan paramter pertumbuhan dapat diatur (Ariyanti dan Handayani, Tanpa tahun). Proses kultivasi melibatkan proses fotosintesis dan pertumbuhan (Kawaroe, dkk. 2009). Menurut Laves dan Sorgeloos (1996) dalam Kawaroe, dkk. (2009) proses kultivasi ini membutuhkan waktu penyinaran minimal 18 jam/hari agar kultur fitoplankton dapat berkembang normal dengan cahaya yang konstan (Kawaroe, dkk. 2009). 
Nutrien merupakan salah satu paramter penting dalam proses pertumbuhan mikro alga (Kawaroe, dkk. 2009). Menurut Healey (1973) dalam Kawaroe, dkk. (2009) defisiensi nutrien pada mikroalga berdampak pada penurunan protein, pigmen fotosintesis, kandungan lemak dan karbohidrat. Dalam proses kultivasi mikroalga, nutrien diberikan dalam konsentrasi berlebih dari pada yang tersedia di alam (Kawaroe, dkk. 2009).  Nutrien P dan N merupakan salah satu unsur makronutrien yang membatasi pertumbuhan mikroalga (Kawaroe, dkk. 2009).  
C. vulgaris merupakan anggota dari genus Chorella. Chorella telah banyak dikultur karena memiliki banyak potensi. Potensi Chorella sebagai, pakan, suplemen, penghasil farmasi dan kedokteran. Chorella memiliki protein, karbohidrat, asam lemak tak jenuh, vitamin, klorofil serta serat tinggi. Chorella ditemukan pada lingkungan akuatik dapat berupa saline maupun tawar. Reproduksinya juga cepat dan mampu berkembang menjadi 10.000 sel hanya dalam waktu 24 jam (Prihantini, dkk. 2005).
Kultivasi mikroalga penting karena sangat berkontribsi dalam transisi untuk lebih sustainable society atau biobased economy. Mikroalga tumbuh baik menggunakan karbon dioksida dari gas flue, sampah residu perusahaan-industri, dan cairan pencernaan (Wolkers, et al., 2011).
Pada kurva sigmoid terdapat fase lag, fase log dan fase steady state (Edwin  et al., 2005). Pada fase lag pertumbuhan berjalan lambat (Edwin  et al., 2005). Fase lag ini terjadipada hari ke 0-2. Chorella pada fase lag mengalami sintesis protein baru akan tetapi pembelahan sel belum terjadi sehingga kepadatan sel belum meningkat akibat mikroalga beradaptasi pada lingkungan barunya (Prabowo, 2009). Selain itu pada fase lag, terjadi sintesis enzim (Black, 2008). Fase log organisme telah beradapasi sehingga terjadi kenaikkan pertumbuhan secara cepat sehingga mikroalga mengalami peningkatan pembelahan sel (Black, 2008; Edwin  et al., 2005; Prabowo, 2009). Fase lag terjadi hari ke-3 sampai ke- 6 pada medium Walne dengan konsentrasi 3N; sednagkan pada konsentrasi 1N pada hari ke-4-5. Pada konsentrasi 1N seharusnya pada hari ke-3 telah memasukki fase log akan tetapi grafik menurun akibat  pengambilan sampel tidak digojog terlebih dahulu. Pengambilan sampel yang tidak digojog mengakibatkan sel Chorella yang berada dibawah tidak terambil serta konsentrasi sel tidak merata pada tabung. Pada hari ke-4 perlakuan konsentrasi 3N pun densitas sel menurun hal ini dapat terjadi karena pengambilan sampel yang terlupakan untuk digojog terlebih dahulu. Fase log merupakan fase yang paling baik untuk memanen mikroalga. Menurut Prabowo (2009) setelah fase log selanjutnya adalah fase penurunan laju pertumbuhan. Fase ini pertumbuhan yang terjadi menurun. Fase ini terjadi pada perlakuan konsentrasi 1N pada hari ke-6, sedangkan pada konsentrasi 3N terjadi pada hari ke 7.  Kemudian  fase steady state yang ditandai pertumbuhan telah menurun (Edwin  et al., 2005). Pada fase ini produksi sel baru sama dengan sel lama yang mati (Black, 2008). Fase kematian merupakan fase terakhir yang ditandai dengan laju kematian lebih tinggi dibandingkan dengan laju reproduksi sel. Penurunan kepadatan sel terjadi karena perubahan kondisi optimum seperti nutrien (Prabowo, 2009). Pada gambar 1.fase kematian belum dapat teramati dengan jelas. Masih terdapat pertumbuhan sel mikroalga walaupun sedikit. Fase kematian belum terjadi dapat karena nutrien dalam medium masih, sehingga mikroalga masih tumbuh.
Medium Walne yang digunakan sebagai media pertumbuhan Chorella memiliki komponen nutrien berupa NaNO3 100mg/L, Na2EDTA 45 mg/L, H3BO3 33,6 mg/L, NaH2PO4 mg/L, dan MnCl2 0,36 mg/L (Zahirm, 2011). Kandungan nitrogen dalam medium berfungsi sebagai bagian protein, asam nuklea, klorofil, koenzim, alkaloid dan ATP (Postlethwait & Hopson, 2006; Brooker et al., 2011). Fosfor ntuk pembentuk asam nukleat, ATP, fosfolipid dan koenzim (Postlethwait & Hopson, 2006). Kandungan nutrien P dan N inilah yang membatasi pertumbuhan mikroalga (Kawaroe, dkk. 2009). Mn dalam medium Walne diperlukan oleh untuk enzim dan kofaktor enzim (Postlethwait & Hopson, 2006;Brooker et al., 2011). Klor dibutuhkan untuk memecah air dalam proses fotosintesis (Postlethwait & Hopson, 2006).
Pertumbuhan Chorella dipengaruhi oleh faktor seperti: cahaya, CO2, H2O, nutrien dan trace element (Zahirm, 2011). Medium berpengaruh pada pertumbuhan karena salah satu perbedaan medium adalah kandungan nutriennya. Persediaan CO2 optimal akan memperlancar proses fotosintesis. Temperatur mempengaruhi metabolisme sel. Suhu yang tinggi akan mendenaturasi protein dan asam nukleat. Pertumbuhan yang paling baik adalah pada suhu 23-30°C. pH mempengaruhi pertumbuhan dengan cara mempengaruhi kinerja asam. pH yang baik untuk kulttur  7-8, karena itu EDTA penting dalam menstabilkan pH. 


daftar pustaka
Ariyanti, D. Dan N. A. Handayani. Tanpa Tahun. Mikroalga sebagai Sumber Biomassa Terbarukan: Teknik Kultivasi Pemanenan.  http://download.portalgaruda.org/article.php?article=21872&val=1275. Diakses pada 7 November 2016 pukul 17.36.
Black, J. B.  2008. Microbiology: Principles and Explorations. John Wiley and Sons. Hoboken, NJ. p. 149
Brooker, R. J., E. P. Widmaier, L. E. Graham, & P. D. Stiling. 2011. Biology. 2nd ed. McGraw-Hill. New York. p. 772
Edwin, R., T. Sekar, Sankar, and S. Munusamy. 2005. Botany Highter Secondary Second Year. Tamil Nadu Textbook Corporation. College Road, Chennai. P. 218
Kawaroe, M., T. Prartono, A. Sunuddin, D. W. Sari., dan D. Augustine. 2009. Laju Pertumbuhan Pesifik Chlorella sp. dan Dunaliella sp.
Berdasarkan Perbedaan Nutrien dan Fotoperiode. J. Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 16(1):73-77.
Postlethwait, J. H. & J. L. Hopson. 2006. Modern biology. Holt, Rinehart and Winston. New York.
Prabowo, D. N. 2009. Optimasi Pengembangan Media untuk Pertumbuhan Chlorella sp. Pada Skala Laboratorium. Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.  Bogor,
Prihanrini, N. B, B. Putri, dan R. Yuniati. 2005. Pertumbuhan Chlorella spp. dalam medium Ekstrak Tauge (Met) dengan Variasi pH Awal. Makara, Sains. 9 (1):1-6.
Wolkers, H., M. Barbosa, D. M. M. Kleinegris, R. Bosma, and R. H. Wijffels. 2011. Microalgae: the Green Gold of the Future. Wageningen UR. Wageningen. P. 7,
Zahir, F. N. 2011. Peningkatan Produksi Biomassa Chlorella vulgaris dengan Perlakuan Mikrofiltrasi pada Sirkulasi Aliran Medium Kultur sebagai Bahan Baku Biodiesel. Skripsi. Departement Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Depok.

No comments:

Post a Comment