Monday, September 28, 2015

Good Laboratory Practice

Good Laboratory Practice
                GLP menurut definisi OECD adalah sebuah  sistem mutu  yang menyangkut proses organisasi dan kondisi dalam kesehatan non-klinis dan lingkungan pada studi keselamatan yang direncanakan, dilakukan, dimonitor, dicatat, diarsipkan dan dilaporkan (World Health Organization, 2009). Tujuan dari GLP merupakan mendorong perkembangan dari kulitas tes data dan menyediakan alat untuk menjamin pendekatan untuk studi pengaturan laboratorium, termasuk tindakan, pelaporan dan pengarsipan (World Health Organization, 2009).
                Bekerja di laboratorium akan menjumpai bahaya berupa: fisik, kimiawi dan biologik. Bahaya fisik ada pada peralatan umum atau sekitarnya (Estridge et al., 2000). Alat elektrik, api, instrumen laboratorium, dan peralatan gelas dapat berbahaya ketika digunakan secara tidak hati-hati (Estridge et al., 2000). Peralatan elektrik harus mengikuti instruksi pabrik dan berdasrkan kode elektrikal (Estridge et al., 2000). Alat elektrik harus dalam keadaan mati saat baru mau digunakan (Estridge et al., 2000). Penggunaan api  dalam laboratorium seperti lampu bunsen harus hati-hati terhadap baju dan rambut agar tak terkena api (Estridge et al., 2000). Bahan-bahan yang mudah terbakar harus diletakkan pada lemari tahan api (Estridge et al., 2000).
                Bahan kimiawi berbahaya dapat karena memiliki sifat seperti toksik, korosif,karsinogenik, mutagenik, dan mudah terbakar (Estridge et al., 2000). Bahan kimia harus diberi label informasi bahaya. Pabrik bahan kimia kini menyediakan label  informasi bahaya pada kontainer dan memberikan Matery Safety Data Sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang berpotensi berbahaya.
                Health Hazard merupakan bahan yang bersifat: toksisitas akut,korosif pada kulit/ iritasi, iritasi mata atau kerusakan mata secara serius, sensisitas kulit atau pernapasan, penyakit sel mutagenik, karsinogenik, toksisitas reproduksi, spesifik organ, dan bahaya aspirasi (United Nations, 2011).  . toksisitas akut masuk melalui oral atau dermal dengan satu dosis substrat  atau beberapa dosis yang diberikan 24 jam atau 4 jam terpapar dengan pernapasan. Iritasi atau korosif merupakan terjadinya kerusakan irreversible yang terjadi pada kulit pada lapisan epidermis dan dermis. Iritasi mata dapat terjadi akibat perubahan mata karena terjadi penggunaan substansi test mengenai lapisan anterior mata yang dapat kembali setelah 21 hari, sedangkan kerusakan mata secara serius tidak dapat sembuh dengan waktu 21 hari. Sensisitas kulit terjadi karena substansi menyebabkan reaksi alergi yang terjadi akibat kontak kulit. Sensisitas pernapasan menghirup substansi. bahaya pada lingkungan dapat terjadi karena bahan dapat merusak: lingkungan aquatik dan  lapisan ozon (United Nations, 2011).
                MSDS (material safety data sheet) merupakan dokumen yang berisi properti produk secara fisik dan kimiawi serta potensi bahayanya, yang berisi menangangan dengan aman dan penggunaannya (Nelson and Grubbs, 2000)
Sumber:
Estridge, B. H., A. P. Reynolds, and N. J. Walter. 2000. Basic Medical Laboratory Techniques. 4th Ed. Delmar. New York. P. 38,39(Estridge et al., 2000) United Nations. 2011. Globally Harmonized System of Classification and Labelling of Chemicals (GHS). United Nations. New York. p. 109, 121, 133, 145, 155, 163, 173, 197, 207. 215, dan 241.
 Nelson, S. M. And J. R. Grubbss. 2000. Hazard Communication Made Easy: A Checklist Approach to OSHA Compliance.  Goverment Institutes.
World Health Organization. 2009. Hand Book Good Laboratory Practice (GLP) Quality Practice for Regulated non-Clinical Research and Development. 2nd ed. Switzerland. P. 21. (World Health Organization, 2009)


Hewan coba

Hewan coba
          Hewan coba merupakan hewan yang digunakan dalam penelitian biologi dan biomedis yang dipilih dengan memenuhi syarat atau standar pada penelitian (Ridwan, 2013). Hewan coba yang digunakan harus sehat dan berkualitas yang sesuai dengan penelitian yang dilaksanakan (Ridwan, 2013). Hewan kecil yang digunakan dalam penelitian biasanya memiliki karakteristik yang relatif mirip dengan manusia. Hewan lainnya digunakan sebagai hewan coba karena memiliki kesamaan aspek fisiologis metbolit manusia (Ridwan, 2013).
          Animal welfare merupakan profil etika yang melibatkan hewan dibawah  pengawasan dan manajemen kita (Lawrence and Stott, 2009). Dalam penelitian dengan hewan coba diterapkan konsep 3R berupa: replacement, reduction, dan refinement (Ridwan, 2013).  Replacement berupa penggunaan hewan percobaan harus diperhitungan dengan teliti, baik dari pengalaman terdahulu ataupun literatur yang memaparkan informasi penelitian dan tidak bisa menggunakan makhluk hidup lain berupa sel atau jaringan  (Ridwan, 2013). Replacement terdiri dari relatif (mengganti hewan percobaan dengan organ atau jaringan) dan absolut (mengganti hewan coba dengan kultur sel, jaringan ataupun program komputer (Ridwan, 2013).  Reduction merupakan menggunaan hewan coba dengan jumlah yang sedikit mungkin untuk mencapai hasil optimal (Ridwan, 2013). Refinement merupakan perlakuan hewan coba semanusiawi mungkin dengan cara memelihara dengan baik, tak menyakitinya serta meminimal mungkin perlakuan yang menyakitkan sehingga kesejahteraan hewan coba terpelihara sampai penelitian berakhir (Ridwan, 2013). Selain itu, hewan yang kita gunakan untuk keperluan saintis membutuhkan: bebas dari haus, lapar dan malnutrisi; merasa nyaman dan memiliki tempat berlindung; pencegahan atau diagnosis tindakan secara cepat dalam hal kesakitan, penyakit, terkena parasit; bebas dari stress; serta dapat mengekspresikan perilaku normal (Hau and Van Hoosier, 2003).
          Jenis hewan coba yang digunakan minimal berupa hewan pengerat dan bukan hewan pengerat. Secara umum yang digunakan berupa tikus dan anjing, jantan dan betina, sehat dan dewasa. Tikus yang digunakan berumur 5-6 mingggu sedangkan anjing berumur 4-6 bulan (Harmita dan Radji, 2006)

Sumber:
Harmita dan M. Radji. 2006. Buku Ajar Analisis Hayati. Ed. 3. EGC. Jakarta. P. 58.
Hau, J. And G. L. Van Hoosier, Jr. 2003. Handbook of Laboratory Animal Science. 2nd Ed. CRC Press. New York. p. 58
Lawrence, A. B. And A. W. Stott. 2009. Profiting from Animal Welfare: an Animal-Based Perspective. The Oxford Farming Conference 2009. Oxford. P. 1

Ridwan, E. 2013 Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian Kesehatan. J Indon Med Assoc. 63 (3): 112-116. (Ridwan, 2013)

Friday, September 18, 2015

Teknik dasar mikroobiologi

PERHATIAN DILARANG COPY-PASTE TANPA EDITING!!!

SAYA MEMBUAT INI UNTUK REFERENSI BUKAN SEBAGAI MASTER LAPORAN!
Teknik dasar mikroobiologi
                Teknik aseptik merupakan teknik dengan prosedur spesifik yang digunakan untuk mencegah mikrooganisme yang tak diinginkan agar spesimen tak mengalami kontaminasi (Willey et al., 2008). Sterilisasi merupakan prosedur yang digunakan untuk menghilangkan atau membunuh seluruh mikroorganisme di material atau diobjek (Black, 2008). Steril merupakan keadaan dimana tidak ada oganisme yang hidup dimaterial (Black, 2008).
            Medium merupakan pengolahan yang dibuat secara khusus untuk pertumbuhan, penyimpanan atau tranport mikrooganisme atautipe sel lainnya. Medium digunakan untuk kultur, perbanyakan atau identifikasi mikroorganisme. identifikasi ini dilakukan dengan melihat karakteristik pertumbuhan di media yang partikular.

Sumber:
Black, J. B.  2008. Microbiology: Principles and Explorations. John Wiley and Sons. Hoboken, NJ. p. 343, 342
Singleton, P. And D. Sainsbury. 2006. Mikrobiology and Molecular Biology. 3th Ed. John Wiley and Sons. West Sussex. P. 463
Willey, J. M., L. M. Sherwood, and C. J. Woolverton. 2008. Prescott, Harley, and Klein’s Microbiology. McGraw Hill. Boston. p. 861

Penangan Hewan Coba

PERHATIAN DILARANG COPY-PASTE TANPA EDITING!!!
SAYA MEMBUAT INI UNTUK REFERENSI BUKAN SEBAGAI MASTER LAPORAN!
Penangan Hewan Coba
a.       Housing
Desain, kontruksi dan pemeliharaan hewan coba pada fasilitas penelitian  berperan penting dalam tipe dan kualitas pemeliharaan pada laboratorium hewan (Suckow et al., 2006). Ruang pemeliharaan tikus dilokasi secara strukutural sehat, tahan vermin serta kuat terhadap rodenta (Suckow et al., 2006). Hewan coba harus terpisah dari kantor, laboratorium dan area yang sering ada manusia (Suckow et al., 2006). Fasilitas dalam housing harus memiliki kontrol yang baik terhadap parameter lingkungan dan memiliki kelebihan berupa essensial sistem mekanik (Suckow et al., 2006).
b.      Bedding
Bedding atau Subtrate Change yang telah kotor harus dipindahkan dan diganti dengan material baru untuk menjaga hewan coba bersih dan kering serta terhindar dari polutan (National Research Council, 2011). Frekuensi penggantian beddingbergantung pada spesies, jumlah, dan ukuran dari hewan; tipe dan ukuran kandang;suhu makro dan mikrolingkungan; kelembaban udara, ventilasi langsung kandang; pengeluaran urine dan feses; penampakkan dan kelembaban bedding; dan kondisi penelitian (National Research Council, 2011)
c.       Marking
Pada tikus, pewarnaan dengan membuat pewarnaan cincin pada ekor akan tertutupi dalam beberapa hari (Hau and Van Hoosier, 2003).  Mencukur rambut sebagian juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi sementra. Tato  dapat dilakukan secara permanen pada kulit seperti telinga dan  ekor (Hau and Van Hoosier, 2003).

d.      Rute administrasi zat uji
Rute administrasi zat uji dapat melalui oral, intravenous, intraperitoneal, subcutaneous, pompa osmotik dan intramuskular. Substansi yang dimasukkan kedalam oral digunakan untuk menguji keamanan komponen baru obat dan studi lainnya. Injeksi intravenous dilakukan untuk mengetest materi yang secara umumnya toksikologi dan sebagai basik pembelajaran sains. Injeksi intraperitoneal digunakan ketika rute lainnya tidak cocok (Suckow et al., 2006). Injeksi subcutaneous dilakukan untuk materi test dan mudah dilaksanakan. Pompa osmotik digunakan dengan penggunaan jangka panjang yang berkelanjutan dan mengirimkan substansi oleh subcutaneous atau rute intraperitoneal Suckow et al., 2006).

e.      Koleksi darah
Sample darah diambil dengan menganestesi dahulu. Daerah yang diambil darahnya adalah venipuncture (jugular vein, vein di ekor, saphenous vein, aorta abdominal atau vena cava pada necropsy), cardiac puncture atau paraorbital sinus puncture (Suckow et al., 2006).
f.        Cara memegang
Handling hewan secara benar dan menahan tikus pada laboratorium dapat memngurangi stress yang tak diinginkan dan variasi (Suckow et al., 2006). Tikus menjadi relatif lebih jinak dan memiliki kecenderungan stress yang rendah (Suckow et al., 2006).  Ketika memegang tikus, tangan harus dilindungi gloves untuk meminimalisir pemaparan terhadap agen berbahaya, urin dan agen alergi lainnya (Suckow et al., 2006). Hewan dipegang pada thoraks denganibu jari, jari kedua digunakan untuk mengkontrol mandibula agar tak mengigit dan jari telunjuk memegang perut (Suckow et al., 2006).
g.       Anestesi
Anestesi merupakan kehilangan kesadaran yang didapat dengan penggunaan anestitik pada formasi retikular (Tate,2012). Pemilihan agen anestetik dan metode yang digunakan memperhartikan adminitrasi, tujuan penelitian, akomodasi personal yang ada, peralatan serta keuangan (Suckow et al., 2006). Metode inhalasing sering digunakan karena karakteristiknya yang cepat onset dan pemulihannya dari anestesia serta relatif sederhana penggunaan alatnya (Suckow et al., 2006)
Sumber:
Hau, J. And G. L. Van Hoosier, Jr. 2003. Handbook of Laboratory Animal Science. 2nd Ed. CRC Press. New York. p. 369
National Research Council. 2011.Guide for the Care and Use of Laboratory Animals. 8th Ed. National Academy of Sciences. Washington, DC.p. 70
Suckow, M. A., S. H. Weisbroth, and C. L. Franklin. 2006. The Laboratory Rat. 2nd Ed. Elsevier. London.p. 129, 305, 589, 608, 610, 612, 628 (Suckow et al., 2006)
Tate, S. 2012. Seeley’s Principles of Anatomy and Physiology. 2nd Ed. McGraww Hill. New York. p. 350


KETERKAITAN ILMU KIMIA DENGAN ILMU BIOLOGI

TUGAS KIMIA DASAR
KETERKAITAN ILMU KIMIA DENGAN ILMU BIOLOGI






NAMA            : PUSPITA.
NIM                : 12/3391xx/BI/8x94





UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS BIOLOGI




Keterkaitan Ilmu Kimia dengan ilmu Biologi
            Kimia merupakan ilmu yang mempelajari struktur,komposisi,perubahan yang menyertainya dan perubahan suatu  materi tersebut. Kimia tidak berdiri sendiri sebagai ilmu, akan tetapi terkait dengan ilmu lain.
            Kimia memiliki keterkaitan dengan ilmu biologi. Keterkaitan tersebut karena ilmu biologi menggunakan konsep, hukum dan teori serta menerapkan ilmu kimia untuk menjelaskan fenomena yang terjadi pada organisme makhluk hidup.
            Ilmu kimia sebagai contoh digunakan untuk menjelaskan fenomena kebun setan di Amazon.  Kebun setan tersebut hampir di dominansi oleh tumbuhan Duroia hirsuta. Ternyata dalam kebun tersebut, semut mencegah tumbuhan lain tumbuh dengan menyuntikkan zat kimia beracun berupa asam format. Asam format digunakan oleh semut untuk melindungi diri dari mikrobia parasit.

Daftar pustaka

Campbell,N. A.,J. B. Reece,L. A. Urry.,M. L. Cain,S. A. Wasserman,P. V. Minorsky,and R. B. Jackson. 2010. Biologi. 8 ed. Erlangga. Jakarta.