Tuesday, November 24, 2015

Sistem Reproduksi Jantan

Sistem Reproduksi Jantan
Spermatogenesis merupakan proses pembuatan sel sperma (Tortora and Derrickson, 2012).
Sistem reproduksi jantan terdiri atas testis, duktus-duktus, kelenjar tambahan, dan struktur penyokong (Tate,2012). Duktus-duktus pada jantan terdiri atas epididimis, duktus deferentia/vas deferens dan urethra (Tate,2012). Kelenjar tambahan terdiri atas seminal vesicles, kelenjar prostat dan kelenjar bulbourethral. Struktur tambahan terdiri atas skrotum dan penis, yang disebut juga sebagai organ luar kelamin jantan (Tate,2012). Organ internal sendiri terdiri atas testis, epididimis, duktus dan kelenjar (Tate,2012).
Testis merupakan sepasang kelenjar berbentuk oval yang terletak di skrotum (Tortora and Derrickson, 2012). Testis diselubungi oleh jaringan ikat yang membentuk kapsul luar yang disebut sebagai tunika albuginea (Tate,2012). Perluasan tunika albuginea membentuk septa tak utuh yang membagi testis menjadi 300-400 lobules (Tate,2012). Tubulus seminiferous tube yang tergulung berlokasi di lobules dan tempat produksi sperma  (Tate,2012).   Sel Leydig atau sel interstitial merupakan klaster sel dengan jaringan ikat halus yang dikelilingi oleh tubules dan memproduksi testosterone (Tate,2012).
Epididimis merupakan organ berbentuk tanda koma yang panjang dari pinggir posterior tiap testis, dengan fungsi pematangan sperma (Tortora and Derrickson, 2012). Duktus deferens menurun sepanjang pinggir posterior epididimis di spermatic cord dan memasuki pelvic cavity, yang berfungsi untuk mengangkut sperma ketika mendapat rangasangan seksual dan menyimpan sperma (Tortora and Derrickson, 2012). Urethra merupakan pemanjangan dari kantung kemih dari distal dan berakhir di penis (Tate,2012). Urethra terbagi menjadi 3 bagian berupa prostatic urethra, membranous urethra dan penile urethra, fungsinya untuk tempat keluarnya urine dan cairan reproduksi jantan (Tate,2012).
Seminal vesicles merupakan kelenjar berbentuk sac berlokasi dekat dengan ampula duktus deferens (Tate,2012). Kelenjar ini memproduksi alkaline, cairan kental mengandung fruktosa, prostaglandins dan protein kental yang berfungsi untuk meningkatkan kemampuan fertilisasi jantan (Tortora and Derrickson, 2012).
kelenjar prostat merupakan kelenjar berbentuk donat (Tortora and Derrickson, 2012). Prostat memproduksi asam citric, enzim proteolitik,  dan seminalplasmin
         kelenjar bulbourethral memproduksi cairan alkaline ke dalam urethra untuk melindungi pergerakan sperma, mensekresi mucus (Tortora and Derrickson, 2012).
         skrotum mengandung kulit kendur dan dibawah lapisan subcutaneous yang menggantung dari posisi penempelan penis (Tortora and Derrickson, 2012).
         Penis adalah organ kopulasi yang mentransfer sel sperma ke betina (Tortora and Derrickson, 2012).
         Sperma memiliki bagian penting berupa kepala dan ekor. Kepala flat memiliki nukleus dengan 23 kromosom. Kepala sperma dilapisi akrosome yang berisi enzim untuk membantu fertilisasi. Ekor sperma terbagi menjadi 4 bagian: leher mengandung sentriol; bagian tengah mengandung mitokondria penghasil energi; bagian utama dan bagian akhir.
         Menurut Butler,2012 pengamatan sperma dilakukan dengan bagian sel sperma ditempatkan pada mikroskop slide dan difiksasi dengan panas. Sel yang tak bergerak akan terwarnai dengan ‘Christmas Tree’ yang memiliki komposisi berupa alumunium sulfat, nuclear fast red, asam pikrik dan indigo carmine. Selanjutnya sel diamati dengan mikroskop cahaya. Kepala anterior sperma akan berwarna merah atau pink, kepala posterior berwarna  merah gelap, spermatozoa biru, dan ekor akan berwarna kuning kehijauan.
         Menurut Garner dan Hafez (1985) dalam Johari dkk. (2009)  kualitas semen akan dipengaruhi oleh genetik, bangsa, dan pakan.
Sumber:
Amarudin. 2012. Pengaruh Merokok terhadap Kualitas Sperma pada Pria dengan Masalah Infertilitas Studi Kasus Kontrol di Jakarta Tahun 2011. Tesis. Universitas Indonesia. Depok. Hal. 9
Butler, J. M. 2012. Adcanced Topics in Forensic DNA Typing: Methodology: Methodology. Academic Press. London. P. 14
Johari, S., Ondho YS., S. Wuwuh, Henry YB, dan Ratnaningrum. 2009. Karakteristik dan Kualitas Semen Berbagai Galur Ayam Kedu. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Semarang.
Tate, S. 2012. Seeley’s Principles of Anatomy and Physiology. 2nd Ed. McGraww Hill. New York.  p. 773, 774, 776, 777, 779
Tortora, G. J. And B. Derrickson. 2012. Principles of anatomy and physiology. John Wiley and Sons. Hoboken. P. 1130, 1131, 1136, 1138, 1140, 1141


Wednesday, November 18, 2015

Sistem Reproduksi Betina

Sistem Reproduksi Betina
                Oogenesis merupakan perkembangan oosit yang dimulai saat fetus (Tate,2012). Saat perkembangan empat bulan, ovari mengandung 5 juta oogonia yang merupakan sel perkembangan dari oosit (Tate,2012).
            Ovari merupakan organ kecil yang tergantung dari dinding tubuh dorsal pada ligamen mesoovarium dan terletak didekat ginjal (Fox et al., 2007). Ovari memiliki jaringan berupa inner medulla dan outer korteks (Shier et al., 2007). Komposisi medulla berupa pembuluh darah, pembuluh limfa dan serabut syaraf (Shier et al., 2007). Sedangkan korteks mengandung jaringan kompaks dan folikel ovarian (Shier et al., 2007). Oviduk merupakan pipa yang tergulung-gulung dari dinding tubuh dorsal pada ligamen mesotubarium yang menghubungkan ruangan periovarian antara ovari dengan bursa bersama uterus (Fox et al., 2007). Oviduk inilah yang menerima oosit dari ovari (Tate,2012). Uterus tikus berupa dupleks dengan 2 uterin seperti tanduk panjang dan tubuh pendek, atau corpus sehingga kenampakkannya seperti huruf ‘Y’  (Fox et al., 2007). Dinding uterus terdapat 3 lapisan beupa: endometrium, miometrim dan perimetrim (Shier et al., 2007). Serviks merupakan saluran lanjutan korpus pada urus (Fox et al., 2007). Vagina merupakan perluasan dari serviks ke bukaan vagina (Fox et al., 2007). Vagina memiliki 3 lapisan berupa mukosal layer, muskular layer dan fibrous layer (Shier et al., 2007). Organ eksternal betina terdiri atas labia majora, labia minora, clitoris dan kelenjar vestibular.
            Fase estus terdiri atas endokrin, tingkah laku dan peristiwa fisiologis yang muncul setiap 4-6 hari dalam kehidupan reproduksi kecuali terjadi kehamilan, pseudopregnancy atau anestrus (Fox et al., 2007). Siklus estrus terbagi menjadi 4 fase: proestrus, estrus, metaestrus dan diestrus (Wicaksono dkk., 2013).
1.      Proestrus dimulai ketika fase anabolik pada siklus dan dilihat pada perkembangan folikel antral di ovari  dan menaikkan konsentrasi esterogen. Kenaikkan ini menstimulasi pembelahan sel di uterus dan vagina serta terdapat akumulasi cairan di oviduk dan uterus. Pada fase ini vagina terbuka lebar dan jaringan berwarna pink-kemerahan dan lembab. Terdapat lipatan longitudional yang dapat dilihat pada bibir dorsal dan ventral.
2.      Estrus merupakan fase dimana betina menerima jantan akibat dari konsentrasi esterogen naik dan berdampak pada perilaku.  Fase estrus ini terjadi proses ovulasi setelah 12 jam lonjakkan LH.  Di uterus dan oviduk terjadi aktifasi pertumbuhan dan akumulasi cairan berlanjut dengan akumulasi cairan di ampulla terlihat jelas. Epitelium di vagina telah mencapai ketebalan maksimalan dan vulva membengkak serta memiliki kenampakkan lebih merah. Vagina menjadi kurang lembab
3.      Metestrus berupa fase katabolik dengan pengurangan konsentrasi esterogen dan LH serta ovulasi. Korpus lutea terbentuk dan atresia tersebar sepanjang folikel. Pertumbuhan di uterus berakhir dan epitelum menunjukkan sinyal degenerasi. Pada vagina lembaran sel epipetal slough off dan leukosit hadir. Metestrus terbagi menjadi 1 dan 2. Metestrus 1 atau awal jaringan vagina pucat dan kering, bibir dorsal tidak sebagai edematous di estrus. Metestrus akhir/ 2 bibir lebih edematous dan surut serta terdapat debris sel putih serta terdapat neutrofil.
4.      Diestrus berupa fase pasif dengan konsentrasi esterogen tetap rendah dan tak adanya proses mating. Korpus lutea tak aktif serta progesteron terproduksi sedikit. Vagina terbuka kecil dan jaringan berwarna ungu dan sangat lembab. Vulva pucat, kering dan tertutup. Terjadi pertumbuhan folikel secara cepat yang berkembang di uterus dan vagina.
            Panjang-pendeknya fase estrus terpengaruhi oleh genetika, handling stress, posisi intrauterine, makanan, menyusui, produksi susu, kondisi tubuh, dan sosial komunikasi seperti feromon (Fox et al., 2007; Wicaksono dkk., 2013).
                Siklus estrus dapat dideteksi dengan melihat morfologi sel dengan vaginal smear (Suckow et al., 2006). Deteksi siklus estrus dapat menggunakan impedence meter untuk mendeteksi resistensi elektikal pada membran mukosa vagina dengan memasukkan electical probe di vagina (Suckow et al., 2006).
Sumber:
Fox, J. G., S. W. Barthold, M. T. Davisson, C. E. Newcomer, F. W. Quimby, and A. L. Smith. 2007.  The Mouse in Biomedical Research. 2nd Ed. Vol III. Academic Press. Tokyo. P. 97, 98, 99, 101 (Fox et al., 2007)
Shier, D., J. Butler, and R. Lewis. 2007. Hole’s Human Anatomy and Physiology. McGraww Hill. New York. p. 847, 855, (Shier et al., 2007)
Suckow, M. A., S. H. Weisbroth, and C. L. Franklin. 2006. The Laboratory Rat. 2nd Ed. Elsevier. London. P. 149, 150
Tate, S. 2012. Seeley’s Principles of Anatomy and Physiology. 2nd Ed. McGraww Hill. New York. p. 785, 787, 790 (Tate,2012)
Wicaksono, A. W., I. G. B. Trilaksana, dan D. N. D. I. Laksmi. 2013. Pemberian Ekstrak Daun Kemanggi (Ocimum basilicum) terhadap Lama Siklus Estrus pada Mencit.  Indonesia Medicus Veterinus. 2 (4): 369-374.


Sunday, November 15, 2015

Spodoptera litura


Spodoptera litura
ISI
A.    Klasifikasi
            Klasifikasi ulat grayak sebagai berikut ini:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Sub Kelas : Pterygota
Ordo : Lepidoptera
Sub Ordo : Prenatae
Famili : Noctuidae
Genus : Spodoptera
Spesies : Spodoptera litura Fabricius (Lestari, dkk. 2013)



B.    Morfologi
         Telur mememiliki bentuk flat dengan 40 longitudional rib; berdiamater 0,4-0,7 mm (Sullivan, 2014). Telur ini berwarna seperti mutiara hijau yang akan berubah menjadi hitam (Sullivan, 2014). Telur dikeluarkan dan diletakkan berkumpulan dengan dilapisi lapisan seperti rambut yang berasal dari tubuh betina yang berwarna pucat orange sampai kecoklatan atau dapat juga berwarna pink (Sullivan, 2014).
           Larva yang baru menetas memiliki ukuran yang kecil dengan warna hijau agak kehitaman dengan band hitam pada segmen abdominal pertama (Sullivan, 2014). Larva yang telah berkembang menjadi gempal dan halus dengan setae pendek yang tersebar (Sullivan, 2014). Kepalanya berwarna hitam dengan tubercules hitam menonjol yang setiap segmen memiliki rambut panjang (Sullivan, 2014). Warna individu yang telah berkembang tidak konstan dengan variasi hitam keabu-abuan sampai hitam kecoklatan atau dapat juga hitam dengan tanda kuning pada dorsal dan lateral strip yang luasnya berbeda (Sullivan, 2014). Lateral strip kuningnya berada di perbatasan dengan tanda hitam seri semilunar (Sullivan, 2014). Larva dewasa memiliki panjang 40-50 mm (Sullivan, 2014). Terdapat spot hitam besar yang berada pada segmen adbominal pertama dan kedelapan (Sullivan, 2014). Pupa Spodoptera litura memiliki warna coklat dengan case seperti tanah dan terletak di tanah (Sullivan, 2014). pupa ini memiliki panjang 18-22 mm dengan segmen abdominal terminates terakhir memiliki 2 pengait (Sullivan, 2014).
          Individu dewasa memiliki warna putih sampai kekuningan yang tertutupi dengan merah pucat (Sullivan, 2014).  Forewings berwarna coklat gelap dengan bayang garis yang lebih terang dan strip (Sullivan, 2014). Hind wing keputihan dengan kilau violet, pinggirannya berwarna coklat kegelapan dan venasi coklat (Sullivan, 2014). Thoraks dan abdomen berwarna orange sampai coklat muda dengan tuft seperti rambut pada permukaan dorsal (Sullivan, 2014). Kepala tanpa tuft berwarna putih dan kulit berwarna coklat gelap (Sullivan, 2014). Ukuran tubuh dapat menjapai 14-18 mm, dengan rentangan sayap 28-38  mm (Sullivan, 2014). Ngengat Spodoptera litura akan terbang 5 km pada malam hari dan memiliki umur yang pendek.Reproduksi dan Siklus Hidup
                         Betina Spodoptera litura dapat menghasilkan 1000-2000 butir (Lestari, dkk. 2013). Telur akan diletakkan di permukaan daun secara berkelompok yang terdiri atas ±350 butir (Lestari, dkk. 2013). Telur-telur ini akan tertutup bulu yang berasal dari bulu bagian ujung imago betina dan akan tampak seperti beludru (Lestari, dkk. 2013). Ketika kondisi hangat telur dapat menetas 4 hari, sedangkan di musim dingin akan menetas setelah 11-12 hari (Lestari, dkk. 2013).
                        Spodoptera litura  memiliki 5 periode instar dengan: instar 1 berumur 2-3 hari, instar 2 berumur 2-4 hari, instar 3 dengan 2-5 hari, instar 4 berumur 2-6 hari dan instar 5 4-7 hari (Lestari, dkk. 2013; Sullivan, 2014). Instar 1 memiliki warna tubuh hijau bening dengan panjang 2-2,74 mm dengan ada bulu halus dan kepala hitam selanjutnya lebarnya 0,2-0,3 mm. Instar 2 berwarna hijau dengan panjang 3,75-10 mm terdapat garis putih memanjang dari dorsal sampai ujung abdomen. Ruas abdomen pertama mempunyai garis hitam melingkar. Instar 3 mempunyai panjang 8-15mm dengan lebar kepala 0,5-0,6 mm. Terdapat garis zig-zag warna putih di abdomen dan terdapat bulatan hitam sepanjang tubuh. Instar 4 mempunyai panjang 13-20 mm dengan warna bervariasi dari hitam, hijau keputihan, hijau kekuningan hijau keunguan. Selain itu instar 4 memiliki warna yang lebih gelap di bagian dorsal dan memiliki jalur hitam dibagian lateral. Bagian instar kelima larva berubah warna menjadi abu-abu dan terdapat garis kuning turun ke tiap bagian punggung dan menjadi besar. Instar keenam memiliki ciripanjang 30-33 mm berwarna hijau sampai merah jambu
                        Pupa berwarna coklat-kemerahan dengan panjang 12,5-17,5 mm dengan lama 8-10 hari. Imago memiliki sayap depan warna coklat atau keperakan sedangkan sayap belakang wrna keputihan dengan noda hitam..    
B.    Peran
                         Ulat grayak termasuk serangga hama yang bersifat polifag. Polifag merupakan hama dengan kisaran hama luas, seperti: sayuran, buah, kedelai, kacang tanah, ubi jalar, kentang dan perkebunan (Lestari, dkk. 2013). Spodoptera litura berperan sebagai hama tumbuhan ketika berada padafase ulat. Ulat ini akan memakan daun-daun tanaman inang (Lestari, dkk. 2013). Serangga ini dapat menyerang tanaman inang pada fase vegetatif berupa tumbuhan muda dengan menyisakan tulang daun (Lestari, dkk. 2013). Sedangkan penyerangan saat fase generatif akan berimbas pada polong-polong muda (Lestari, dkk. 2013).
                        Ulat grayak keluar saat malam hari dan bersembunyi saat siang hari (Prabowo, 2012). Penyerangan pada tanaman inang dilakukan secara berkelompok karena peletakkan telurnya juga berkelompok (Prabowo, 2012). Selanjutnya pada perkembangan instar ketiga ulat grayak akan menyebar (Prabowo, 2012). Ulat grayak berinstar 1-2 akan memakan lapisan epidermis daun dan ketika telah mencapai instar 3 akan memakan semua bagian daun kecuali tulang daun (Prabowo, 2012).
C.    Pengendalian
            Ulat Spodoptera litura dikendalikan dengan insektisida kimia berupa golongan methyl parathion, chlorpreiphos, phosalone, endosulfan, deltamethrin dan alpha methrin (Prabowo, 2012). Akan tetapi penggunaan insektisida ini akan berdampak pada kematian pada musuh alami, pencemaran lingkungan, keracunan pada manusia dan dapat menimbulkan ledakan hama (Prabowo, 2012).

            Pengendalian Spodoptera litura dengan Steinernema spp. dapat dilakukan (Prabowo, 2012). Steinernema spp. akan menyebabkan berat larva rendah serta kematian pada Spodoptera litura (Prabowo, 2012). 

Wednesday, November 11, 2015

Platelet

Platelet
                Platelet merupakan darah dengan ukuran kecil tak bernukleated yang telah terputus penjepitannya      dari megakaryocytes di sumsum tulang dengan half-life 10 hari (Silbernagl and Despopoulos, 2009). Trombosit berfungsi untuk penataan dan aggregasi, melepaskan faktor koagulasi dan provision permukaan fosfolipid untuk perakitan kompleks enzim (Banerhee, 2005). Ketika aliran darah terluka dan kekurangan darah, platelet akan berperan dalam proses pengentalan dengan membatasi kerusakan vaskular dan jaringan (Johnson, 2012). Ketika pendarahan terhenti, trombosit berperan pada proses perbaikan dengan mengeluarkan protein yang akan meningkatkan pertumbuhan peredaran darah dan perbaikkannya (Johnson, 2012).
                Hemostatis merupakan proses menghentikan aliran atau kekurangan darah dengan 3 proses berupa: mengintensifkan kontraksi aliran darah di suatu area, formulasi platelet plug, dan koagulasi (Johnson, 2012).
                Menurut Johnson (2012) ketika terjadi luka, otot halus pada dinding mengalami kejang karena kontraksi pada pembuluh saat pembuluh darah pecah. Bila alirannya berukuran medium sampai besar, kejang ini akan mengurangi pengeluaran darah segera dengan meminimalkan kerusakan pada preparsi untuk step selanjutnya di hemostatis (Johnson, 2012). Ketika kerusakkan vessel kecil, penekanan pada dinding inner bersama dapat menghentikan pendarahan segera. Ketika terjadi kerusakan lapisan pembuluh darah, protein dibawah  dinding vesel terbuka, trombosit menggembung membentuk pelebaran spinky dan memulai menggumpal bersama. Trombosit akan lengket dan mulai melekat ke dinding vessel serta dengan yang lainnya dan menghasilkan segel di area terluka. Kerusakan akan menstimulasi vessel dan platelet terdekat melepaskan aktifator protombrin yang akan mengubah protrombin menjadi trombin yang membutuhkan ion kalsium. Trombin memfasilitasi perubahan fibrinogen yang akan membentuk jaring yang menghubungkan dengan menjebak dan memegang platelet, sel darah dan molekul yang melawan bukaan, kemudian aliran darah daerah luka akan tereduksi. Insisial fibrin membentuk gumpalan kurang dari semenit. Platelet mulai menggumpal sampai menghubungkan dengan mengencangkan gumpalan dan mendorong dinding vessel bersama-sama
Waktu perdarahan merupakan waktu yang digunakan untuk menutup (Silbernagl and Despopoulos, 2009). Waktu koagulasi merupakan waktu yang diperlukan cairan darah segar untuk berkoagulasi dengan formasi benang fibrin (Khurana, 2012).
Faktor yang mempengaruhi perdarahan adalah elastisitas kulit, kethanan, intergritas vaskuler, adhesi, agregasi trombosit, gangguan fungsi hati, kelainan genetik dan kecemasan (Sari, dkk. 2013). Faktor yang mempengaruhi koagulasi darah berupa vitamin K, ion kalsium, dan platelet. Ion kalsium, vitamin K dan jumlah platelet yang rendah atau sintesis faktor koagulasi tereduksi akibat disfungsi hati akan berakibat pada proses koagulasi (Tate,2012)
Pemeriksaan pada jumlah trombosit, waktu protrombin, waktu pengaktifasi parsial tromboplastin, waktu penggumpalan trombin, dan fibrinogen akan menunjukkan ada tidaknya penyakit hemofilia atau dapat pula untuk mengevaluasi perdarahan pada kelainan koagulasi (MFJ, 2004).
Sumber:
Banerhee, A. 2005. Clinical Physiology an Examination Primer. Cambridge. Cambridge. P. 159,
Johnson, M. D. 2012. Human Biology Concepts and Current Issues. 6th Ed. Benjamin Cummings. Delhi. p. 151-153.
Khurana, I. 2012. Medical Physiology for Undergraduate Students. Elsevier. New Delhi. P. 163
MFJ, M. 2004. Gangguan Koagulasi. Sari Pediatri. 6(1):60-67
Sari, R. P., Sampurna, dan D. Pertiwi. 2013. Pengaruh Sari Buah Kurma (Phoenix dactylifera) terhadap Waktu Perdarahan Studi Eksperimental pada Tikus Jantan Galur Wistar yang Diinduksi Aspirin. Sains Medika. 5(1):20-22.
Silbernagl, S. And A. Despopoulos. 2009. Color Atlas of Physiology. 6th Ed. Thieme. New York. p.102

Tate, S. 2012. Seeley’s Principles of Anatomy and Physiology. 2nd Ed. McGraww Hill. New York.  p. 476.

Wednesday, November 4, 2015

Leukosit

Leukosit
            Leukosit merupakan darah yang memiliki nuklei dan penuh dengan komponen organel tanpa mengandung hemoglobin (Tortora and Derrickson, 2012). Leukosit dibedakan menjadi granular dan agranular berdasarkan adanya granula sitoplasmik(Tortora and Derrickson, 2012). Leukosit residen merupakan jumlah persen neutrofil (12,9%), makrofage (50,1%) dan limfosit (37%) (Lam, 2008). Leukosit mature berada di darah periferal dan prekursornya ada di tulang dan jaringan limfoid terdiri dari sistem leukosit (Troy, 2006)
Leukosit granular terdiri atas neutrofil, eosinofil, dan basofil (Tortora and Derrickson, 2012).
a.      Neutofil memiliki morfologi yang lebih kecil dari lukosit granular lainnya (Tortora and Derrickson, 2012). Neutrofil didistribusikan hanya waktu-waktu tertentu dan memiliki warna ungu pucat (Tortora and Derrickson, 2012). Memiliki nukelus dengan 2-5 lobus yang dihubungkan dengan materi nukleus. Neutrofil merupakan granilosit dengan jumlah terbanyak dan sel yang datang pertama kali ketika terjadi infeksi (Rogers, 2011).  Neutrofil akan melakukan fagositosis pada mikroogranisme yang menginfeksi. Kenaikan jumlah neutrofil dapat terjadi karena infeksi, respon inflamasi, respon stress dan malignancies (Ciesla, 2007).
b.      Eosinofil memiliki ukuran besar dengan granula berukuran yang seragam(Tortora and Derrickson, 2012).  Eosinofil mempunyai 2 lobus yang terkoneksi dengan materi nuklear yang tipis (Tortora and Derrickson, 2012). Eosinofil berfungsi dalam menghancurkan parasit dan merespon inflamatory (Rogers, 2011). Kenaikan jumlah eosinofil terjadi karena penyakit kulit, penyakit parasit, penolakan transplant, dan myeloproliferative disorders (Ciesla, 2007).
c.       Basofil berbentuk bulat dengan ukuran granula yang bervariasi dan mempunyai 2 lobus (Tortora and Derrickson, 2012). Basofil mengandung histamin dan leukotrienes yang penting untuk respons inflamasi alergi (Rogers, 2011). Kenaikan jumlah basofil terpengaruh kondisi berupa  myeloproliferative disorders, reaksi hipersensitif dan ulcerative colitis (Ciesla, 2007).
 Leukosit agranular terdiri atas limfosit dan monosit (Tortora and Derrickson, 2012).
a.      Limfosit memiliki bentuk bulat. Kenaikan jumlah limfosit merupakan diagnosa yang signifikan pada infeksi firal akut dan beberapa penyakit emmnodefisiensi (Tortora and Derrickson, 2012). Limfosit terdiri atas sel B dan sel T (Rogers, 2011). Sel B akan mensekresi protein berupa antibodi yang akan mengikat mikrorganisme asing di jaringan tubuh dan memediasi penghancurannya (Rogers, 2011). Sel T akan mengenali infeksi viral atau sel kanker dan selanjutnya akan menghancurkannya atau dapat pula membantu sel untuk memproduksi antibodi sel B (Rogers, 2011).
b.      Monosit memiliki bentuk nukleus ginjal atau dapat berupa tapal kuda (Tortora and Derrickson, 2012). Monosit akan datang ke daerah infeksi dan melaksanakan fagositosis mikroorganisme patogen yang terbunuh dan membersihkan debris sel dari daerah infeksi (Rogers, 2011). Kenaikkan jumlah limfosit terjadi akibat infeksi kronik, malignancies, leukimia dengan komponen monosit kuat dan kegagalan  sumsum tulang (Ciesla, 2007).

Granulosit pada tikus memiliki nuklei tanpa lobus yang membedakan dan memiliki bentuk tapal kuda atau cincin (Thrall et al., 2012). Neutrofil memiliki sitoplasma tanpa warna (Thrall et al., 2012). eosinofil memiliki nukleus bentuk cincin atau u, sitoplasma basofilik dan beberapa granula sitoplasma eosinofil (Thrall et al., 2012).
White blood count (WBC) merupakan pengukuran jumlah total leukosit di darah (Tate,2012). Normalnya leukosit memiliki jumlah 5000-9000 permikroliter darah. Perhitungan diferensial leukosit adalah mengetahui persentasi setiap 5 macam leukosit pada WBC (Tate,2012).
Tikus mempunyai nilai 9,98 ×103/μL (Thrall et al., 2012). Sedangkan menurut sumber lain, WBC pada jantan berupa 12,43 ×103/μL dan 12,02 ×103/μL untuk betina (Suckow et al., 2006). Jumlah leukosit akan naik ketika terdapat penyakit (Rogers, 2011).

Sumber:
Ciesla, B. 2007. Hematology in Practice. F. A. Davis Company. Philadelphia. P. 144
Lam, T. J. G. M. 2008. Mastitis Control from Science to Practice. Wageningen Academic. The Hague. P. 158
Rogers, K. 2011. Blood Physiology and Circulation. Britannica Educational. New York. p. 40, 41, 42
Suckow, M. A., S. H. Weisbroth, and C. L. Franklin. 2006. The Laboratory Rat. 2nd Ed. Elsevier. London. p. 132
Tate, S. 2012. Seeley’s Principles of Anatomy and Physiology. 2nd Ed. McGraww Hill. New York.  p. 483
Thrall, M. A., G. Weiser, R. W. Allison, and T. W. Campbel. 2012. Veterinary Hematology and Clinical Chemistry. Wiley-Blackwell. West Sussex. P. 228
Tortora, G. J. And B. Derrickson. 2012. Principles of anatomy and physiology. John Wiley and Sons. Hoboken. P. 738, 739

Troy, D. B. 2006. Remington the Science and Practice of Pharmacy. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia