Wednesday, November 18, 2015

Sistem Reproduksi Betina

Sistem Reproduksi Betina
                Oogenesis merupakan perkembangan oosit yang dimulai saat fetus (Tate,2012). Saat perkembangan empat bulan, ovari mengandung 5 juta oogonia yang merupakan sel perkembangan dari oosit (Tate,2012).
            Ovari merupakan organ kecil yang tergantung dari dinding tubuh dorsal pada ligamen mesoovarium dan terletak didekat ginjal (Fox et al., 2007). Ovari memiliki jaringan berupa inner medulla dan outer korteks (Shier et al., 2007). Komposisi medulla berupa pembuluh darah, pembuluh limfa dan serabut syaraf (Shier et al., 2007). Sedangkan korteks mengandung jaringan kompaks dan folikel ovarian (Shier et al., 2007). Oviduk merupakan pipa yang tergulung-gulung dari dinding tubuh dorsal pada ligamen mesotubarium yang menghubungkan ruangan periovarian antara ovari dengan bursa bersama uterus (Fox et al., 2007). Oviduk inilah yang menerima oosit dari ovari (Tate,2012). Uterus tikus berupa dupleks dengan 2 uterin seperti tanduk panjang dan tubuh pendek, atau corpus sehingga kenampakkannya seperti huruf ‘Y’  (Fox et al., 2007). Dinding uterus terdapat 3 lapisan beupa: endometrium, miometrim dan perimetrim (Shier et al., 2007). Serviks merupakan saluran lanjutan korpus pada urus (Fox et al., 2007). Vagina merupakan perluasan dari serviks ke bukaan vagina (Fox et al., 2007). Vagina memiliki 3 lapisan berupa mukosal layer, muskular layer dan fibrous layer (Shier et al., 2007). Organ eksternal betina terdiri atas labia majora, labia minora, clitoris dan kelenjar vestibular.
            Fase estus terdiri atas endokrin, tingkah laku dan peristiwa fisiologis yang muncul setiap 4-6 hari dalam kehidupan reproduksi kecuali terjadi kehamilan, pseudopregnancy atau anestrus (Fox et al., 2007). Siklus estrus terbagi menjadi 4 fase: proestrus, estrus, metaestrus dan diestrus (Wicaksono dkk., 2013).
1.      Proestrus dimulai ketika fase anabolik pada siklus dan dilihat pada perkembangan folikel antral di ovari  dan menaikkan konsentrasi esterogen. Kenaikkan ini menstimulasi pembelahan sel di uterus dan vagina serta terdapat akumulasi cairan di oviduk dan uterus. Pada fase ini vagina terbuka lebar dan jaringan berwarna pink-kemerahan dan lembab. Terdapat lipatan longitudional yang dapat dilihat pada bibir dorsal dan ventral.
2.      Estrus merupakan fase dimana betina menerima jantan akibat dari konsentrasi esterogen naik dan berdampak pada perilaku.  Fase estrus ini terjadi proses ovulasi setelah 12 jam lonjakkan LH.  Di uterus dan oviduk terjadi aktifasi pertumbuhan dan akumulasi cairan berlanjut dengan akumulasi cairan di ampulla terlihat jelas. Epitelium di vagina telah mencapai ketebalan maksimalan dan vulva membengkak serta memiliki kenampakkan lebih merah. Vagina menjadi kurang lembab
3.      Metestrus berupa fase katabolik dengan pengurangan konsentrasi esterogen dan LH serta ovulasi. Korpus lutea terbentuk dan atresia tersebar sepanjang folikel. Pertumbuhan di uterus berakhir dan epitelum menunjukkan sinyal degenerasi. Pada vagina lembaran sel epipetal slough off dan leukosit hadir. Metestrus terbagi menjadi 1 dan 2. Metestrus 1 atau awal jaringan vagina pucat dan kering, bibir dorsal tidak sebagai edematous di estrus. Metestrus akhir/ 2 bibir lebih edematous dan surut serta terdapat debris sel putih serta terdapat neutrofil.
4.      Diestrus berupa fase pasif dengan konsentrasi esterogen tetap rendah dan tak adanya proses mating. Korpus lutea tak aktif serta progesteron terproduksi sedikit. Vagina terbuka kecil dan jaringan berwarna ungu dan sangat lembab. Vulva pucat, kering dan tertutup. Terjadi pertumbuhan folikel secara cepat yang berkembang di uterus dan vagina.
            Panjang-pendeknya fase estrus terpengaruhi oleh genetika, handling stress, posisi intrauterine, makanan, menyusui, produksi susu, kondisi tubuh, dan sosial komunikasi seperti feromon (Fox et al., 2007; Wicaksono dkk., 2013).
                Siklus estrus dapat dideteksi dengan melihat morfologi sel dengan vaginal smear (Suckow et al., 2006). Deteksi siklus estrus dapat menggunakan impedence meter untuk mendeteksi resistensi elektikal pada membran mukosa vagina dengan memasukkan electical probe di vagina (Suckow et al., 2006).
Sumber:
Fox, J. G., S. W. Barthold, M. T. Davisson, C. E. Newcomer, F. W. Quimby, and A. L. Smith. 2007.  The Mouse in Biomedical Research. 2nd Ed. Vol III. Academic Press. Tokyo. P. 97, 98, 99, 101 (Fox et al., 2007)
Shier, D., J. Butler, and R. Lewis. 2007. Hole’s Human Anatomy and Physiology. McGraww Hill. New York. p. 847, 855, (Shier et al., 2007)
Suckow, M. A., S. H. Weisbroth, and C. L. Franklin. 2006. The Laboratory Rat. 2nd Ed. Elsevier. London. P. 149, 150
Tate, S. 2012. Seeley’s Principles of Anatomy and Physiology. 2nd Ed. McGraww Hill. New York. p. 785, 787, 790 (Tate,2012)
Wicaksono, A. W., I. G. B. Trilaksana, dan D. N. D. I. Laksmi. 2013. Pemberian Ekstrak Daun Kemanggi (Ocimum basilicum) terhadap Lama Siklus Estrus pada Mencit.  Indonesia Medicus Veterinus. 2 (4): 369-374.


No comments:

Post a Comment