Thursday, May 21, 2015

Fermentasi

Fermentasi
Fermentasi karbohidrat merupakan proses dengan molekul organik yang berperan sebagai donor elektron dan satu atau lebih produk organik  yang merupakan aseptor organik akhir (Leboffe and Pierce, 2011).  Produksi priruvat merupakan produk awal dari fermentasi glukosa (Leboffe and Pierce, 2011).  Produk akhir fermentasi priruvat berupa asam, alkohol, H2 atay gas CO2 (Leboffe and Pierce, 2011). Mikrobia akan membuat produk yang spesifik bergantung pada spesiesnya (Leboffe and Pierce, 2011).
                Fermentasi asam homolaktik merupakan siklus metabolisme sederhana  asam pirivat  yang hanya menghasilkan asam lactic (Black, 2008) . Asam lactic merupakan hasil perubahan asam piruvat yang direduksi dengan elektron yang berasal dari NAD (Black, 2008). Fermentasi ini tidak menghasilkan gas (Black, 2008)..
                Fermentasi alkohol merupakan proses pelepasan karbondioksida dari asam piruvat menjadi bentuk asetaldehid yang akan tereduksi secara cepat menjadi etil alkohol dengan elektron yang berasal dari reduksi NAD (Black, 2008).
Sumber:
Black, J. B.  2008. Microbiology: Principles and Explorations. John Wiley and Sons. Hoboken, NJ.  p. 126


Leboffe, M. J. And B. E. Pierce. 2011. A Photographic Atlas for The Microbiology Laboratory. 4th Ed. Morton. Colorado. p. 71

Sigmoid curve/ growth curve/ s curve

Sigmoid curve/ growth curve/ s curve
                Pertumbuhan tanaman dibagi menjadi 3 fase, yaitu : formasi, elongasi dan maturasi (Edwin  et al., 2005). Fase pertama terjadi pembentukan sel baru secara kontinu oleh merisistem apikal (Edwin  et al., 2005). Fase elongasi terjadi ketika sel baru yang terbentuk mengalami pertambahan ukuran (Edwin  et al., 2005). Sedangkan fase maturasi, sel mengalami kedewasaan dengan size permanen dan bentuk permanen (Edwin  et al., 2005).
Kurva sigmoid digunakan pada pertumbuhan seedling pada kondisi gelap dan cahaya yang terkontrol (Mohr and Schopfer, 1995).  Kondisi yang diberikan untuk pertumbuhan seedling sama kecuali faktor cahaya (Mohr and Schopfer, 1995).  Kurva sigmoid dibentuk dengan mengamati pertumbuhan organ seperti akar primer, internodes, daun atau buah (Mohr and Schopfer, 1995). Kurva sigmoid akan memperlihatkan pertumbuhan dengan yang mula-mulanya lambat dan kemudian meningkat kemudian meningkat dan naik secara eksponensial, selanjutnya akan mengalami penurunan secara lambat serta berhenti (Opik & Rolfe, 2005). Senescene  dapat kehilangan massa  (Opik & Rolfe, 2005).
Pada kurva sigmoid terdapat fase lag, fase log dan fase steady state (Edwin  et al., 2005). Pada fase lag pertumbuhan tanaman berjalan lambat (Edwin  et al., 2005). Selain itu pada fase lag, terjadi aktivasi metabolisme dan  sintesis enzim (Black, 2008). Fase log organisme telah beradapasi sehingga terjadi kenaikkan pertumbuhan secara cepat (Black, 2008; Edwin  et al., 2005). Selanjunya fase steady state yang ditandai pertumbuhan telah menurun (Edwin  et al., 2005). Pada fase ini produksi sel baru sama dengan sel lama yang mati (Black, 2008).
            Kurva sigmoid tak seluruhnya menunjukkan kesuksesan tumbuhan tumbuh pada fase pengembangan bagian-bagiannya (Steward, 1971). Kurva pertumbuhan dapat berbentuk double sigmoid, kedua bagian ini akan terpisahkan oleh periode pendek saat laju pertumbuhan yang turun menjadi nol (Steward, 1971).  
Pembatasan embrio ditemukan pertama dengan  memenuhi kapasitas rongga pada embrio sac pada waktu ketika berkurangnya level endogenous giberelin. Pertumbuhan biji dimulai ketika terdapat flukstuasi baru dari endogenous giberelin yang terdeteksi.
                Pada tumbuhan muda kenaikkan massa merupakan kenaikkan titik pertumbuhan, di area fotosintetik dan di akar absorptive (Opik & Rolfe, 2005).  Kenaikkan dapat terjadi pada potensi pertumbuhan dan laju pertumbuhan (Opik & Rolfe, 2005). Senescene  kehilangan massa akibat respirasi yang melebihi fotosintesis dan kegiatan menghilangkan organ (Opik & Rolfe, 2005).
Sumber:
Black, J. B.  2008. Microbiology: Principles and Explorations. John Wiley and Sons. Hoboken, NJ. p. 149
Edwin, R., T. Sekar, Sankar, and S. Munusamy. 2005. Botany Highter Secondary Second Year. Tamil Nadu Textbook Corporation. College Road, Chennai. P. 218
Mohr, H. And P. Schopfer. 1995. Plant Physiology. Springer. New York. P. 295
Opik, H. And S. Rolfe. 2005. The Physiology of Flowering Plants. 4th ed. Cambridge. Cambridge.  P. 171, 172

Steward, F. C. 1971. Plant Physiology a Treatise Volume VIA : Physiology of Development Plants and Their Reproduction. Academic Press. New York. P. 421

Auksin

Auksin
                                Indole-3-acetic acid (IAA) merupakan hormon auksin yang pertama ditemukan. Hormon ini dibentuk pada shoot tip, embrio dan bagian perkembangan bunga serta biji (Rand, 2001).  IAA membutuhkan ATP untuk mentransport dari sel ke sel melalui parenchyma  yang melingkari jaringan vaskuler dan bergerak dengan satu jalur (Rand, 2001). Pergerakan secara basipetal pada batang sedangkan pada akar berupa acropetal (Rand, 2001)
Auksin akan meningkatkan plastisitas dinding sel muda dan berperan dalam elongasi batang (Raven and Johnson, 2002). Auksin berperan dalam adaptasi tumbuhan pada lingkungan yang sangat menguntungkan (Raven and Johnson, 2002). Auksin juga meningkatkan aktivitas kambium vaskuler dan jaringan vaskuler (Raven and Johnson, 2002).  Pergerakan auksin terjadi secara polar dan undirectional dan bergerak secara menurun sepanjang batang,- aksis akar dari daerah pembuatannya (Solomon et al., 2008). Daerah pembuatannya selalu di meristem apikal pada batang. Produksi auksin dapat terjadi pada daun dan biji (Solomon et al., 2008). Karakteristik auksin adalah meningkatkan elongasi sel pada batang dan koleotil (Solomon et al., 2008).
Konsentrasi auksin yang rendah dibutuhkan dalam elongasi akar, walaupun konsentrasi tinggi bersifat inhibitor pada pertumbuhan akar (Taiz and Zeiger, 2002). Auksin ditransfer secara lateral di shaded side saat fotosintesis berlangsung dan sisi terendah saat gravitropism (Taiz and Zeiger, 2002). Jika kadar auksin tak ada dapat menghasilkan efek tertentu.

Sumber:
Rand, J. P. 2001. Plant Biology. IDG Books Worldwide. New York. P. 114.
Raven, P.H. and G. B. Johnson. 2002. Biology. 6th Ed. McGraw-Hill. New York. P. 815, 816, 817
Solomon, E. P., L. R. Berg., & D. W. Martin. 2008. Biology. 8ed. Thomson Brooks/Cole. Davis. P. 793
Taiz, L. And E. Zeiger. 2002. Plant physiology. 3 ed. Sinauer Associates. Suderland. p. 456,457

                                                                                 

Monday, May 18, 2015

Geotropisme/gravitropism

Geotropisme/gravitropism
                Geotropisme merupakan respon pertumbuhan tanaman terhadap gravitasi (Postlethwait and Hopson,2006). Akar akan tumbuh ke arah bawah sedangkan batang akan selalu tumbuh ke arah atas. Hal ini menunjukkan bahwa akar merespons positif gravitropik dan batang meresponya dengan negatif (Postlethwait and Hopson,2006). Dalam terlaksananya respon gravitasi, terjadi 4 langkah: gravitasi dirasakan oleh sel sehingga terbentuk sinyal yang selanjutnya ditransduksi ke intra serta inter seluller, kemudian terjadi elongasi diferensial sel yang hadir antara sel di atas dan bawah pada pinggir akar atau batang (Raven and Johnson, 2002).
                Penjelasan proses geotropisme terjadi dijelaskan memalui beberapa hipotesis. Hipotesis pertama ketika kecambah ditempatkan secara horisontal, auksin akan terakumulasi sepanjang bagian terendah di batang dan akar. Auksin yang terakumulasi akan menyebabkan sel mengalami elongasi sepanjang  bagian terendah pada batang dan batang akan tumbuh ke atas. Amiloplas ini akan berinteraksi dengan sitskeleton tetapi memiliki efek sehingga auksi lebih terkonsentrasi pada bagian pinggir bawah aksis batang daripada bagian pinggiran atas (Raven and Johnson, 2002). Konsentrasi auksin yang sama akan menghambat elongasi sel akar bagian bawah sehungga akar akan tumbuh ke bawah (Postlethwait and Hopson,2006).
            Root cap akan menyebabkan akar turun sehingga terbentuk proses gravitropism positif (Solomon et al., 2008). Ketika root cap dihilangkan akar akan tumbuh dan kehilangan indra untuk gravitasi (Solomon et al., 2008). Sel khusus yang terdapat pada root cap dengan kandungan amiloplas akan menyebabkan sel merespon gravitasi sehingga menuju ke bawah (Solomon et al., 2008).. Amiloplas menginisiasi beberapa respon gravitasi (Solomon et al., 2008). Ketika akar diletakkan pada posisi yang berbeda amiloplas akan menjungkir balik sehingga terbentuk posisi baru dengan arah menuju gravitasi (Solomon et al., 2008).
            Akar dan batang mendeteksi adanya gravitasi dengan statolith yang berlokasi di sel yang terspesialisasi untuk mendeteksi gravitasi (statoctyes) (Brooker et al., 2011). Statoctyes  akan melindungi merisistem akar dari abrasi partikel tanah. Kolumela terdapat pada bagian tengah root cap (Brooker et al., 2011). Kolumella mengandung sel primer pendeteksi gravitasi (Brooker et al., 2011). Gravitasi akan menenggelamkan statoliths sehingga ion kalsium mengirimkan pesan yang berefek pada transport auksin yang akan mengubah arah akar dan batang tumbuh (Brooker et al., 2011). Perubahan statolith akan menyebabkan pergerakan auksin ke sel bagian bawah akar ketika elongasi sel normal pada pinggiran atas (Brooker et al., 2011).
            Perbedaan potensi elektrik secara melintang akan menstimulasi gravitropically hipokotil dengan bagian bawaj menjadi positif

Sumber:
Brooker, R. J., E. P. Widmaier, L. E. Graham, & P. D. Stiling. 2011. Biology. 2nd ed. McGraw-Hill. New York. P. 764, 765
Hart, J. W. 1990. Plant Tropisms: And Other Growth Movements. Champman and Hall. Tkyo.p. 71,72
Postlethwait, J. H. & J. L. Hopson. 2006. Modern biology. Holt, Rinehart and Winston. New York. P. 638
Raven, P.H. and G. B. Johnson. 2002. Biology. 6th Ed. McGraw-Hill. New York. P. 809, 8910
Solomon, E. P., L. R. Berg., & D. W. Martin. 2008. Biology. 8ed. Thomson Brooks/Cole. Davis. p. 790,791


Thursday, May 7, 2015

Fototropisme

Fototropisme
                Fototropisme adalah respons tumbuhan pada cahaya yang unilateral (Hopkins and Huner, 2009). Fototropisme termasuk respon pertumbuhan terhadap gradien cahaya (Hopkins and Huner, 2009). Sedangkan akar tumbuh menjauhi cahaya (fototropisme negatif).
Besarnya gradien cahaya melewati organ seperti koleoptile bergantung pada properti optik jaringan sebagai perbedaan insidental cahaya (Hopkins and Huner, 2009). Cahaya dapat ditipiskan dengan menyebarkan, merefleksikan atau difraksi dengan sel atau melewati antara sel (Hopkins and Huner, 2009).  Organ seperti koleoptil berfungsi sebagai penyalur cahaya
                Ketika radiasi telah melebihi batas ambang, kurva koleptil menuju ke sumber iluminasi (Opik & Rolfe, 2005). Ketika melebihi range batas, luasnya  kurvatur pertama adalah berhubungan dengan radiasi (Opik & Rolfe, 2005). Ketika radiasi meningkat, kurvatur pertama akan negatif dan selanjutnya akan positif.
            Auksin akan menyebabkan sel berada pada area teduh untuk memperpanjang sel lebih banyak dari sel yang berada di area terkena sinar. Dengan mekanisme tersebut batang memiliki memiliki respon fototropisme positif (Rand, 2001; Postlethwait and Hopson,2006). Selain auksin, fototropisme dapat terjadi karena tumbuhan memproduksi inhibitor pertumbuhan pada bagian yang terkena cahaya.
            Pigmen phototropins akan berperan dalam fotoresptor dengan mengabsorbsi cahaya biru dan  memicu respon fototropik dan respons cahaya biru lainnya
Sumber: a
Hopkins, W. G. And N. P. A. Huner. 2009. Introduction to Plant Physiology. 4th Ed. John Wiley and Sons. Hoboken, NJ. p. 392, 393
Rand, J. P. 2001. Plant Biology. IDG Books Worldwide. New York. P. 117
Opik, H. And S. Rolfe. 2005. The Physiology of Flowering Plants. 4th ed. Cambridge. Cambridge. P. 336
Postlethwait, J. H. & J. L. Hopson. 2006. Modern biology. Holt, Rinehart and Winston. New York. P. 636,
Solomon, E. P., L. R. Berg., & D. W. Martin. 2008. Biology. 8ed. Thomson Brooks/Cole. Davis. p. 790




Friday, May 1, 2015

Repirasi tumbuhan

Repirasi tumbuhan
                Respirasi merupakan proses melepaskan energi yang tersimpan dalam molekul organik melalui metabolisme (Rand, 2001). Respirasi terjadi di sel hidup dengan dikontrol enzim yaang akan melepaskan air dan karbondioksida (Rand, 2001). Proses pelepasan air dan karbondioksida merupakan reaksi oksidasi glukosan dan bahan makanan lain (Campbell et all. 2010). Oksidasi glukosa akan mentrasnfer elektron dalam kondisi energi yang lebih rendah sehingga energi terbebaskan dan tersedia untuk mensintesis ATP (Campbell et all. 2010). Pada tumbuhan gas berdifusi secara pasif ke tumbuhan melalui stomata atau sel epidermis dan selanjutnya akan bertemu dengan membran seluler lembab dan bergerak di air secara gradien difusi antara dan dalam sel (Rand, 2001).
                Repirasi seluler terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama merupakan glikolisis. Dalam tahap ini komponen organik diubah menjadi molekul berkarbon tiga (piruvat) (Postlethwait and Hopson,2006). Selain mengubah materi, proses glikolisis juga memproduksi ATP dan NADH (Postlethwait and Hopson,2006). Proses ini berjalan secara anaerobik karena tak membutuhkan adanya oksigen (Postlethwait and Hopson,2006). Tahap selanjutnya adalah siklus krebs yang akan mengubah asetil-KoA dan memproduksi karbondioksida (Postlethwait and Hopson,2006). Tahap selanjutnya adalah trasnport elektron yang memrpoduksi ATP ketika NADH dan FADH2 melepaskan atom hidrogen serta meregenerasi NAD+ dan FAD (Postlethwait and Hopson,2006). Oksigen dibutuhkan dalam tahap ini sebagai aseptor akhir yang akan menerima proton yang berasal dari atom hidrogen hasil dari NADH dan FADH2 (Postlethwait and Hopson,2006).
                Respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor luar dan faktor dalam tumbuhan akan mempengaruhi laju respirasi. Faktor-faktor tersebut diantaranya seperti:
a.       Umur dan kondisi fisiologi jaringan
Jaringan muda dengan jumlah protoplasma yang banyak dan material dinding dengan sedikit sel mati memiliki respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan jaringan dewasa. Jaringan dewasa memiliki massa  aktifitas fisiologi yang lebih sedikit. Jaringan yang mengandung konsentrasi N tinggi berasosiasi dengan naiknya respirasi akibat banyaknya pemeliharaan yang menuntut metabolisme protein pada jaringan (Pallardy,2008).
b.      Substrat
Kenaikan jumlah substrat yang dapat dioksidasi akan menaikkan respirasi (Pallardy,2008).  
c.        Cahaya
Ketika terdapat cahaya konsumsi oksigen pada mitokondria akan meningkat, menurun atau stabil bergantung dengan banyaknya karbohidrat fotosintetik dan reduksi yang ada di mitokondira dari kloroplas serta NADH fotorespirasi yang dikonsumsi(Pallardy,2008).
d.       Suhu
Respirasi dalam range temperature ketika suhu naik laju respirasi akan naik seperti kurva eksponensial. Growth respiration akan berefek tak langsung pada temperatur akan mengubah produksi jaringan baru. Efek suhu pada respirasi akan dimediasi oleh faktor seperti kandungan air jaringan dan jumlah substrat.
Efek suhu terhadapt proses tumbuhan diindikasi oleh nilai q10. Q10 merupakan rasio laju proses pada suhu T menuju laju di suhu T+10⁰C. Ketika lajunya berganda, q10 bernilai 2.            Lajur respirasi memiliki hubngan dengan aktifitas fisiologi  (Opik & Rolfe, 2005). Proporsi respirasi yang dapat menompang kerja seluler disebut sebagai growth respiration(Opik & Rolfe, 2005). Dalam jaringan yang sama, kenaikkan laju respirasi menunjukkan kenaikkan aktifitas (Opik & Rolfe, 2005).
Sumber:
Campbell,  N. A., J. B. Reece, L. A. Urry, M. L., Cain, S. A. Wasserman, P. V. Minorsky, & R. B. Jackson. 2010. Biologi. Erlangga. Jakarta. Hal. 177
Opik, H. And S. Rolfe. 2005. The Physiology of Flowering Plants. 4th ed. Cambridge. Cambridge. P. 53
Pallardy, S. G. 2008. Physiology of Woody Plants. 3th ed. Academic Press. Amsterdam. p. 188,189
Postlethwait, J. H. & J. L. Hopson. 2006. Modern biology. Holt, Rinehart and Winston. New York.p. 131, 138, 139, 140

Rand, J. P. 2001. Plant Biology. IDG Books Worldwide. New York. P. 85

Pertumbuhan tanaman

Pertumbuhan tanaman
                Zona pertumbuhan merupakan wilayah yang  jaringannya berkembang (Taiz and Zeiger, 2002). Dengan bertambahanya waktu merisistem akan berpindah dari base tumbuhan dengan pertumbuhan sel di zona pertumbuhan (Taiz and Zeiger, 2002). Ketika pemberian tanda pada akar atau batang sukses akan terbentuk jarak antara tanda akan berubah dan bergantung pada zona pertumbuhan  (Taiz and Zeiger, 2002).
                Akar memiliki empat zona pertumbuhan (Raven and Johnson, 2002). Zona tersebut adalah tudung akar, zona pembelahan akar, zona pemanjangan/elongation  dan zona pematangan (Raven and Johnson, 2002).  Dalam zona-zona tersebut hanya tudur akar dan zona pemanjangan saja yang bergerak dalam tanah (Rand, 2001). Setelah akar memanjang dan terjadai proses pendewasaan, akar tidak pertambah panjang dan bersifat stationary .
                Tudung akar akan merespon cahaya dan akan bergerak menjauhi cahaya. Tudung akar juga merespon terhadap gravitasi dengan menumbuhkan akar menuju ke bawah sehingga terbentuk kontak dengan tanah, sumber nutrien dan air yang akan digunakan oleh tumbuhan (Rand, 2001).
                Zona pembelahan terdiri atas meristem apikal akar beserta derivatnya. Dalam zona ini sel baruakar dihasilkan (Campbell et all. 2010). Zona pemanjangan terdapat di depan zona pembelahan. Pada zona pemanjangan sel akar akan memanjang sehingga ujung akar lebih jau masuk ke dalam tanah. Dan zona pendewasaan, sel telah berubah menjadi spesifik.
Sumber :
Campbell,  N. A., J. B. Reece, L. A. Urry, M. L., Cain, S. A. Wasserman, P. V. Minorsky, & R. B. Jackson. 2010. Biologi. Erlangga. Jakarta. Hal. 325
Rand, J. P. 2001. Plant Biology. IDG Books Worldwide. New York. p. 37
Raven, P.H. and G. B. Johnson. 2002. Biology. 6th Ed. McGraw-Hill. New York. P. ,765, 776
Taiz, L. And E. Zeiger. 2002. Plant physiology. 3 ed. Sinauer Associates. Suderland. P. 369