Monday, December 14, 2015

CIRI SISTEM PERNAPASAN DAN SISTEM REPRODUKSI Trochilidae dan Galliformes

CIRI SISTEM PERNAPASAN DAN SISTEM REPRODUKSI PADA Trochilidae DAN Galliformes


  1. Trochilidae

Kingdom              : Animalia
Phylum                 : Chordata
Class                      : Aves
Order                    : apodiformes
Family                   : Trochilidae

Sistem reproduksi pada hummingbird jantan memiliki satu testis disamping ginjal. Testis akan memproduksi sperma yang mengalir melalui vas deferens menuju kloaka. Terdapat seminal vesicle yang akan menampung sperma sementara. Hummingbird tak memiliki penis sehingga ketika mating hanya menempelkan ujung kloaka ke individu betina. sedangkan pada betina mempiliki satu ovari kiri yang berfungsi. Ova yang telah matang memproduksi yolk dan keluar ke oviduk. Setelah difertilisasi keluark ke albumen gland dan kemudian ke dilapisi oleh shell membran oleh shell gland dan keluar melalui bukaan kloaka.
Hummingbird membutuhkan oksigen dalam jumlah yang besar sehingga burung ini mempunyai densitas sel darah merah yang tinggi. Sistem respiratorynya terdiri atas 2 paru-paru simetris sebagai tempat pertukaran gas dan 9 minuscule kantung udara sebagai ventilasi yang teradaptasi untuk menggunakan volume oksigen yang besar. 
Sistem digestiv terbagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama terdiri atas oral aparatus, termasuk paruh, mulut, kelenjar ludah, beberapa taste bud dan lidah. Paruh telah mengalami adaptasi untuk bentuk dari bunga. Bagian lainnya berupa esophagus dan empedal. Empedal merupakan kantung ekstensible tempat makanan padat oleh dilembabkan mukus. Bagian ketiga merupakan lambung. Lambung hummingbird merupakan distinctive. Proventikulus merupakan bagian pertama dari lambung yang yang khusus tertutup ketika makanan keluar dan menuju ke ventrikulus yang akan menuju ke usus kecil tempat akan diabsorbsi. Hanya partikel padat yang melewati bagian pertama dan kedua lambung.
Syrinx dari hummingbirds terletak di leher dari pada thoraks dan memiliki bony knob yang unuk pada permukaan membran timpani.


Tuesday, November 24, 2015

Sistem Reproduksi Jantan

Sistem Reproduksi Jantan
Spermatogenesis merupakan proses pembuatan sel sperma (Tortora and Derrickson, 2012).
Sistem reproduksi jantan terdiri atas testis, duktus-duktus, kelenjar tambahan, dan struktur penyokong (Tate,2012). Duktus-duktus pada jantan terdiri atas epididimis, duktus deferentia/vas deferens dan urethra (Tate,2012). Kelenjar tambahan terdiri atas seminal vesicles, kelenjar prostat dan kelenjar bulbourethral. Struktur tambahan terdiri atas skrotum dan penis, yang disebut juga sebagai organ luar kelamin jantan (Tate,2012). Organ internal sendiri terdiri atas testis, epididimis, duktus dan kelenjar (Tate,2012).
Testis merupakan sepasang kelenjar berbentuk oval yang terletak di skrotum (Tortora and Derrickson, 2012). Testis diselubungi oleh jaringan ikat yang membentuk kapsul luar yang disebut sebagai tunika albuginea (Tate,2012). Perluasan tunika albuginea membentuk septa tak utuh yang membagi testis menjadi 300-400 lobules (Tate,2012). Tubulus seminiferous tube yang tergulung berlokasi di lobules dan tempat produksi sperma  (Tate,2012).   Sel Leydig atau sel interstitial merupakan klaster sel dengan jaringan ikat halus yang dikelilingi oleh tubules dan memproduksi testosterone (Tate,2012).
Epididimis merupakan organ berbentuk tanda koma yang panjang dari pinggir posterior tiap testis, dengan fungsi pematangan sperma (Tortora and Derrickson, 2012). Duktus deferens menurun sepanjang pinggir posterior epididimis di spermatic cord dan memasuki pelvic cavity, yang berfungsi untuk mengangkut sperma ketika mendapat rangasangan seksual dan menyimpan sperma (Tortora and Derrickson, 2012). Urethra merupakan pemanjangan dari kantung kemih dari distal dan berakhir di penis (Tate,2012). Urethra terbagi menjadi 3 bagian berupa prostatic urethra, membranous urethra dan penile urethra, fungsinya untuk tempat keluarnya urine dan cairan reproduksi jantan (Tate,2012).
Seminal vesicles merupakan kelenjar berbentuk sac berlokasi dekat dengan ampula duktus deferens (Tate,2012). Kelenjar ini memproduksi alkaline, cairan kental mengandung fruktosa, prostaglandins dan protein kental yang berfungsi untuk meningkatkan kemampuan fertilisasi jantan (Tortora and Derrickson, 2012).
kelenjar prostat merupakan kelenjar berbentuk donat (Tortora and Derrickson, 2012). Prostat memproduksi asam citric, enzim proteolitik,  dan seminalplasmin
         kelenjar bulbourethral memproduksi cairan alkaline ke dalam urethra untuk melindungi pergerakan sperma, mensekresi mucus (Tortora and Derrickson, 2012).
         skrotum mengandung kulit kendur dan dibawah lapisan subcutaneous yang menggantung dari posisi penempelan penis (Tortora and Derrickson, 2012).
         Penis adalah organ kopulasi yang mentransfer sel sperma ke betina (Tortora and Derrickson, 2012).
         Sperma memiliki bagian penting berupa kepala dan ekor. Kepala flat memiliki nukleus dengan 23 kromosom. Kepala sperma dilapisi akrosome yang berisi enzim untuk membantu fertilisasi. Ekor sperma terbagi menjadi 4 bagian: leher mengandung sentriol; bagian tengah mengandung mitokondria penghasil energi; bagian utama dan bagian akhir.
         Menurut Butler,2012 pengamatan sperma dilakukan dengan bagian sel sperma ditempatkan pada mikroskop slide dan difiksasi dengan panas. Sel yang tak bergerak akan terwarnai dengan ‘Christmas Tree’ yang memiliki komposisi berupa alumunium sulfat, nuclear fast red, asam pikrik dan indigo carmine. Selanjutnya sel diamati dengan mikroskop cahaya. Kepala anterior sperma akan berwarna merah atau pink, kepala posterior berwarna  merah gelap, spermatozoa biru, dan ekor akan berwarna kuning kehijauan.
         Menurut Garner dan Hafez (1985) dalam Johari dkk. (2009)  kualitas semen akan dipengaruhi oleh genetik, bangsa, dan pakan.
Sumber:
Amarudin. 2012. Pengaruh Merokok terhadap Kualitas Sperma pada Pria dengan Masalah Infertilitas Studi Kasus Kontrol di Jakarta Tahun 2011. Tesis. Universitas Indonesia. Depok. Hal. 9
Butler, J. M. 2012. Adcanced Topics in Forensic DNA Typing: Methodology: Methodology. Academic Press. London. P. 14
Johari, S., Ondho YS., S. Wuwuh, Henry YB, dan Ratnaningrum. 2009. Karakteristik dan Kualitas Semen Berbagai Galur Ayam Kedu. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Semarang.
Tate, S. 2012. Seeley’s Principles of Anatomy and Physiology. 2nd Ed. McGraww Hill. New York.  p. 773, 774, 776, 777, 779
Tortora, G. J. And B. Derrickson. 2012. Principles of anatomy and physiology. John Wiley and Sons. Hoboken. P. 1130, 1131, 1136, 1138, 1140, 1141


Wednesday, November 18, 2015

Sistem Reproduksi Betina

Sistem Reproduksi Betina
                Oogenesis merupakan perkembangan oosit yang dimulai saat fetus (Tate,2012). Saat perkembangan empat bulan, ovari mengandung 5 juta oogonia yang merupakan sel perkembangan dari oosit (Tate,2012).
            Ovari merupakan organ kecil yang tergantung dari dinding tubuh dorsal pada ligamen mesoovarium dan terletak didekat ginjal (Fox et al., 2007). Ovari memiliki jaringan berupa inner medulla dan outer korteks (Shier et al., 2007). Komposisi medulla berupa pembuluh darah, pembuluh limfa dan serabut syaraf (Shier et al., 2007). Sedangkan korteks mengandung jaringan kompaks dan folikel ovarian (Shier et al., 2007). Oviduk merupakan pipa yang tergulung-gulung dari dinding tubuh dorsal pada ligamen mesotubarium yang menghubungkan ruangan periovarian antara ovari dengan bursa bersama uterus (Fox et al., 2007). Oviduk inilah yang menerima oosit dari ovari (Tate,2012). Uterus tikus berupa dupleks dengan 2 uterin seperti tanduk panjang dan tubuh pendek, atau corpus sehingga kenampakkannya seperti huruf ‘Y’  (Fox et al., 2007). Dinding uterus terdapat 3 lapisan beupa: endometrium, miometrim dan perimetrim (Shier et al., 2007). Serviks merupakan saluran lanjutan korpus pada urus (Fox et al., 2007). Vagina merupakan perluasan dari serviks ke bukaan vagina (Fox et al., 2007). Vagina memiliki 3 lapisan berupa mukosal layer, muskular layer dan fibrous layer (Shier et al., 2007). Organ eksternal betina terdiri atas labia majora, labia minora, clitoris dan kelenjar vestibular.
            Fase estus terdiri atas endokrin, tingkah laku dan peristiwa fisiologis yang muncul setiap 4-6 hari dalam kehidupan reproduksi kecuali terjadi kehamilan, pseudopregnancy atau anestrus (Fox et al., 2007). Siklus estrus terbagi menjadi 4 fase: proestrus, estrus, metaestrus dan diestrus (Wicaksono dkk., 2013).
1.      Proestrus dimulai ketika fase anabolik pada siklus dan dilihat pada perkembangan folikel antral di ovari  dan menaikkan konsentrasi esterogen. Kenaikkan ini menstimulasi pembelahan sel di uterus dan vagina serta terdapat akumulasi cairan di oviduk dan uterus. Pada fase ini vagina terbuka lebar dan jaringan berwarna pink-kemerahan dan lembab. Terdapat lipatan longitudional yang dapat dilihat pada bibir dorsal dan ventral.
2.      Estrus merupakan fase dimana betina menerima jantan akibat dari konsentrasi esterogen naik dan berdampak pada perilaku.  Fase estrus ini terjadi proses ovulasi setelah 12 jam lonjakkan LH.  Di uterus dan oviduk terjadi aktifasi pertumbuhan dan akumulasi cairan berlanjut dengan akumulasi cairan di ampulla terlihat jelas. Epitelium di vagina telah mencapai ketebalan maksimalan dan vulva membengkak serta memiliki kenampakkan lebih merah. Vagina menjadi kurang lembab
3.      Metestrus berupa fase katabolik dengan pengurangan konsentrasi esterogen dan LH serta ovulasi. Korpus lutea terbentuk dan atresia tersebar sepanjang folikel. Pertumbuhan di uterus berakhir dan epitelum menunjukkan sinyal degenerasi. Pada vagina lembaran sel epipetal slough off dan leukosit hadir. Metestrus terbagi menjadi 1 dan 2. Metestrus 1 atau awal jaringan vagina pucat dan kering, bibir dorsal tidak sebagai edematous di estrus. Metestrus akhir/ 2 bibir lebih edematous dan surut serta terdapat debris sel putih serta terdapat neutrofil.
4.      Diestrus berupa fase pasif dengan konsentrasi esterogen tetap rendah dan tak adanya proses mating. Korpus lutea tak aktif serta progesteron terproduksi sedikit. Vagina terbuka kecil dan jaringan berwarna ungu dan sangat lembab. Vulva pucat, kering dan tertutup. Terjadi pertumbuhan folikel secara cepat yang berkembang di uterus dan vagina.
            Panjang-pendeknya fase estrus terpengaruhi oleh genetika, handling stress, posisi intrauterine, makanan, menyusui, produksi susu, kondisi tubuh, dan sosial komunikasi seperti feromon (Fox et al., 2007; Wicaksono dkk., 2013).
                Siklus estrus dapat dideteksi dengan melihat morfologi sel dengan vaginal smear (Suckow et al., 2006). Deteksi siklus estrus dapat menggunakan impedence meter untuk mendeteksi resistensi elektikal pada membran mukosa vagina dengan memasukkan electical probe di vagina (Suckow et al., 2006).
Sumber:
Fox, J. G., S. W. Barthold, M. T. Davisson, C. E. Newcomer, F. W. Quimby, and A. L. Smith. 2007.  The Mouse in Biomedical Research. 2nd Ed. Vol III. Academic Press. Tokyo. P. 97, 98, 99, 101 (Fox et al., 2007)
Shier, D., J. Butler, and R. Lewis. 2007. Hole’s Human Anatomy and Physiology. McGraww Hill. New York. p. 847, 855, (Shier et al., 2007)
Suckow, M. A., S. H. Weisbroth, and C. L. Franklin. 2006. The Laboratory Rat. 2nd Ed. Elsevier. London. P. 149, 150
Tate, S. 2012. Seeley’s Principles of Anatomy and Physiology. 2nd Ed. McGraww Hill. New York. p. 785, 787, 790 (Tate,2012)
Wicaksono, A. W., I. G. B. Trilaksana, dan D. N. D. I. Laksmi. 2013. Pemberian Ekstrak Daun Kemanggi (Ocimum basilicum) terhadap Lama Siklus Estrus pada Mencit.  Indonesia Medicus Veterinus. 2 (4): 369-374.


Sunday, November 15, 2015

Spodoptera litura


Spodoptera litura
ISI
A.    Klasifikasi
            Klasifikasi ulat grayak sebagai berikut ini:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Sub Kelas : Pterygota
Ordo : Lepidoptera
Sub Ordo : Prenatae
Famili : Noctuidae
Genus : Spodoptera
Spesies : Spodoptera litura Fabricius (Lestari, dkk. 2013)



B.    Morfologi
         Telur mememiliki bentuk flat dengan 40 longitudional rib; berdiamater 0,4-0,7 mm (Sullivan, 2014). Telur ini berwarna seperti mutiara hijau yang akan berubah menjadi hitam (Sullivan, 2014). Telur dikeluarkan dan diletakkan berkumpulan dengan dilapisi lapisan seperti rambut yang berasal dari tubuh betina yang berwarna pucat orange sampai kecoklatan atau dapat juga berwarna pink (Sullivan, 2014).
           Larva yang baru menetas memiliki ukuran yang kecil dengan warna hijau agak kehitaman dengan band hitam pada segmen abdominal pertama (Sullivan, 2014). Larva yang telah berkembang menjadi gempal dan halus dengan setae pendek yang tersebar (Sullivan, 2014). Kepalanya berwarna hitam dengan tubercules hitam menonjol yang setiap segmen memiliki rambut panjang (Sullivan, 2014). Warna individu yang telah berkembang tidak konstan dengan variasi hitam keabu-abuan sampai hitam kecoklatan atau dapat juga hitam dengan tanda kuning pada dorsal dan lateral strip yang luasnya berbeda (Sullivan, 2014). Lateral strip kuningnya berada di perbatasan dengan tanda hitam seri semilunar (Sullivan, 2014). Larva dewasa memiliki panjang 40-50 mm (Sullivan, 2014). Terdapat spot hitam besar yang berada pada segmen adbominal pertama dan kedelapan (Sullivan, 2014). Pupa Spodoptera litura memiliki warna coklat dengan case seperti tanah dan terletak di tanah (Sullivan, 2014). pupa ini memiliki panjang 18-22 mm dengan segmen abdominal terminates terakhir memiliki 2 pengait (Sullivan, 2014).
          Individu dewasa memiliki warna putih sampai kekuningan yang tertutupi dengan merah pucat (Sullivan, 2014).  Forewings berwarna coklat gelap dengan bayang garis yang lebih terang dan strip (Sullivan, 2014). Hind wing keputihan dengan kilau violet, pinggirannya berwarna coklat kegelapan dan venasi coklat (Sullivan, 2014). Thoraks dan abdomen berwarna orange sampai coklat muda dengan tuft seperti rambut pada permukaan dorsal (Sullivan, 2014). Kepala tanpa tuft berwarna putih dan kulit berwarna coklat gelap (Sullivan, 2014). Ukuran tubuh dapat menjapai 14-18 mm, dengan rentangan sayap 28-38  mm (Sullivan, 2014). Ngengat Spodoptera litura akan terbang 5 km pada malam hari dan memiliki umur yang pendek.Reproduksi dan Siklus Hidup
                         Betina Spodoptera litura dapat menghasilkan 1000-2000 butir (Lestari, dkk. 2013). Telur akan diletakkan di permukaan daun secara berkelompok yang terdiri atas ±350 butir (Lestari, dkk. 2013). Telur-telur ini akan tertutup bulu yang berasal dari bulu bagian ujung imago betina dan akan tampak seperti beludru (Lestari, dkk. 2013). Ketika kondisi hangat telur dapat menetas 4 hari, sedangkan di musim dingin akan menetas setelah 11-12 hari (Lestari, dkk. 2013).
                        Spodoptera litura  memiliki 5 periode instar dengan: instar 1 berumur 2-3 hari, instar 2 berumur 2-4 hari, instar 3 dengan 2-5 hari, instar 4 berumur 2-6 hari dan instar 5 4-7 hari (Lestari, dkk. 2013; Sullivan, 2014). Instar 1 memiliki warna tubuh hijau bening dengan panjang 2-2,74 mm dengan ada bulu halus dan kepala hitam selanjutnya lebarnya 0,2-0,3 mm. Instar 2 berwarna hijau dengan panjang 3,75-10 mm terdapat garis putih memanjang dari dorsal sampai ujung abdomen. Ruas abdomen pertama mempunyai garis hitam melingkar. Instar 3 mempunyai panjang 8-15mm dengan lebar kepala 0,5-0,6 mm. Terdapat garis zig-zag warna putih di abdomen dan terdapat bulatan hitam sepanjang tubuh. Instar 4 mempunyai panjang 13-20 mm dengan warna bervariasi dari hitam, hijau keputihan, hijau kekuningan hijau keunguan. Selain itu instar 4 memiliki warna yang lebih gelap di bagian dorsal dan memiliki jalur hitam dibagian lateral. Bagian instar kelima larva berubah warna menjadi abu-abu dan terdapat garis kuning turun ke tiap bagian punggung dan menjadi besar. Instar keenam memiliki ciripanjang 30-33 mm berwarna hijau sampai merah jambu
                        Pupa berwarna coklat-kemerahan dengan panjang 12,5-17,5 mm dengan lama 8-10 hari. Imago memiliki sayap depan warna coklat atau keperakan sedangkan sayap belakang wrna keputihan dengan noda hitam..    
B.    Peran
                         Ulat grayak termasuk serangga hama yang bersifat polifag. Polifag merupakan hama dengan kisaran hama luas, seperti: sayuran, buah, kedelai, kacang tanah, ubi jalar, kentang dan perkebunan (Lestari, dkk. 2013). Spodoptera litura berperan sebagai hama tumbuhan ketika berada padafase ulat. Ulat ini akan memakan daun-daun tanaman inang (Lestari, dkk. 2013). Serangga ini dapat menyerang tanaman inang pada fase vegetatif berupa tumbuhan muda dengan menyisakan tulang daun (Lestari, dkk. 2013). Sedangkan penyerangan saat fase generatif akan berimbas pada polong-polong muda (Lestari, dkk. 2013).
                        Ulat grayak keluar saat malam hari dan bersembunyi saat siang hari (Prabowo, 2012). Penyerangan pada tanaman inang dilakukan secara berkelompok karena peletakkan telurnya juga berkelompok (Prabowo, 2012). Selanjutnya pada perkembangan instar ketiga ulat grayak akan menyebar (Prabowo, 2012). Ulat grayak berinstar 1-2 akan memakan lapisan epidermis daun dan ketika telah mencapai instar 3 akan memakan semua bagian daun kecuali tulang daun (Prabowo, 2012).
C.    Pengendalian
            Ulat Spodoptera litura dikendalikan dengan insektisida kimia berupa golongan methyl parathion, chlorpreiphos, phosalone, endosulfan, deltamethrin dan alpha methrin (Prabowo, 2012). Akan tetapi penggunaan insektisida ini akan berdampak pada kematian pada musuh alami, pencemaran lingkungan, keracunan pada manusia dan dapat menimbulkan ledakan hama (Prabowo, 2012).

            Pengendalian Spodoptera litura dengan Steinernema spp. dapat dilakukan (Prabowo, 2012). Steinernema spp. akan menyebabkan berat larva rendah serta kematian pada Spodoptera litura (Prabowo, 2012). 

Wednesday, November 11, 2015

Platelet

Platelet
                Platelet merupakan darah dengan ukuran kecil tak bernukleated yang telah terputus penjepitannya      dari megakaryocytes di sumsum tulang dengan half-life 10 hari (Silbernagl and Despopoulos, 2009). Trombosit berfungsi untuk penataan dan aggregasi, melepaskan faktor koagulasi dan provision permukaan fosfolipid untuk perakitan kompleks enzim (Banerhee, 2005). Ketika aliran darah terluka dan kekurangan darah, platelet akan berperan dalam proses pengentalan dengan membatasi kerusakan vaskular dan jaringan (Johnson, 2012). Ketika pendarahan terhenti, trombosit berperan pada proses perbaikan dengan mengeluarkan protein yang akan meningkatkan pertumbuhan peredaran darah dan perbaikkannya (Johnson, 2012).
                Hemostatis merupakan proses menghentikan aliran atau kekurangan darah dengan 3 proses berupa: mengintensifkan kontraksi aliran darah di suatu area, formulasi platelet plug, dan koagulasi (Johnson, 2012).
                Menurut Johnson (2012) ketika terjadi luka, otot halus pada dinding mengalami kejang karena kontraksi pada pembuluh saat pembuluh darah pecah. Bila alirannya berukuran medium sampai besar, kejang ini akan mengurangi pengeluaran darah segera dengan meminimalkan kerusakan pada preparsi untuk step selanjutnya di hemostatis (Johnson, 2012). Ketika kerusakkan vessel kecil, penekanan pada dinding inner bersama dapat menghentikan pendarahan segera. Ketika terjadi kerusakan lapisan pembuluh darah, protein dibawah  dinding vesel terbuka, trombosit menggembung membentuk pelebaran spinky dan memulai menggumpal bersama. Trombosit akan lengket dan mulai melekat ke dinding vessel serta dengan yang lainnya dan menghasilkan segel di area terluka. Kerusakan akan menstimulasi vessel dan platelet terdekat melepaskan aktifator protombrin yang akan mengubah protrombin menjadi trombin yang membutuhkan ion kalsium. Trombin memfasilitasi perubahan fibrinogen yang akan membentuk jaring yang menghubungkan dengan menjebak dan memegang platelet, sel darah dan molekul yang melawan bukaan, kemudian aliran darah daerah luka akan tereduksi. Insisial fibrin membentuk gumpalan kurang dari semenit. Platelet mulai menggumpal sampai menghubungkan dengan mengencangkan gumpalan dan mendorong dinding vessel bersama-sama
Waktu perdarahan merupakan waktu yang digunakan untuk menutup (Silbernagl and Despopoulos, 2009). Waktu koagulasi merupakan waktu yang diperlukan cairan darah segar untuk berkoagulasi dengan formasi benang fibrin (Khurana, 2012).
Faktor yang mempengaruhi perdarahan adalah elastisitas kulit, kethanan, intergritas vaskuler, adhesi, agregasi trombosit, gangguan fungsi hati, kelainan genetik dan kecemasan (Sari, dkk. 2013). Faktor yang mempengaruhi koagulasi darah berupa vitamin K, ion kalsium, dan platelet. Ion kalsium, vitamin K dan jumlah platelet yang rendah atau sintesis faktor koagulasi tereduksi akibat disfungsi hati akan berakibat pada proses koagulasi (Tate,2012)
Pemeriksaan pada jumlah trombosit, waktu protrombin, waktu pengaktifasi parsial tromboplastin, waktu penggumpalan trombin, dan fibrinogen akan menunjukkan ada tidaknya penyakit hemofilia atau dapat pula untuk mengevaluasi perdarahan pada kelainan koagulasi (MFJ, 2004).
Sumber:
Banerhee, A. 2005. Clinical Physiology an Examination Primer. Cambridge. Cambridge. P. 159,
Johnson, M. D. 2012. Human Biology Concepts and Current Issues. 6th Ed. Benjamin Cummings. Delhi. p. 151-153.
Khurana, I. 2012. Medical Physiology for Undergraduate Students. Elsevier. New Delhi. P. 163
MFJ, M. 2004. Gangguan Koagulasi. Sari Pediatri. 6(1):60-67
Sari, R. P., Sampurna, dan D. Pertiwi. 2013. Pengaruh Sari Buah Kurma (Phoenix dactylifera) terhadap Waktu Perdarahan Studi Eksperimental pada Tikus Jantan Galur Wistar yang Diinduksi Aspirin. Sains Medika. 5(1):20-22.
Silbernagl, S. And A. Despopoulos. 2009. Color Atlas of Physiology. 6th Ed. Thieme. New York. p.102

Tate, S. 2012. Seeley’s Principles of Anatomy and Physiology. 2nd Ed. McGraww Hill. New York.  p. 476.

Wednesday, November 4, 2015

Leukosit

Leukosit
            Leukosit merupakan darah yang memiliki nuklei dan penuh dengan komponen organel tanpa mengandung hemoglobin (Tortora and Derrickson, 2012). Leukosit dibedakan menjadi granular dan agranular berdasarkan adanya granula sitoplasmik(Tortora and Derrickson, 2012). Leukosit residen merupakan jumlah persen neutrofil (12,9%), makrofage (50,1%) dan limfosit (37%) (Lam, 2008). Leukosit mature berada di darah periferal dan prekursornya ada di tulang dan jaringan limfoid terdiri dari sistem leukosit (Troy, 2006)
Leukosit granular terdiri atas neutrofil, eosinofil, dan basofil (Tortora and Derrickson, 2012).
a.      Neutofil memiliki morfologi yang lebih kecil dari lukosit granular lainnya (Tortora and Derrickson, 2012). Neutrofil didistribusikan hanya waktu-waktu tertentu dan memiliki warna ungu pucat (Tortora and Derrickson, 2012). Memiliki nukelus dengan 2-5 lobus yang dihubungkan dengan materi nukleus. Neutrofil merupakan granilosit dengan jumlah terbanyak dan sel yang datang pertama kali ketika terjadi infeksi (Rogers, 2011).  Neutrofil akan melakukan fagositosis pada mikroogranisme yang menginfeksi. Kenaikan jumlah neutrofil dapat terjadi karena infeksi, respon inflamasi, respon stress dan malignancies (Ciesla, 2007).
b.      Eosinofil memiliki ukuran besar dengan granula berukuran yang seragam(Tortora and Derrickson, 2012).  Eosinofil mempunyai 2 lobus yang terkoneksi dengan materi nuklear yang tipis (Tortora and Derrickson, 2012). Eosinofil berfungsi dalam menghancurkan parasit dan merespon inflamatory (Rogers, 2011). Kenaikan jumlah eosinofil terjadi karena penyakit kulit, penyakit parasit, penolakan transplant, dan myeloproliferative disorders (Ciesla, 2007).
c.       Basofil berbentuk bulat dengan ukuran granula yang bervariasi dan mempunyai 2 lobus (Tortora and Derrickson, 2012). Basofil mengandung histamin dan leukotrienes yang penting untuk respons inflamasi alergi (Rogers, 2011). Kenaikan jumlah basofil terpengaruh kondisi berupa  myeloproliferative disorders, reaksi hipersensitif dan ulcerative colitis (Ciesla, 2007).
 Leukosit agranular terdiri atas limfosit dan monosit (Tortora and Derrickson, 2012).
a.      Limfosit memiliki bentuk bulat. Kenaikan jumlah limfosit merupakan diagnosa yang signifikan pada infeksi firal akut dan beberapa penyakit emmnodefisiensi (Tortora and Derrickson, 2012). Limfosit terdiri atas sel B dan sel T (Rogers, 2011). Sel B akan mensekresi protein berupa antibodi yang akan mengikat mikrorganisme asing di jaringan tubuh dan memediasi penghancurannya (Rogers, 2011). Sel T akan mengenali infeksi viral atau sel kanker dan selanjutnya akan menghancurkannya atau dapat pula membantu sel untuk memproduksi antibodi sel B (Rogers, 2011).
b.      Monosit memiliki bentuk nukleus ginjal atau dapat berupa tapal kuda (Tortora and Derrickson, 2012). Monosit akan datang ke daerah infeksi dan melaksanakan fagositosis mikroorganisme patogen yang terbunuh dan membersihkan debris sel dari daerah infeksi (Rogers, 2011). Kenaikkan jumlah limfosit terjadi akibat infeksi kronik, malignancies, leukimia dengan komponen monosit kuat dan kegagalan  sumsum tulang (Ciesla, 2007).

Granulosit pada tikus memiliki nuklei tanpa lobus yang membedakan dan memiliki bentuk tapal kuda atau cincin (Thrall et al., 2012). Neutrofil memiliki sitoplasma tanpa warna (Thrall et al., 2012). eosinofil memiliki nukleus bentuk cincin atau u, sitoplasma basofilik dan beberapa granula sitoplasma eosinofil (Thrall et al., 2012).
White blood count (WBC) merupakan pengukuran jumlah total leukosit di darah (Tate,2012). Normalnya leukosit memiliki jumlah 5000-9000 permikroliter darah. Perhitungan diferensial leukosit adalah mengetahui persentasi setiap 5 macam leukosit pada WBC (Tate,2012).
Tikus mempunyai nilai 9,98 ×103/μL (Thrall et al., 2012). Sedangkan menurut sumber lain, WBC pada jantan berupa 12,43 ×103/μL dan 12,02 ×103/μL untuk betina (Suckow et al., 2006). Jumlah leukosit akan naik ketika terdapat penyakit (Rogers, 2011).

Sumber:
Ciesla, B. 2007. Hematology in Practice. F. A. Davis Company. Philadelphia. P. 144
Lam, T. J. G. M. 2008. Mastitis Control from Science to Practice. Wageningen Academic. The Hague. P. 158
Rogers, K. 2011. Blood Physiology and Circulation. Britannica Educational. New York. p. 40, 41, 42
Suckow, M. A., S. H. Weisbroth, and C. L. Franklin. 2006. The Laboratory Rat. 2nd Ed. Elsevier. London. p. 132
Tate, S. 2012. Seeley’s Principles of Anatomy and Physiology. 2nd Ed. McGraww Hill. New York.  p. 483
Thrall, M. A., G. Weiser, R. W. Allison, and T. W. Campbel. 2012. Veterinary Hematology and Clinical Chemistry. Wiley-Blackwell. West Sussex. P. 228
Tortora, G. J. And B. Derrickson. 2012. Principles of anatomy and physiology. John Wiley and Sons. Hoboken. P. 738, 739

Troy, D. B. 2006. Remington the Science and Practice of Pharmacy. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia 

Wednesday, October 28, 2015

Respirasi

Respirasi
          Pernapasan disebut juga sebagai ventilasi merupakan proses pergerakan udara menuju dan keluar dari paru-paru (Tate,2012). Sedangkan menurut Pasley¸2003 ventilasi merupakan proses yang terjadi ketika udara bergerak  dari udara menuju ke alveoli . Dalam proses ini, terdapat dua fase, berupa: fase insprirasi dan ekspirasi. Fase inspirasi disebut juga sebagai inhalasi merupakan pergerakan udara menuju paru-paru, sedangkan ekspirasi merupakan pergerakan udara keluar dari paru-paru (Tate,2012). Perubahan volume thoracic akan menyebabkan perubahan pada tekanan udara pad paru-paru (Tate,2012).  Pernapasan terbagi menjadi pernapasan eksternal dan internal. Respirasi eksternal terjadi di paru-paru dan merupakan pertukaran gas antara alveoli pada paru-paru dan darah di kapiler pulmonari yang melewati respirasi membran (Tortora and Derrickson, 2012). Pada proses ini kapiler pulmonari darah memperoleh oksigen dan kehilangan carbondioksida (Tortora and Derrickson, 2012). Respirasi internal atau respirasi seluler terjadi pada jaringan merupakan perubahan gas antara darah di sistem kapiler dan sel jaringan (Tortora and Derrickson, 2012). Pada step ini darah kehilangan oksigen dan membawa karbondioksida (Tortora and Derrickson, 2012). Pada sel, reaksi metabolik membutuhkan oksigen dan membuang karbondioksida pada produksi ATP (Tortora and Derrickson, 2012). Laju ventilasi akan diregulasi dengan menyesuaian aliran udara antara atmosfer dengan alveoli berdasarkan metabolis tubuh yang membutuhkan oksigen dan mengehilangkan karbondioksida (Sherwood, 2010). Frekuensi pernapasan atau disebut juga sebagai laju respirasi merupakan jumlah napas yang diambil setiap menit (Tate,2012).

          Total ventilasi persatua waktu merupakan volume udara yang dihirup atau dihembuskan persatuan waktu (Silbernagl and Despopoulos, 2009). Saat istirahat, total ventilasi 8L/menit dengan konsumsi oksigen sejumlah 0,3L/menit  dan tahap pembuangan karbondioksida mempunyai laju sebesar 0,25L/menit (Silbernagl and Despopoulos, 2009).
                    Ruang mati merupakan bagian dari sistem respirasi yang tidak mengalami pertukaran udara (Tate,2012). Rongga hidung, faring, laring, trakea, bronciolus, bronkus dan terminal bronkiolus dari 150 ml ruang mati (Tate,2012). Alveoli yang tak berfungsi menambah ruang mati (Tate,2012). Pada seseorang yang sehat alveoli yang mengalami nonfungsional sangat sedikit (Tate,2012). Ruang mati terdapat 2 berupa: ruang mati anatomi dan ruang mati fisiologi (Banerhee, 2005). Ruang mati anatomi mengacu pada volume udara sekitar 130-180 mL pada dewasa (Banerhee, 2005). Ruang mati anatomi dapat diukur dengan metode Fowler (Banerhee, 2005). Ruang mati fisiologi berupa proporsi volume tidal yang tidak berpartisipasi secara langsung pada pertukaran gas (Banerhee, 2005). Ruang ini terdiri atas ruang mati anatomi dan ruang mati alveolar (Banerhee, 2005). Ruang mati fisiologi dapat diukur dengan metode Bohr (Banerhee, 2005). Paru-paru normal memiliki ruang mati anatomi dan ruang mati fisiologi yang sama sekitar 150 mL (Shier et al., 2007).  
          Spirometer merupakan sebuah alat untuk mengukur  volume udara saat dikeluarkan persatuan waktu (Banerhee, 2005). Alat ini tak dapat mengukur volume residu (Shier et al., 2007). Pada spirometer terdapat air yang memenuhi tank dengan alat berbentuk bel yang mengambang, kemudian dihubungkan dengan ruangan udara dengan spirometer yang akan dihubungkan dengan subsyek tes (Silbernagl and Despopoulos, 2009). Terdapat bahan yang akan mengimbangi dan terletakkan pada bel (Silbernagl and Despopoulos, 2009). Posisi bel ini akan menandakan berapa banyak udara yang berada di spirometer dan telah dikalibrasi dengan unit volume (Silbernagl and Despopoulos, 2009). Bel akan naik ketika subyek tes meniup kealat (ekspirasi) dan turun ketika inspirasi (Silbernagl and Despopoulos, 2009). Pada alat flow transducer aliran sinyal yang telah expired  terintergrasi secara elektronik dengan waktu dan provide volume, selanjutnya sinyal volume terakhir berdiferensiasi dengan membentuk provide flow (Banerhee, 2005). Spirometer digunakan untuk mengevaluasi sakit pernapasan seperti emfisema, pneumonia, kanker paru-paru, dan asma (Shier et al., 2007).  Volume paru-paru dan kapasitasnya terdiri atas:
a.    Volume tidal merupakan volume udara yang dapat bergerak masuk-keluar dari paru-paru setiap pernapasan (Pasley¸2003). Volume tidal selalu kurang lebih 500mL (Pasley¸2003).
b.    Volume cadangan inspirasi merupakan volume udara yang dapat diinspirasikan dengan tarikan napas secara maksimal, dimulai pada akhir respirasi normal dengan volume 2-3L (Pasley¸2003)
c.    Volume cadangan ekspirasi berupa volume udara yang dapat dikeluarkan dengan hembusan napas maksimal dan dikeluarkan setelah hembusan napas normal (Pasley¸2003).
d.    Volume residu merupakan volume udara yang tertinggal pada alveolar dan ruang mati setelah respirasi maksimum dan memiliki volume 1,5 L (Pasley¸2003). Volume residu tak dapat diukur dengan sprirometer sederhana karena pengukuran spirometer mengukur perubahan volume paru-paru dan bukan jumlah absolut pada paru-paru (Pasley¸2003).
e.    Kapasitas vital merupakan volume maksimum udara yang dapat dikeluarkan setelah pengambilan napas maksimum (Pasley¸2003).
f.    Kapasitas total paru-paru merupakan volume maksimal udara pada sistem paru-paru setelah penarikan napas maksimal (Pasley¸2003).
Faktor yang mempengaruhi kapasitas vital paru:
a.    Usia, ketika usia bertambah organ-organ tubuh mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena dinding dada dan jalan napas telah kaku dan tak elastis sehingga pertukuran udara menurun (Pujiastuti, 2012).
b.    Hemogloblin, sebagai penyalur oksigen keseluruh tubuh dan ketika kadarnya turun jaringan akan kekurangan oksigen (Pujiastuti, 2012).
c.    Posisi tubuh, posisi yang berbeda akan menghasilkan diafragma tidak bekerja dengan baik karena harus melawan gravitasi (Pujiastuti, 2012).
d.    Ukuran tubuh (Banerhee, 2005)
e.    Kelamin (Banerhee, 2005)
f.    Irama otot diafragma (Banerhee, 2005)
g.    Penyakit paru-paru (Banerhee, 2005)

Sumber:
Banerhee, A. 2005. Clinical Physiology an Examination Primer. Cambridge. Cambridge. p. 121, 132, 133 130(Banerhee, 2005)
Pasley, J. N. 2003. Usmle Road Map Physiology. McGraw-Hill. New  York. p. 56, 57, 73
Pujiastuti, B. 2012. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kapasitas Vital Paru pada Ibu Hamil di Rb Sri Lumintu Jajar Laweyan Surakarta Naskah Publikasi Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Keperawatan. FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA. Surakarta. Hal. 4,5
Sherwood, L. 2010. Human Physiology from Cells to Systems. Brooks/Cole. Belmont, CA. p. 461 (Sherwood, 2010)
Shier, D., J. Butler, and R. Lewis. 2007. Hole’s Human Anatomy and Physiology. McGraww Hill. New York. p. 753 (Shier et al., 2007)
Silbernagl, S. And A. Despopoulos. 2009. Color Atlas of Physiology. 6th Ed. Thieme Verlag. New York. p. 106, 112 (Silbernagl and Despopoulos, 2009)
Tate, S. 2012. Seeley’s Principles of Anatomy and Physiology. 2nd Ed. McGraww Hill. New York.  p. 618, 623, 624
Tortora, G. J. And B. Derrickson. 2012. Principles of anatmoy and physiology. John Wiley and Sons. Hoboken. p. 936. (Tortora and Derrickson, 2012)


Monday, September 28, 2015

Good Laboratory Practice

Good Laboratory Practice
                GLP menurut definisi OECD adalah sebuah  sistem mutu  yang menyangkut proses organisasi dan kondisi dalam kesehatan non-klinis dan lingkungan pada studi keselamatan yang direncanakan, dilakukan, dimonitor, dicatat, diarsipkan dan dilaporkan (World Health Organization, 2009). Tujuan dari GLP merupakan mendorong perkembangan dari kulitas tes data dan menyediakan alat untuk menjamin pendekatan untuk studi pengaturan laboratorium, termasuk tindakan, pelaporan dan pengarsipan (World Health Organization, 2009).
                Bekerja di laboratorium akan menjumpai bahaya berupa: fisik, kimiawi dan biologik. Bahaya fisik ada pada peralatan umum atau sekitarnya (Estridge et al., 2000). Alat elektrik, api, instrumen laboratorium, dan peralatan gelas dapat berbahaya ketika digunakan secara tidak hati-hati (Estridge et al., 2000). Peralatan elektrik harus mengikuti instruksi pabrik dan berdasrkan kode elektrikal (Estridge et al., 2000). Alat elektrik harus dalam keadaan mati saat baru mau digunakan (Estridge et al., 2000). Penggunaan api  dalam laboratorium seperti lampu bunsen harus hati-hati terhadap baju dan rambut agar tak terkena api (Estridge et al., 2000). Bahan-bahan yang mudah terbakar harus diletakkan pada lemari tahan api (Estridge et al., 2000).
                Bahan kimiawi berbahaya dapat karena memiliki sifat seperti toksik, korosif,karsinogenik, mutagenik, dan mudah terbakar (Estridge et al., 2000). Bahan kimia harus diberi label informasi bahaya. Pabrik bahan kimia kini menyediakan label  informasi bahaya pada kontainer dan memberikan Matery Safety Data Sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang berpotensi berbahaya.
                Health Hazard merupakan bahan yang bersifat: toksisitas akut,korosif pada kulit/ iritasi, iritasi mata atau kerusakan mata secara serius, sensisitas kulit atau pernapasan, penyakit sel mutagenik, karsinogenik, toksisitas reproduksi, spesifik organ, dan bahaya aspirasi (United Nations, 2011).  . toksisitas akut masuk melalui oral atau dermal dengan satu dosis substrat  atau beberapa dosis yang diberikan 24 jam atau 4 jam terpapar dengan pernapasan. Iritasi atau korosif merupakan terjadinya kerusakan irreversible yang terjadi pada kulit pada lapisan epidermis dan dermis. Iritasi mata dapat terjadi akibat perubahan mata karena terjadi penggunaan substansi test mengenai lapisan anterior mata yang dapat kembali setelah 21 hari, sedangkan kerusakan mata secara serius tidak dapat sembuh dengan waktu 21 hari. Sensisitas kulit terjadi karena substansi menyebabkan reaksi alergi yang terjadi akibat kontak kulit. Sensisitas pernapasan menghirup substansi. bahaya pada lingkungan dapat terjadi karena bahan dapat merusak: lingkungan aquatik dan  lapisan ozon (United Nations, 2011).
                MSDS (material safety data sheet) merupakan dokumen yang berisi properti produk secara fisik dan kimiawi serta potensi bahayanya, yang berisi menangangan dengan aman dan penggunaannya (Nelson and Grubbs, 2000)
Sumber:
Estridge, B. H., A. P. Reynolds, and N. J. Walter. 2000. Basic Medical Laboratory Techniques. 4th Ed. Delmar. New York. P. 38,39(Estridge et al., 2000) United Nations. 2011. Globally Harmonized System of Classification and Labelling of Chemicals (GHS). United Nations. New York. p. 109, 121, 133, 145, 155, 163, 173, 197, 207. 215, dan 241.
 Nelson, S. M. And J. R. Grubbss. 2000. Hazard Communication Made Easy: A Checklist Approach to OSHA Compliance.  Goverment Institutes.
World Health Organization. 2009. Hand Book Good Laboratory Practice (GLP) Quality Practice for Regulated non-Clinical Research and Development. 2nd ed. Switzerland. P. 21. (World Health Organization, 2009)


Hewan coba

Hewan coba
          Hewan coba merupakan hewan yang digunakan dalam penelitian biologi dan biomedis yang dipilih dengan memenuhi syarat atau standar pada penelitian (Ridwan, 2013). Hewan coba yang digunakan harus sehat dan berkualitas yang sesuai dengan penelitian yang dilaksanakan (Ridwan, 2013). Hewan kecil yang digunakan dalam penelitian biasanya memiliki karakteristik yang relatif mirip dengan manusia. Hewan lainnya digunakan sebagai hewan coba karena memiliki kesamaan aspek fisiologis metbolit manusia (Ridwan, 2013).
          Animal welfare merupakan profil etika yang melibatkan hewan dibawah  pengawasan dan manajemen kita (Lawrence and Stott, 2009). Dalam penelitian dengan hewan coba diterapkan konsep 3R berupa: replacement, reduction, dan refinement (Ridwan, 2013).  Replacement berupa penggunaan hewan percobaan harus diperhitungan dengan teliti, baik dari pengalaman terdahulu ataupun literatur yang memaparkan informasi penelitian dan tidak bisa menggunakan makhluk hidup lain berupa sel atau jaringan  (Ridwan, 2013). Replacement terdiri dari relatif (mengganti hewan percobaan dengan organ atau jaringan) dan absolut (mengganti hewan coba dengan kultur sel, jaringan ataupun program komputer (Ridwan, 2013).  Reduction merupakan menggunaan hewan coba dengan jumlah yang sedikit mungkin untuk mencapai hasil optimal (Ridwan, 2013). Refinement merupakan perlakuan hewan coba semanusiawi mungkin dengan cara memelihara dengan baik, tak menyakitinya serta meminimal mungkin perlakuan yang menyakitkan sehingga kesejahteraan hewan coba terpelihara sampai penelitian berakhir (Ridwan, 2013). Selain itu, hewan yang kita gunakan untuk keperluan saintis membutuhkan: bebas dari haus, lapar dan malnutrisi; merasa nyaman dan memiliki tempat berlindung; pencegahan atau diagnosis tindakan secara cepat dalam hal kesakitan, penyakit, terkena parasit; bebas dari stress; serta dapat mengekspresikan perilaku normal (Hau and Van Hoosier, 2003).
          Jenis hewan coba yang digunakan minimal berupa hewan pengerat dan bukan hewan pengerat. Secara umum yang digunakan berupa tikus dan anjing, jantan dan betina, sehat dan dewasa. Tikus yang digunakan berumur 5-6 mingggu sedangkan anjing berumur 4-6 bulan (Harmita dan Radji, 2006)

Sumber:
Harmita dan M. Radji. 2006. Buku Ajar Analisis Hayati. Ed. 3. EGC. Jakarta. P. 58.
Hau, J. And G. L. Van Hoosier, Jr. 2003. Handbook of Laboratory Animal Science. 2nd Ed. CRC Press. New York. p. 58
Lawrence, A. B. And A. W. Stott. 2009. Profiting from Animal Welfare: an Animal-Based Perspective. The Oxford Farming Conference 2009. Oxford. P. 1

Ridwan, E. 2013 Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian Kesehatan. J Indon Med Assoc. 63 (3): 112-116. (Ridwan, 2013)

Friday, September 18, 2015

Teknik dasar mikroobiologi

PERHATIAN DILARANG COPY-PASTE TANPA EDITING!!!

SAYA MEMBUAT INI UNTUK REFERENSI BUKAN SEBAGAI MASTER LAPORAN!
Teknik dasar mikroobiologi
                Teknik aseptik merupakan teknik dengan prosedur spesifik yang digunakan untuk mencegah mikrooganisme yang tak diinginkan agar spesimen tak mengalami kontaminasi (Willey et al., 2008). Sterilisasi merupakan prosedur yang digunakan untuk menghilangkan atau membunuh seluruh mikroorganisme di material atau diobjek (Black, 2008). Steril merupakan keadaan dimana tidak ada oganisme yang hidup dimaterial (Black, 2008).
            Medium merupakan pengolahan yang dibuat secara khusus untuk pertumbuhan, penyimpanan atau tranport mikrooganisme atautipe sel lainnya. Medium digunakan untuk kultur, perbanyakan atau identifikasi mikroorganisme. identifikasi ini dilakukan dengan melihat karakteristik pertumbuhan di media yang partikular.

Sumber:
Black, J. B.  2008. Microbiology: Principles and Explorations. John Wiley and Sons. Hoboken, NJ. p. 343, 342
Singleton, P. And D. Sainsbury. 2006. Mikrobiology and Molecular Biology. 3th Ed. John Wiley and Sons. West Sussex. P. 463
Willey, J. M., L. M. Sherwood, and C. J. Woolverton. 2008. Prescott, Harley, and Klein’s Microbiology. McGraw Hill. Boston. p. 861

Penangan Hewan Coba

PERHATIAN DILARANG COPY-PASTE TANPA EDITING!!!
SAYA MEMBUAT INI UNTUK REFERENSI BUKAN SEBAGAI MASTER LAPORAN!
Penangan Hewan Coba
a.       Housing
Desain, kontruksi dan pemeliharaan hewan coba pada fasilitas penelitian  berperan penting dalam tipe dan kualitas pemeliharaan pada laboratorium hewan (Suckow et al., 2006). Ruang pemeliharaan tikus dilokasi secara strukutural sehat, tahan vermin serta kuat terhadap rodenta (Suckow et al., 2006). Hewan coba harus terpisah dari kantor, laboratorium dan area yang sering ada manusia (Suckow et al., 2006). Fasilitas dalam housing harus memiliki kontrol yang baik terhadap parameter lingkungan dan memiliki kelebihan berupa essensial sistem mekanik (Suckow et al., 2006).
b.      Bedding
Bedding atau Subtrate Change yang telah kotor harus dipindahkan dan diganti dengan material baru untuk menjaga hewan coba bersih dan kering serta terhindar dari polutan (National Research Council, 2011). Frekuensi penggantian beddingbergantung pada spesies, jumlah, dan ukuran dari hewan; tipe dan ukuran kandang;suhu makro dan mikrolingkungan; kelembaban udara, ventilasi langsung kandang; pengeluaran urine dan feses; penampakkan dan kelembaban bedding; dan kondisi penelitian (National Research Council, 2011)
c.       Marking
Pada tikus, pewarnaan dengan membuat pewarnaan cincin pada ekor akan tertutupi dalam beberapa hari (Hau and Van Hoosier, 2003).  Mencukur rambut sebagian juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi sementra. Tato  dapat dilakukan secara permanen pada kulit seperti telinga dan  ekor (Hau and Van Hoosier, 2003).

d.      Rute administrasi zat uji
Rute administrasi zat uji dapat melalui oral, intravenous, intraperitoneal, subcutaneous, pompa osmotik dan intramuskular. Substansi yang dimasukkan kedalam oral digunakan untuk menguji keamanan komponen baru obat dan studi lainnya. Injeksi intravenous dilakukan untuk mengetest materi yang secara umumnya toksikologi dan sebagai basik pembelajaran sains. Injeksi intraperitoneal digunakan ketika rute lainnya tidak cocok (Suckow et al., 2006). Injeksi subcutaneous dilakukan untuk materi test dan mudah dilaksanakan. Pompa osmotik digunakan dengan penggunaan jangka panjang yang berkelanjutan dan mengirimkan substansi oleh subcutaneous atau rute intraperitoneal Suckow et al., 2006).

e.      Koleksi darah
Sample darah diambil dengan menganestesi dahulu. Daerah yang diambil darahnya adalah venipuncture (jugular vein, vein di ekor, saphenous vein, aorta abdominal atau vena cava pada necropsy), cardiac puncture atau paraorbital sinus puncture (Suckow et al., 2006).
f.        Cara memegang
Handling hewan secara benar dan menahan tikus pada laboratorium dapat memngurangi stress yang tak diinginkan dan variasi (Suckow et al., 2006). Tikus menjadi relatif lebih jinak dan memiliki kecenderungan stress yang rendah (Suckow et al., 2006).  Ketika memegang tikus, tangan harus dilindungi gloves untuk meminimalisir pemaparan terhadap agen berbahaya, urin dan agen alergi lainnya (Suckow et al., 2006). Hewan dipegang pada thoraks denganibu jari, jari kedua digunakan untuk mengkontrol mandibula agar tak mengigit dan jari telunjuk memegang perut (Suckow et al., 2006).
g.       Anestesi
Anestesi merupakan kehilangan kesadaran yang didapat dengan penggunaan anestitik pada formasi retikular (Tate,2012). Pemilihan agen anestetik dan metode yang digunakan memperhartikan adminitrasi, tujuan penelitian, akomodasi personal yang ada, peralatan serta keuangan (Suckow et al., 2006). Metode inhalasing sering digunakan karena karakteristiknya yang cepat onset dan pemulihannya dari anestesia serta relatif sederhana penggunaan alatnya (Suckow et al., 2006)
Sumber:
Hau, J. And G. L. Van Hoosier, Jr. 2003. Handbook of Laboratory Animal Science. 2nd Ed. CRC Press. New York. p. 369
National Research Council. 2011.Guide for the Care and Use of Laboratory Animals. 8th Ed. National Academy of Sciences. Washington, DC.p. 70
Suckow, M. A., S. H. Weisbroth, and C. L. Franklin. 2006. The Laboratory Rat. 2nd Ed. Elsevier. London.p. 129, 305, 589, 608, 610, 612, 628 (Suckow et al., 2006)
Tate, S. 2012. Seeley’s Principles of Anatomy and Physiology. 2nd Ed. McGraww Hill. New York. p. 350